Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Bob Dylan Tak Tertandingi Memasuki Semua Relung Kehidupan Kita

27 Mei 2023   13:09 Diperbarui: 27 Mei 2023   13:11 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bob Dylan di London pada 27 April 1965. Foto : AP via latimes.com

Generasi Beat

Dalam kariernya, Bob Dylan tidak bisa dipisahkan dengan Allen Ginsberg, penyair Amerika sekaligus satu dari tiga pelopor Generasi Beat, yi kaum muda dekade 1950-1960-an yang menolak masyarakat konvensional, mereka lebih menoleh kepada pandangan Zen Buddhism khususnya tentang perdamaian. Hubungan keduanya bak ayah dan anak yang bersahabat. Mereka menjadi simbol bagi Generasi Bunga yang menolak perang, diskriminasi dan kerakusan kapitalisme barat. Boleh dibilang, baik secara langsung maupun tidak langsung, Generasi Beat mempengaruhi karya-karya Dylan.

Sebagaimana Generasi Beat, lirik-lirik puitik Dylan merupakan suara zaman dimana kapitalisme dipandang serupa Moloch - istilah dalam Howl, puisi Ginsberg - yaitu sejenis monster yang memperpanjang hidupnya dengan menghisap jiwa rakyat negara lain ntah lewat perang atau paket ekonomi yang dikenal sebagai neoliberalisme.

Dalam Blowin' in the Wind, pesan itu tampak jelas. Diksi-diksi tertentu sengaja dipilih Dylan untuk menunjukkan posisinya, misalnya diksi "merpati putih" disandingkan dengan "meriam" dan "tangisan". Sebagaimana diketahui, merpati putih merupakan simbol perdamaian yang dibinasakan oleh Meriam lewat perang sehingga mencipta tangisan di mana-mana.

Dalam lagu berjudul Isis (Dewi dalam mitologi Mesir kuno yang diidolakan sebagai isteri ideal dan Ibu pelindung) dengan lyric sbb :

Aku menikahi Isis pada tgl 5 bulan Mei, tetapi aku tak bisa bertahan lama dengannya, jadi kupotong rambutku, dan pergi ke negeri antah berantah dimana aku tak mungkin salah; aku datang ke tempat tinggi, jauh dari kegelapan, garis pemisah terbentang, melalui pusat kota; aku ikut kuda poniku ke tiang di kanan, masuk ke penatu untuk mencuci bajuku, pria di sudut mendekatiku meminta korek; aku segera tahu dia bukan orang biasa, dia bilang apa kau mencari sesuatu yang mudah ditangkap, kubilang aku tak punya uang, dia bilang itu tak perlu; kami berangkat menuju hawa dingin di utara, aku memberinya selimutku, dan dia memberiku janji, kubilang kita mau kemana, katanya kita akan pulang tanggal empat, aku bilang itu kabar terbaik yang pernah kudengar; aku memikirkan pirus, aku memikirkan emas, aku memikirkan berlian, dan kalung terbesar di dunia, saat kami melewati ngarai, menembus dingin yang tajam; aku memikirkan Isis, dia pikir aku ceroboh, dia bilang padaku suatu hari nanti kita akan bertemu lagi, dan situasinya akan berbeda, lain kali kami menikah, andai aku bisa bertahan dan menjadi temannya, aku masih tak ingat hal terbaik yang dia katakan; kami pergi ke pyramid, semua tertanam dalam es, dia bilang ada mayat yang sedang kucari, jika aku membawanya harganya akan sangat bagus, saat itulah aku tahu apa yang ada di pikirannya, angin melolong, dan salju begitu lebat, kami menerjang malam, dan kami menerjang fajar, saat dia mati aku berharap itu tak menular, tetapi aku sudah memutuskan bahwa aku harus melanjutkannya; aku mengambil mayatnya dan aku menyeretnya kedalam, melemparnya kedalam lubang, aku pasang kembali penutupnya, aku berdoa sebentar agar merasa puas, lalu aku kembali mencari Isis untuk mengatakan aku mencintainya, dia ada di padang rumput, dimana dulu ada anak sungai, dibutakan oleh kantuk dan membutuhkan tempat tidur, aku datang dari timur dengan mata yang berbinar-binar, aku dahulu memakinya lalu pergi, dia bilang dari mana saja, aku bilang tak ada tempat khusus, ia bilang kau tampak berbeda, aku bilang ya kurasa wajar, dia bilang kau telah pergi, aku bilang itu wajib, dia bilang aku akan tinggal, aku bilang jika kau mau aku tinggal ya; Isis oh Isis kau anak yang mistis, apa yang mendorongku kepadamu adalah apa yang membuatku gila; aku masih ingat caramu tersenyum pada tanggal 5 bulan Mei dalam hujan gerimis.

Dylan menulis Isis setelah berpisah dengan isterinya Sarah. Diksi yang dipilih disini adalah perasaan kesal mendalam yang hanya bisa ditumpahkan melalui puisi. Isis yang terbayang tak ada lagi dalam diri Sara. Cinta adalah sebuah kegilaan. Itu adalah versi Dylan sekaligus menunjukkan kemampuannya berpuisi tentang cinta. 

Dylan luarbiasa dalam menulis lagu. Inspirasi bisa didapatkannya dari mana saja, di perjalanan turnya bisa, bersandar istirahat di sebuah pemakaman bisa, bahkan di keramaian pun bisa. Ide-ide itu datang begitu saja, dan ada semacam mekanisme pelatuk yang membuatnya begitu produktif menulis lagu.

Ia bukan seorang kutu buku tulen, atau seorang penggemar berat Shakespeare atau Goethe misalnya, tapi ia mengikuti perkembangan sosial politik dan budaya bahkan perkembangan mental sebuah bangsa. Tak heran kita banyak menjumpai diksi politik dan filosofi yang begitu puitik dalam lagunya, termasuk keresahan yang dirasakan orang-orang pada zamannya.

Hebatnya syair-syairnya dari lebih 600 lagu yang diciptakannya sudah dibukukan. Luarbiasa, buku itu setebal 960 halaman, beratnya tiga belas setengah pon (6,75 Kg), Syair lagu itu memanjang berkelak-kelok tapi konsisten melaju ke depan bak The Great Wall China sejak 1962, diterbitkan oleh Simon & Schuster pada 2014. Buku ini diedit oleh kritikus sastra Christopher Ricks, Julie Nemrow dan Lisa Nemrow, untuk lebih memudahkan menelusuri varian lagu-lagu Dylan, bersumber dari out-take dan penampilan live. Edisi terbatas 50 buku, ditandatangani oleh Dylan, dihargai US $ 5.000. Ini adalah buku terbesar dan termahal yang pernah diterbitkan Simon & Schuster. Itu baru lyric lagu yang dibukukan.

Bob Dylan Centre di Tulsa, Oklahoma, US. Foto : Lester Cohen, latimes.com
Bob Dylan Centre di Tulsa, Oklahoma, US. Foto : Lester Cohen, latimes.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun