Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Dansa Media Komunikasi bagi Rakyat Timtim

1 Mei 2023   16:25 Diperbarui: 1 Mei 2023   16:29 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Festival Fulan Fehan di hamparan padang savana di Belu, Timor barat. Foto : nttonlinenow.com

Hebatnya, kesenian warisan kolonial ini berkembang sangat cepat. Semua kalangan menikmatinya, mulai dari anak-anak hingga usia lanjut. Dalam pesta nikah misalnya, setelah petuah atau sambutan, pemotongan kue pengantin, resepsi dan lainnya yang hanya dilakukan selama 1,5-2 jam, sedangkan dansa dilakukan hingga pagi hari.

Dansa yang pernah saya lihat dan rasakan di Timtim adalah sebuah tarian dengan iringan musik diatonik Eropa. Dalam seni tari, Timtim jauh sebelumnya telah memiliki aneka ragam tari-tarian antara lain tari bidu dan tari likurai. Tarian tsb diikuti oleh perempuan yang memakai kain tais dan hiasan lainnya pada tangan kiri. Sambil membawa babadok (semacam perkusi atau gendang kecil) yang disisipkan pada ketiak sambil menari dan yang lainnya memukul kenong (gong kecil). Mereka berjalan bersama-sama sambil menari. Sementara laki-laki yang ikut menari memakai pakaian adat lengkap dengan ikat kepala yang diberi hiasan bulu-bulu ayam dan membawa surik (semacam pedang).

Lain halnya dengan tarian tebe (seperti tebe liurai, tebe bunak, dahur dll). Tari ini diikuti oleh laki-laki dan perempuan, tua muda bisa ikut menari dengan membentuk satu lingkaran, saling bergandengan tangan dan berputar dengan menghentak-hentakkan kaki sambil menyanyi bersahut-sahutan.

Nyanyian dan lagu daerah Timtim pada umumnya menggunakan bahasa Tetum dengan diiringi musik dari orkes kore metan, yaitu musik tradisional yang terdiri dari gitar, biola, ukuleie, mandolin dan gendang atau perkusi khas Timtim. Musik ini dimainkan dalam upacara pelepasan kain hitam yang dipakai oleh sanak saudara orang yang meninggal, sebagai tanda ikut berduka cita sesudah satu tahun dipakai.

Tak heran, dansa ala Porto begitu mudah menyatu dalam berkebudayaan, karena sudah dari sononya masyarakat Timtim bisa menari dalam ritual mereka yang bernafaskan animisme dan dinamisme jauh sebelum agama Katholik mereka kenal.

Tomas Correia dan Agha Svedco

Menurut Tomas Correia, obyek wisata budaya seperti tari dan ritual lokal pra-Katholik sudah sejak tempo doeloe menjadi potensi utama kepariwisataan Timtim. 13 distrik yang ada di Timtim rata-rata memiliki kekhasan budaya yang menarik. Sebagai contoh upacara panen raya di Maubisse, Ainaro; upacara panen ikan di Atabae, Bobonaro; upacara panen garam di Laga, Baucau; dan upacara panen "Metchi" (semacam cacing laut berwarna hijau) di Moro dan Lore, Los Palos, Lautem. Menurut Correia Timtim juga memiliki kesenian tradisional yang masih murni dan belum bercampur dengan kebudayaan Porto, seperti tarian Dahur (tebe-tebe). Seni tari ini terdapat di Timtim selatan mulai dari Viqueque, Manufahi hingga Covalima.

Agha Svedco yang adalah konsultan pariwisata Timtim di masa Indonesia pernah mengungkapkan di samping obyek wisata budaya, menyusul yang perlu dikembangkan adalah wisata sejarah, berupa elemen-elemen pra kolonial dan peninggalan kolonial Porto, termasuk peninggalan PD II dari Ausie dan Jepang. Dan setelah Timtim merdeka lepas dari NKRI, maka wisata sejarah berikutnya disini tentu adalah peninggalan Indonesia seperti Cristo Rei atau Patung Kristus Raja di bukit Meti Aut, Dili timur, termasuk kl 450 jembatan dan ribuan km jalan yang melintasi Timtim utara dan Timtim selatan, bakal dam Betano, Manufahi, termasuk kantong-kantong transmigrasi di Covalima dst, dan berbagai kuil Hindu peninggalan warga Bali, Indonesia.

Festival dan Lomba Dansa

Di Kabupaten TTU (Timor Tengah Utara) dan Kabupaten Belu Indonesia yang beribukota Atambua, yang berbatasan dengan Distrik Oekusi, Timor Leste, ada semacam internalisasi, dimana tradisi dansa sudah menguat dan mengakar dalam keseharian masyarakat. Masyarakat dari dua negara yang berbeda itu memiliki kesamaan atau corak dansa gaya Timor. Pesta nikah atau acara lainnya kerap dilakukan di perbatasan dan acaranya diwarnai dengan dansa bersama.

Adalah tepat menyelenggarakan lomba dansa di sana sebagai upaya untuk meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara khususnya pelintas batas dari distrik Oekusi. Melalui media dansa itu, diharapkan hubungan masyarakat antara kedua daerah yang memiliki kesamaan sosial kultural dan ikatan emosional yang kuat dapat menjadi atraksi wisata yang menggairahkan bagi kedua daerah, termasuk menjadi momentum unjuk kebolehan bagi para pencinta seni dansa -- lih travel.kompas.com dalam https://tinyurl.com/2kfjxuq4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun