Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Brain Drain Anak Bangsa ke Singapura

17 Juli 2023   16:38 Diperbarui: 24 Juli 2023   00:45 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia yang hampir berpenduduk 300 juta jiwa sekarang harus diakui tak mudah begitu saja melenggang baik dalam perpolitikan apalagi perekonomian. 

Boleh saja siapapun mengatakan negeri ini masih ngesot dalam perkembangannya atau sudah melaju pesat sehingga berhasil mencapai level negara kelas menengah.

Itu adalah penilaian bebas individu-individu dan lembaga-lembaga internasional seperti IMF dan WTO. Bukankah modernitas sekarang adalah serba cair dimana pemikiran bisa merambah kemanamana. 

Apalagi di kelembagaan internasional sekarang, apakah itu penilaian IMF dari dunia barat atau BRICS dari dunia yang dulu disebut kaum selatan dan kini menjadi "new polar" yang tak sudi dengan hegemoni barat.

Di tengah kengesotan atau boleh jadi kemajuan kita sekarang, Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI belum lama ini mengungkapkan ada 3.192 WNI dalam rentang waktu 2019-2022 yang pindah kewarganegaraan ke Singapore?

Lha koq? Ini membingungkan? Apakah mereka eksodus ke luar negeri karena negeri ini masih ngesot atau bagaimana. Oke, katakanlah bukan karena situasi ngesot. 

Dalam logika generasi Z sekarang boleh jadi "Kesempatan Ekonomi". Singapore - dari sekian cerita dan tulisan yang mereka baca --tiba-tiba menjadi negara idaman bagi mereka, seperti gaji yang ditawarkan lebih tinggi, lapangan pekerjaan yang lebih luas, atau stabilitas ekonomi yang lebih baik.

Mereka juga melotot melihat pendidikan. Mereka membaca dan mendengar pengalaman sejumlah orang yang mengatakan Singapore memiliki sistem pendidikan yang berkualitas tinggi dan institusi pendidikan terkenal di dunia. 

Khususnya mereka yang berusia 40-an ke atas boleh jadi memilih pindah ke Singapore agar anak-anak mereka dapat mengakses pendidikan yang lebih baik.

Juga mereka menilai Kualitas Hidup di Singapore lebih oke ketimbang negerinya sendiri, termasuk sistem kesehatan yang lebih maju, infrastruktur yang baik, keamanan yang tinggi, dan kualitas lingkungan yang lebih baik.

Di atas segalanya, Stabilitas Politik dan Hukum di Singapore jauh lebih mantap ketimbang di negerinya sendiri. Singapore sudah lama terkenal dikenal sebagai negara dengan stabilitas politik dan hukum yang tinggi. 

Pembuat onar sara seperti Zakir Naik dan UAS tak mudah begitu saja ke Singapore. Tak heran, faktor ini sangat menarik bagi sebagian WNI yang mencari kepastian dan perlindungan hukum di Singapore.

Tapi apa pun itu, alasan individu untuk pindah kewarganegaraan bisa bervariasi tentu, karena di alam modern yang serba cair ini banyak faktor yang mempengaruhi keputusan tersebut. Dengan kata lain, pindah kewarganegaraan itu adalah keputusan pribadi dan tergantung pada situasi dan preferensi individu masing-masing.

Mobilitas Global

WNI yang memutuskan pindah kewarganegaraan ke Singapore adalah kelompok usia produktif 25-35 tahun. Sebanyak 1.000 di antaranya merupakan mahasiswa. 

Kalaulah fakta ini benar, tentu sangatlah disayangkan, karena mereka adalah kelompok mahasiswa. Dengan kata lain, kita kehilangan potensi talenta muda bagi Indonesia.

Dalam era globalisasi sekarang, mobilitas manusia menjadi lebih umum, terutama di kalangan profesional muda. Banyak orang muda mencari peluang dan pengalaman baru di luar negeri untuk memperluas pengetahuan, keterampilan, dan jaringan mereka. 

Karenanya, keputusan mereka untuk pindah kewarganegaraan boleh jadi, juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pribadi dan aspirasi mereka untuk mencapai keberhasilan di luar Indonesia.

Persaingan Tenaga Kerja di ASEAN dan Global

ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah kawasan dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan pasar tenaga kerja yang kompetitif. 

Ilustrasi Brain Drain di Asia Tenggara. Foto : jobstreet.co.id
Ilustrasi Brain Drain di Asia Tenggara. Foto : jobstreet.co.id

Pindahnya sejumlah WNI ke Singapore mencerminkan persaingan yang ketat dalam mencari pekerjaan yang baik dan peluang karier di tingkat regional. 

Mereka boleh jadi melihat Singapore sebagai negara dengan lebih banyak peluang ekonomi dan menjadi orang yang profesional disana.

Keuntungan bagi Indonesia

Meski kehilangan talenta muda adalah sebuah keprihatinan kita sekarang, ada juga manfaat bagi Indonesia dalam arus "brain-drain" kaum muda ini. 

Asumsikan saja, ketika mereka kembali setelah menyelesaikan pendidikannya, mereka dapat membawa pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang diperoleh di luar negeri untuk berkontribusi pada pembangunan negara. Mereka dapat membantu meningkatkan daya saing dan inovasi di Indonesia.

Karenanya, untuk mengatasi kehilangan talenta muda, adalah penting bagi pemerintah dan lembaga pendidikan di Indonesia untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan, penelitian, dan peluang karier yang tersedia di dalam negeri. 

Selain itu, pemerintah juga harus berkemampuan menciptakan iklim usaha yang kondusif, investasi dalam infrastruktur, serta mendorong inovasi dan kewirausahaan untuk menarik dan mempertahankan talenta muda di Indonesia.

Sumber daya manusia yang berkualitas dan berpotensi tetaplah merupakan aset berharga bagi Indonesia, dan perlu dilakukan upaya untuk memastikan bahwa negara dapat memanfaatkan potensi mereka sebaik mungkin untuk pertumbuhan dan kemajuan jangka panjang.

Mengherankan

Dirjen Imigrasi Indonesia mengungkapan ada 3 alasan yang membuat para WNI ini memutuskan pindah, yakni kesempatan bekerja, infrastruktur, dan pendidikan yang lebih baik.

Alasan ini cukup mengherankan, karena semua orang tahu perkembangan teknologi informasi dan internet di Indonesia yang telah membuka peluang bagi pekerjaan jarak jauh atau pekerjaan daring di mana seseorang dapat bekerja dari mana saja, sudah meraih capaian yang luarbiasa.

Kalau itu tidak juga menyurutkan langkah kaum muda itu untuk pindah kewarganegaraan ke Singapore. Pertanyaannya sekarang, ada apa dengan pengembangan konsep "remote work" atau "digital nomad" kita. 

Apakah perkembangan itu hanya sebatas pidato dan retorika politik semata atau bagaimana. Atau untuk mudahnya kita sebut sajakah ini sebagai fenomena HAM semata.

Komparasi adalah hal terpenting disini. Apakah pekerjaan daring yang dapat diakses di negeri ini sudah tak lagi menarik, karenanya mereka berlomba mencari peluang kerja yang lebih baik di luar negeri. 

Beberapa negara, termasuk Singapore, boleh jadi menawarkan lapangan pekerjaan yang lebih luas dan menguntungkan dalam industri atau sektor tertentu. 

Atau, negara-negara asing itu berkemampuan lebih dalam menciptakan faktor kompetisi dalam pasar tenaga kerja global yang dapat mempengaruhi keputusan seseorang untuk mencari peluang di tempat lain.

Juga harus dibaca, meski teknologi informasi telah memungkinkan akses pekerjaan daring di mana saja, infrastruktur yang mendukung seperti akses internet yang cepat dan stabil pada kenyataannya masih menjadi masalah di beberapa wilayah di Indonesia. 

Sementara ketersediaan infrastruktur dan fasilitas pendukung yang lebih baik di luar negeri, termasuk di Singapore, boleh jadi adalah alasan bagi sebagian WNI untuk pindah kesana.

Selain pekerjaan, akses ke pendidikan dan pengembangan karier bisa jadi lebih baik ketimbang hal serupa yang kita bangunkembangkan disini. Ini tentu faktor pemicu lain yang mempengaruhi keputusan seseorang untuk pindah ke luar negeri. 

Singapore misalnya terkenal dengan sistem pendidikan dan pelatihan yang berkualitas tinggi, serta kesempatan untuk memperoleh pengalaman internasional yang berharga. 

Tak heran kaum muda kita memilih pindah ke Singapore untuk memperoleh gelar pendidikan atau pengalaman kerja yang diakui secara internasional.

Fenomena ini menunjukkan pentingnya mengatasi tantangan dalam pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan lapangan kerja di Indonesia untuk mempertahankan dan menarik talenta muda yang berkualitas di negeri ini.

Global Talent Visit

Kini imigrasi Indonesia mencoba mengimbangi "hilangnya" banyak talent muda Indonesia dengan mengeluarkan kebijakan terbaru, yaitu Global Talent Visa.

Secara sederhana Global Talent Visa itu untuk menarik minat talenta terbaik dunia supaya datang dan berkontribusi di Indonesia. Persaingan kerja pun jadi lebih kompetitif.

Program Global Talent Visa yang diperkenalkan oleh imigrasi Indonesia bisa saja menjadi upaya untuk menarik minat talenta terbaik dunia untuk datang dan berkontribusi di Indonesia. 

Program ini dapat menjadi langkah positif untuk meningkatkan persaingan kerja di Indonesia dan mendorong investasi serta pertumbuhan ekonomi.

Namun, tetap ada beberapa kendala dan pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam menjalankan program tersebut.

Pertama, Persaingan dengan Negara Lain. Banyak negara di dunia yang juga berusaha menarik talenta terbaik. Karenanya, Indonesia harus bersaing dengan negara lain dalam hal menarik perhatian dan mempertahankan talenta dunia. 

Persaingan yang sengit ini membutuhkan strategi yang baik dan penawaran yang menarik agar talenta dunia memilih Indonesia sebagai tempat untuk berkontribusi.

Kedua, Infrastruktur dan Lingkungan Bisnis. Untuk menarik talenta terbaik, Indonesia perlu memastikan ketersediaan infrastruktur yang baik, termasuk infrastruktur teknologi informasi, transportasi, dan fasilitas pendukung lainnya. Selain itu, lingkungan bisnis yang kondusif, seperti peraturan yang jelas dan proses birokrasi yang efisien, juga penting untuk menarik dan mempertahankan talenta dunia.

Ketiga, Budaya dan Adaptasi. Para talenta dunia yang datang ke Indonesia juga akan dihadapkan pada tantangan budaya dan adaptasi ke lingkungan yang berbeda. 

Pemerintah perlu memastikan adanya dukungan yang memadai, termasuk dukungan sosial dan integrasi, untuk memastikan para talenta tersebut merasa diterima dan dapat berkontribusi dengan maksimal.

Ilustrasi kaum muda sedang mendengarkan arahan untuk bepergian ke luar negeri. Foto : theonlinecitizen.com
Ilustrasi kaum muda sedang mendengarkan arahan untuk bepergian ke luar negeri. Foto : theonlinecitizen.com

Bagi mereka kaum Diaspora di luar negeri, untuk mendorong partisipasi dan kontribusi mereka, penting bagi pemerintah untuk membangun jembatan komunikasi dan hubungan yang kuat dengan kaum diaspora. 

Berilah insentif dan kesempatan bagi mereka untuk berkontribusi dalam pembangunan negara, dan memfasilitasi pertukaran pengetahuan dan keterampilan antara diaspora dan masyarakat Indonesia.

Secara keseluruhan, program Global Talent Visa dapat menjadi langkah positif untuk menarik minat talenta terbaik dunia ke Indonesia, dengan catatan kritis pemerintah dengan segala stake holdernya dapat mengimplementasikannya secara efektif.

Dengan memperhatikan faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya, agar program ini berhasil dan mampu "menambal" pindahnya talenta muda Indonesia ke luar negeri.

Bisa saja melihat tindakan pindah kewarganegaraan ini sebagai tanda ketidaksetiaan terhadap negara dan kebangsaan Indonesia. Tapi tidak bisa dinafikan adanya kemungkinan birokrasi yang kompleks di Indonesia telah menghalang-halangi arah kemajuan mereka di dalam negeri mereka sendiri.

Kalaulah birokrasi yang rumit dan proses yang lambat menghambat perkembangan dan kemajuan seseorang dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk karier, pendidikan, atau usaha, dapat diatasi dengan baik, tentulah fenomena brain-drain ini dapat digugurkan.

Evaluasi dan reformasi terhadap birokrasi dan sistem administrasi di Indonesia janganlah hanya sekadar orasi politik, melainkan eksekusi birokrasi. 

Karena upaya meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kemudahan akses dalam berbagai sektor akan dapat membantu mengatasi hambatan yang mungkin dialami oleh individu di dalam negeri. 

Langkah-langkah seperti penyederhanaan prosedur, digitalisasi, dan peningkatan layanan publik dapat membantu menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi perkembangan individu dan mendorong mereka untuk tetap berkontribusi di Indonesia.

Katakanlah dari sekian banyak anak bangsa yang tak suka dengan sikon dalam negerinya sendiri, toh masih cukup banyak orang yang memilih untuk tetap berkomitmen terhadap negara asal mereka meskipun menghadapi tantangan birokrasi atau kendala lainnya. 

Mereka boleh jadi memilih untuk berkontribusi dalam kapasitas mereka sendiri, memperjuangkan perubahan positif, atau mendukung pembangunan negara di bidang-bidang yang mereka pedulikan.

Kesadaran akan masalah birokrasi dan upaya untuk memperbaikinya adalah langkah penting dalam membaca fenomena ini. Yang terpenting adalah tidak menggeneralisasi atau menyalahkan semua individu yang memutuskan untuk pindah kewarganegaraan. Setiap individu memiliki alasan dan konteks pribadi yang unik dalam mengambil keputusan tersebut.

Joyogrand, Malang, Mon', July 17, 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun