Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Jokowi Tak Ada Tuh di Balik Keputusan MK

17 Oktober 2023   17:05 Diperbarui: 17 Oktober 2023   17:11 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jokowi, Gestur dan Cocokologi

Jokowi adalah trending yang tak habis-habisnya jelang Pilpres 2024 ini. Semua tahu akhir kekuasaan sang presiden sudah di ambang pintu. Aura Jokowi yang sudah 2 periode berkuasa tentu saja berbeda dengan aura tokoh-tokoh lainnya, sekalipun Wapres misalnya.

Publik sepanjang 2023 ini boleh dikata lebih melihat gestur Jokowi sehari-hari ketimbang sepakterjangnya dalam komunikasi politik dan komunikasi dengan keluarga. Kemana Jokowi berjalan kesitu pula mata memandang. Kemana Jokowi berbicara kesitu pula gosip politik atau lebih tepatnya cocokologi politik atau "uthak-athik gathuk" atau "trial and error" akan berkembang. Kemana Jokowi bercanda kesitu pula candaan politik akan melebar kemanamana seperti pohon anggur, apabila perlu sampai lereng Semeru dan Merapi sana.

Apa yang kita dapat dari cocokologi ini. Ya cocokologi yang tidak selalu sesuai dengan kenyataannya. Kemana Jokowi berjalan disitu ada Prabowo, atau Jokowi tersenyum lebar kepada Prabowo. Ini langsung dikebut sebagai gestur Jokowi mendukung Prabowo dalam Pilpres 2024.

Faisal Assegaf misalnya aktivis 98 yang kini dijadikan pengamat dan pembicara politik dalam aneka talkshow di berbagai TV. Assegaf malah tanpa tedeng aling-aling langsung menuding Jokowi sedang mempersiapkan Dinastinya dalam Pilpres 2024 ini. Ini sudah jelas dari kesehariannya dengan Prabowo. Itu hanya berarti dia sudah tak mesra lagi dengan PDIP. Mengapa? Mega yang sering menyebutnya sebagai petugas partai dan telah banyak melukainya dalam berbagai kesempatan dengan istilah itu telah memastikan Jokowi bergeser ke Prabowo. Lihat juga bukankah Kaesang sudah menyeberang ke PSI bahkan menjadi Ketum PSI sehari setelah ia menerima KTA atau Kartu Tanda Anggota PSI.

Politisi senior PDIP Panda Nababan sontak membantah Assegaf bahwa itu terlalu jauh dan mengada-ada. Hubungan Jokowi-Mega baik-baik saja. Sebutan petugas partai adalah sebuah tradisi politik PDIP. Siapapun kadernya akan disebut demikian. Bukan berarti itu merendahkan. Itu sebuah tradisi kami yang sudah cukup lama. Ingat ya, kami sudah lepas dari segala cobaan jahat sejak zaman Orba hingga sekarang, tegas Panda.

Saya pikir, ketiadaan figur-figur cemerlang yang akan menggantikannya kelak. Itulah yang membuat para capres sekarang, sekurangnya kader seniornya, akan merapat ke Jokowi. Sebagai seorang presiden yang adalah milik semua orang dan/atau milik seluruh anak bangsa. Tentu Jokowi akan mendengarkan siapapun yang mendekatinya. Itu bukan berarti ada tail cot effect yang signifikan dari situ kepada siapapun capres yang mendekatinya. Eep Syaefulloh Fatah dalam sebuah talkshow dengan Abraham Samad mengatakan kalaupun itu ada paling banter 20% tak kurang tak lebih.

Jokowi jelang akhir kekuasaannya sekarang tetaplah Jokowi yang dulu. Ia sadar sepenuhnya bahwa dia harus netral, karena dia adalah presiden milik semua anak bangsa. Perlu diingat Jokowi sampai mendekati akhir kekuasaannya saja masih ada yang bilang dia berijazah palsu, atau dia keturunan PKI, bahkan seorang intelektual kelas jalanan seperti Rocky Gerung yang memakinya sebagai "bajingan tolol".

Jokowi tetaplah Jokowi yang membiarkan riak politik mengalir bagitu saja. Tak ada penuntutan apapun darinya.  Toh ada medan pembuktian yi "trustee masyarakat luas". Sekalipun demikian, pembenci Jokowi masih saja ada. Dan sang presiden hanya menganggapnya wajar saja sebagai dinamika demokrasi menuju kedewasaannya kelak. Maklumlah ia selama ini sudah banyak membungkam politik identitas dan aneka kebencian dan hoaks dalam berpolitik.

Kaesang dan Gibran

Dalam talkshow dengan Rosi yang belum lama ini ditayangkan dalam Fbwatch Ma'rifat Sunyi, Gibran yang diisukan akan berpasangan dengan Prabowo sontak diberondong Rosi apakah benar begini begono dan begene. Kita kaget sekaligus takjub, betapa anak muda Putera sulung Jokowi ini pandai berkomunikasi. Ia langsung berbalik kepada Rosie tanya saja presiden, atau tanya saja parpol ybs, atau tanya saja generasi Z yang menonton kita sekarang apakah jawaban saya jujur atau tidak, seraya menyisipkan sebuah pesan penting bahwa diksi politik bisa apa saja. Tapi hati-hati dengan bonus demografi kita sekarang, generasi Z belum tentu mau menerima diksi seperti itu. Jangan-jangan parpol ybs malah ditinggal karena memilih diksi yang salah yang nggak match dengan generasi Z.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun