G20 Summit 15-16 November di Bali dan Peluang Indonesia Mengakomodasi Krisis Global
Mencermati sikon sekarang menuju G 20 pada 15-16 November yad di Bali, hanya satu kata untuk Indonesia bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah berhasil menunjukkan kepemimpinannya sebagai teladan Indonesia 1 ke depan pasca pemilu serentak 2024, yi tanpa banyak cingcong berhasil memanage tim intinya mempersiapkan G 20 dengan sebaik-baiknya.
Jokowi memiliki Menko yang piawai mengeksekusi tugas-tugas strategis. Siapa lagi kalau bukan Luhut Binsar Panjaitan. Juga Jokowi memiliki Menkeu Sri Mulyani yang piawai mengatur belanja negara, sehingga boleh dikata di tengah kecamuk pandemi Covid-19 selama 3 tahun terakhir ditambah krisis Ukraina sejak akhir pebruari lalu di mandala Eropa, ekonomi Indonesia relatif aman dan termanage optimal.
G20
Kelompok Dua Puluh atau G20 (Group of Twenty) adalah kelompok yang terdiri dari 19 negara dengan perekonomian besar di dunia ditambah satu organisasi antar pemerintah dan supra nasional yaitu Uni Eropa. Secara resmi G20 dinamakan "The Group of Twenty (G20) Finance Ministers and Central Bank Governors" atau Kelompok Dua puluh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral.Â
Kelompok ini dibentuk tahun 1999 sebagai forum antar pemerintah yang secara sistematis menghimpun kekuatan ekonomi maju dan berkembang untuk membahas isu-isu penting perekonomian dunia. Pertemuan perdana G20 berlangsung di Berlin, 15-16 Desember 1999 dengan tuan rumah menteri keuangan Jerman dan Kanada.
Latar belakang pembentukan forum ini berawal dari Krisis Keuangan 1998 dan pendapat yang muncul pada forum G7 mengenai kurang efektifnya pertemuan itu bila tidak melibatkan kekuatan ekonomi lain agar keputusan-keputusan yang dibuat berpengaruh lebih besar dengan mendengarkan kepentingan yang barangkali tidak tercakup dalam kelompok kecil G7.Â
Kelompok ini menghimpun hampir 90% produk nasional bruto (PNB, GNP) dunia, 80% total perdagangan dunia dan dua per tiga penduduk dunia.
Sebagai forum ekonomi, G20 lebih banyak menjadi ajang konsultasi dan kerjasama hal-hal yang berkaitan dengan sistem moneter internasional. Terdapat pertemuan yang teratur untuk mengkaji, meninjau dan mendorong diskusi di antara negara industri maju dan negara sedang berkembang yang terkemuka mengenai kebijakan yang mengarah pada stabilitas keuangan internasional dan mencari upaya solutif yang tidak dapat diatasi oleh satu negara tertentu saja.
G20 tidak memiliki staf tetap. Kursi ketua dirotasi di antara anggota-anggotanya dan dipegang oleh "Troika" yang beranggotakan tiga anggota yi ketua tahun berjalan, ketua tahun lalu, dan ketua tahun berikut. Sistem ini dipilih untuk menjamin keberlangsungan kegiatan dan pengelolaan. Ketua tahun berjalan membuka sekretariat tidak tetap yang buka hanya selama masa tugasnya.
Sebagian besar anggota adalah negara-negara dengan Keseimbangan Kemampuan Berbelanja terbesar dengan sedikit modifikasi. Belanda, Polandia dan Spanyol, yang termasuk 20 besar, diwakili oleh Uni Eropa. Iran dan Taiwan tidak diikutsertakan. Thailand juga tidak diikutsertakan, meski posisinya di atas Afrika Selatan.
Anggota G20 adalah negara maju dan negara berkembang yang memiliki tingkat pendapatan menengah dan tinggi. Anggota G20 terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggeris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, China, Turki, Uni Eropa.
KTT Women20
Berkebetulan Indonesia memegang presidensi G20 sejak Desember 2021 s.d. G20 Summit November ini di Bali. Sudah banyak yang dikerjakan termasuk misalnya Konferensi Tingkat Tinggi Women20 (W20) pada 19-21 Juli lalu di Hotel Niagara dan The Kaldera, Parapat, Simalungun, Sumatera utara, persis di tepi Danau Toba. W20 summit telah melahirkan "Toba Track", yi komitmen aksi nyata pemberdayaan perempuan.
Pada KTT 2014 di Brisbane, Ausie, para pemimpin G20 berkomitmen dan menargetkan mengurangi kesenjangan gender dalam partisipasi angkatan kerja sebesar 25% pada tahun 2025. Mengerucut pada komtmen tsb, melalui presidensi G20 pada 2022, Indonesia mempunyai tanggungjawab besar untuk fokus pada hasil nyata dalam pemberdayaan ekonomi perempuan.
KTT Women20 di Toba, Indonesia, telah mengidentifikasi dua prioritas utama untuk pemberdayaan perempuan yang bertujuan untuk menciptakan nilai tambah ekonomi dan memberdayakan perempuan dalam ekonomi baru.Â
Pertama, mendukung UMKM perempuan untuk berpartisipasi penuh dalam transformasi ekonomi berbasis digital yang inklusif.Â
Kedua, berinvestasi dalam ketrampilan digital dan STEM (Science Technology Engineering and Mathematic) bagi kalangan perempuan dan anak perempuan untuk berpartisipasi di semua sektor ekonomi.
Peluang Indonesia
Kalau dilihat dari KTT Women20 yang relatif berhasil itu, apalagi di tengah pandemi Covid-19 Presiden Jokowi yang bertangan dingin itu masih sempat melakukan misi damai di mandala Eropa, di mana ia telah berbicara dengan Zelensky dan berbicara dengan Vladimir Putin mengenai prospek damai di mandala Eropa.
Setidaknya pendekatan Jokowi dengan Biden sebelumnya telah mengakomodasi Zelensky bisa hadir di Bali kalau Putin juga hadir di Bali. Disinilah barangkali peran strategis presidensi Indonesia dalam G20 Summit di Bali 15-16 November yad.
Yang membuat kita lega adalah Menlu China Wang Yi ditelepon belum lama ini oleh Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan menjelang pertemuan G20 di Bali. Isinya membahas apa dan bagaimana dukungan China terkait kerjasama dengan Indonesia serta dukungan perhelatan G20 di Bali.
Dalam keterangan resmi Kemenlu Tiongkok, Luhut dikatakan menyampaikan salam tulus Presiden Jokowi kepada Presiden Xi Jinping, dan sekali lagi mengucapkan selamat atas keberhasilan penuh Kongres Nasional Partai Komunis China ke-20 (lih https://tinyurl.com/2c7nx43l).
Luhut memberi penjelasan kepada Wang Yi tentang persiapan Group of Twenty (G20) Summit 15-16 November yad dengan Indonesia sebagai tuan rumah. Luhut menggambarkan dunia kini dihadapkan pada tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya seperti krisis geopolitik dan pemulihan ekonomi yang lamban. Maka peran dan kerjasama Indonesia-China dan G20 Summit di Bali sangatlah penting.
Wang Yi menyambut baik penjelasan itu dan mengatakan dengan Kepemimpinan Sekjen Xi Jinping, China dengan teguh membuat langkah yang lebih besar di jalur sosialisme dengan karakteristik China yang akan membawa stabilitas dan energi positif ke dunia yang bergejolak sekarang ini.
Dengan kata lain, China siap bekerjasama dengan Indonesia untuk memperkuat solidaritas dan kerjasama, serta memberikan kontribusi baru bagi perdamaian dan pembangunan regional dan dunia sesuai dengan arah umum dalam membangun komunitas dengan masa depan bersama yang ditetapkan oleh kedua negara.
Dari political will yang terbaca disitu, kita yakin China akan dengan tegas mendukung Indonesia sukses memenuhi tugasnya dalam Presidensi G20 hingga Bali Summit 15-16 November yad. Koordinasi yang intensif dalam kebijakan ekonomi makro kedua negara akan dapat mengatasi tantangan berat seperti kelesuan ekonomi dunia.Â
Juga krisis geopolitik dunia yang bergeser ke mandala Eropa dalam perang berkepanjangan Rusia Vs Ukraina sudah saatnya diakhiri dengan kesepakatan baru yang akan disisipkan dalam G20 Summit. China dan Indonesia akan kompak bermanuver dalam event besar ini.
Faktor Putin dan Zelensky
Presiden Jokowi telah berbicara dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan salah satu yang terpenting adalah KTT G20 di Bali. Apakah Zelensky akan datang ke Bali usai ditelepon Jokowi?
Kedatangan Zelensky ke G20 Summit di Bali, pastinya bergantung sikon. Kalau Putin datang, Zelensky dipastikan tidak datang. Itu bahasa politik. Tapi kemungkinan, Putin datang dan begitu selesai lalu pulang, Zelensky boleh jadi akan nongol di Bali. Itu bergantung dari rangkaian kegiatan G20. Celah di bagian ending ini saya pikir akan dengan piawai dimainkan Jokowi dan Xi Jinping. Langkah-langkah politik sampai menit terakhir adalah sebuah pilihan cerdas dari politisi bertangan dingin seperti Jokowi dan Xi Jinping.
Presiden Rusia Vladimir Putin belum lama ini juga menelepon Presiden Jokowi pada Rabu 2/11/2022, dan menyatakan bahwa dia belum pasti hadir di KTT G20 Bali. Ini juga bahasa politis yang harus diterjemahkan oleh Jokowi selaku tuan rumah sebagai lagu jazz yang harus diimprovisasi oleh Joe Biden yang dalam hal ini adalah dedengkot Nato dan dunia barat.Â
Jelas kalau dari arah AS, alat musik yang tepat untuk improvisasi dimaksud adalah tenor sax yang biasa dimainkan maestro dunia asal AS yi Stan Getz. Jangan "kemelinti" dengan menggesek biola Stradivarius  dalam nada allegro. Itu akan ambyar kalau misi damai yang dituju. Jokowi tahu persis ini.
Hal penting lain adalah tentang "Black Sea Grain Initiative" atau politik gandum Laut Hitam. Putin mengiyakan permintaan Jokowi. Dengan kata lain Putin akan lanjut majut jalan dengan kesepakatan gandum itu, sejauh Nato dan barat tidak memprovokasi Ukraina untuk mengganggu keamanan pelayaran gandum Rusia dan Ukraina dari Laut Hitam. Turki dan Indonesia berperan penting-strategis disini. Dan ini telah disampaikan Jokowi kepada Sekjen PBB Antonio Guterres.
Kedua hal yang datang dari arah mandala Eropa ini merupakan "focal point" kita, bahwa diplomasi damai Jokowi masih berlanjut, bahkan sampai menit terakhir nanti. Tangan dingin Jokowi sungguh nyata. Di satu sisi ia telah bersepakat dengan Biden bahwa Zelensky ok hadir meski bukan anggota G20, karena Biden telah mengakomodasi Putin bisa hadir lantaran presidensi Indonesia yang netral. Dan ini semakin diperkuat dengan perkembangan politik di Asia timur bahwa China dapat menjamin sepenuhnya akan hadir dalam G20 Summit di Bali. China adalah simbol kemajuan yang sangat besar pengaruhnya di dunia masa kini.
Dunia memang tak boleh dibiarkan menggelontor ke arah chaos ntah itu politik, apalagi ekonomi. Konstelasi geopolitik dunia pasca hengkangnya AS dan Nato dari bumi Afghanistan sudah bergeser banyak. Dengan krisis Ukraina sekarang yang disulut habis-habisan oleh AS dan Nato, mengapa tidak kalau konflik itu dibuat dewasa di pentas G20. Putin dan Biden hadir, meski tak saling sapa, lalu Zelensky nongol di penghujung acara. Itulah hal-hal diluar masalah moneter dan masalah iklim, yi masalah geopolitik dunia yang untuk menjaga jaim masing-masing dapat dirundingkan secara informal di penghujung Bali Summit medio November ini.
Saya pikir inilah momentumnya bagi Jokowi dan Indonesia untuk unjuk gigi dalam kepemimpinan dunia sekarang.
Depok Bolanda, Mon', Nov' 07, 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H