Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengenang Integrasi Timtim 17 Juli 1976 ke Dalam NKRI

12 Juli 2022   17:07 Diperbarui: 12 Juli 2022   17:14 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Eurico Guterres tokoh muda dan Abilio Jose Osorio Soares tokoh senior integrasi dalam foto. Foto : tirto.id

Mengenang Integrasi Timtim 17 Juli 1976 Kedalam NKRI

Dalam permenungan kali ini, saya pikir perjalanan waktu itu tak ubahnya kepulan asap Dji Sam Soe yang adalah sigaro keseharianku. Di teras Mr. Selmus, Jln Pemuda No 48, Depok Bolanda, malam 11 Juli ybl, saya merasa gelisah sekali.

Juli tahun ini ada kegelisahan berat melanda relung-relung terdalam saya. Pelepas termudah adalah merokok tiada henti. Kepulan demi kepulan Dji Sam Soe pun berlenggak-lenggok membubung ke udara dan semakin menipis halus seperti seperti helai-helai benang sutera, kemudian menghilang di langit biru Depok Bolanda.

Saya memang sudah berencana jauh sebelumnya come back ke Depok Bolanda usai mendampingi bungsuku Adrian Aurelius Pakpahan kl 7 bulan (akhir Desember 2021  - 8 Juli 2022) di rumah jadul saya di Makobu Malang.

Timtim sudah lama saya tinggalkan setelah jajak pendapat akhir Agustus 1999. Tapi baru kali ini dalam menapaki Juli, saya gelisah berat seperti itu. Ada bagian meresahkan yang perlu saya goreskan kali ini.

Kl seminggu penuh di penghujung minggu pertama Juli lalu di Malang saya berpikir dan merenungkan kembali masa Timtim masih di pelukan NKRI. Saya membaca berulangkali dari berbagai media kita baik pendapat yang lama maupun yang terbaru yang apabila saya simpulkan nyaris semua mengarah pada kalangan elit kita bahwa Integrasi Timtim kedalam NKRI, menurut mereka,  adalah sampah sejarah yang tak perlu lagi kita ingat.

Saya pun resah-gelisah. Semudah itukah kita meludahi perjalanan sejarah bangsa kita sendiri atau memang karakter politisi kita sejak 1990-an dan membuncah pada 2020-an now tidak lagi berkelas seperti dulu. Pendapat mereka tidak lagi berangkat dari spirit atau roh nasionalisme yang sudah kita bangun sejak 1900-an hingga berdarah-darahnya para founding fathers kita menegakberdirikan NKRI tmt 1945.

Integrasi Timtim kedalam NKRI tidak terjadi begitu saja. Ada spirit ada roh yang menyertainya yi kebangsaan. Ada ketokohan sejarah yang yang tak bisa kita cungkil begitu saja. Ada kekacauan geopolitik yang sudah lama ada dan baru saja kita tebas dari bumi persada ini. Ada pelacur-pelacur politik yang kita coba angkat harkat dan martabatnya dari lumpur kotor kehidupan kolonialisme ke kolam kemerdekaan yang bening airnya.

Ada keberngangaan lebar mulut para kurcaci tak berdaya yang harus kita kasi makan tak ubahnya para kurcaci mengenaskan yang tinggal kulit membalut tulang yang akan dihabisi oleh regu terminator Jerman Nazi pada dekade 1940-an di Auschwitz, Treblinka, Belzec, Majdanek, Chelmno, Sobibor (Polandia) dan Dachau dan Buchenwald (Jerman).

Juni ybl adalah bulan kelahiran dan sekaligus bulan kematian seorang pejuang integrasi yi Abilio Jose Osorio Soares. Sedangkan Juli atau persisnya 17 Juli yad adalah hari bersejarah integrasi Timtim kedalam NKRI saat pemerintah mendeklarasikan Integrasi Timtim Kedalam NKRI. 

Perlukah ini kita lempar begitu saja ke keranjang sampah sejarah sebagaimana opini lama maupun terbaru yang membuat gelisah orang seperti saya yang pernah tau, pernah melakoni dan pernah merasakan apa dan bagaimana itu Integrasi Timtim kedalam NKRI.

Integrasi Timtim kedalam NKRI dikukuhkan dengan UU No. 7 tahun 1976 tentang penyatuan Timtim kedalam NKRI dan Pembentukan Propinsi Daerah Tingkat I di Timor Timur yang disahkan pada 17 Juli 1976 seiring dengan pendeklarasiannya.

Sedangkan Abilio tokoh besar integrasi itu lahir pada 2 Juni 1947 di Laclubar Manatuto (68 Km sebelah timur kota Dili) dan meninggal pada 17 Juni 2007 pada usia 60 di Kupang, NTT.

Cukup banyak tokoh sejarah yang bisa disandingkan dengan Abilio. Abangnya sendiri Jose Fernando Osorio Soares misalnya yang adalah pendiri Partai Apodeti pada Mei 1974 yang berkeinginan keras untuk berintegrasi dengan NKRI jauh sebelum deklarasi . 

17 Juli 1976 itu. Hidupnya berujung barbar dimana kepalanya dipenggal oleh Fretilin yang tengah bereuphoria karena telah memproklamirkan negara Timtim tanpa pengakuan dari manapun pada 28  Nopember 1975, 

lalu saya pun teringat Gubernur pertama Timtim yi Arnaldo dos reis Araujo yang juga patut dikenang dalam peristiwa integrasi tahun 1976; juga tak lupa torehan sejarah pemberontakan pertama rakyat Timtim melawan kolonialisme Porto atau Portugis pada 1959 di Viqueque (185 Km sebelah timur Dili). 

Meski tak berhasil tapi geliat revolusi rakyat itu paling tidak telah membuktikan kolonialisme Porto di Timtim sepanjang 4 abad ini tidak pernah menyurutkan langkah rakyat untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan sejak Belanda dan Porto membagi dua pulau Timor menjadi Timtim (Porto) dan Timbar (Belanda).

Untuk mempersempit view tentang integrasi agar tak melebar kemana-mana, saya lebih memilih fokus pada Abilio Jose Osorio Soares Gubernur terakhir Timtim di masa Indonesia yang menjabat 2 periode yi pertama 1992-1997 dan kedua 1997-1999.

Ia dibemperkan secara politis dari kejaran PBB dan rekayasa dunia barat dan diadili di Jakarta dengan tuduhan pelanggaran HAM berat sebelum dan sesudah jajak pendapat akhir Agustus 1999. Ia sempat di penjara pada 17 Juli 2004 setelah diproses pengadilan ad hoc HAM tingkat pertama pada 14 Agustus 2002 dijatuhi vonis 3 tahun penjara dan ini kemudian diperkuat dengan keputusan pengadilan tinggi HAM pada 13 Maret 2003.

Jumat 5 Nopember 2004 ia dibebaskan atas novum baru dalam PK yang diajukannya melalui kuasa hukumnya Juan Felix Tampubolon dan OC Kaligis berupa surat dari anggota DPR Timtim yang menyatakan Abilio tidak bersalah. Ia di penjara hanya 5 bulan saja pada 2004 itu.

Selebihnya ia kembali ke keluarganya di Kupang NTT dan meninggal 3 tahun kemudian.

Monumen Seroja di halaman depan Mabes TNI Cilangkap. Foto : al90nugraha.blogspot.com
Monumen Seroja di halaman depan Mabes TNI Cilangkap. Foto : al90nugraha.blogspot.com

Ketika ber-empati atas kematiannya. Saya membayangkan betapa sepi beliau meninggalkan dunia fana ini dalam "sepi integrasi" yang sebelum dan sesudah kematiannya terbukti sudah banyak diludahi oleh elite bangsa sendiri yang lidahnya sungguh tak lagi bertulang.

Tapi saya yakin ketika melanjutkan hidupnya di Kupang dari perempat terakhir 2004 hingga 17 Juni 2007, Abilio tentu masih sempat mengenang integrasi Timtim kedalam NKRI pada 17 Juli 2005 dan 30 tahun integrasi pada 17 Juli 2006,

 karena ratusan ribu rakyat Timtim eks Indonesia yang eksodus pasca jajak pendapat 1999 diarahkan untuk bermukim di bilangan Atambua, tak jauh dari Motaain yang adalah tapal batas terdekat dengan Timorleste sekarang, juga tempat yang paling bersejarah sebagai salah satu pintu masuk Indonesia pada Desember 1975.

Kenangan di seputar Abilio mengingatkan saya dua hal penting yang takkan pernah saya lupakan.

Pertama cita-citanya yang belum terwujud hingga kini yi membangun Monumen Integrasi Timtim di Motaain (tapal batas Timtim-Timbar). Dalam kliping koleksi pribadi saya dari STT (Suara Timor Timur) edisi 30 Maret 1993. Abilio dan Hendrikus Fernandez Gubernur NTT ketika itu sepakat monumen itu nanti sebagai fakta sejarah integrasi Timtim kedalam NKRI sekaligus menunjukkan bahwa Timtim dan NTT adalah bersaudara. 

Kedua wilayah itu hanya dipisahkan oleh penjajahan Belanda dan Porto. Kesepakatan tsb dicetuskan dalam rapat pembahasan tapal batas kedua propinsi yang berlangsung di aula Pemda TK II Belu NTT pada senin 29 Maret 1993, yi tahun kedua periode pertama jabatan Abilio sebagai Gubernur Timtim.

Panorama alam di Venilale, Baucau, Timtim. Foto :  baucauadventure.blogspot.com
Panorama alam di Venilale, Baucau, Timtim. Foto :  baucauadventure.blogspot.com

Kedua adalah pernyataan politik PDIP yang seirama dengan apa yang bergolak dalam jiwaraga Abilio yi nasib Timtim yang akan dijajakpendapatkan oleh seorang BJ Habibie yang secara resmi diumumkan oleh Menlu Ali Alatas pada 27 Januari 1999, 

tak lama setelah BJ Habibie selaku Wapres melanjutkan kepresidenan Soeharto yang mengundurkan diri dari kekuasaan karena turbulensi politik yang takkan mungkin diredamnya. Kalaupun diredam paksa dengan kekuatan militer, maka itu akan berkonsekuensi berat pertumpahan darah habis-habisan.

Dalam pernyataan politik yang direlease pada 29 Januari 1999 yang ditandatangani Megawati Soekarnoputri sebagai Ketum dan Alexander Litaay sebagai Sekjen PDIP. Dapat kita lihat, betapa di bagian inilah BJ Habibie terbukti sebagai seorang presiden yang sangat naif soal  politik apalagilah soal geopolitik internasional. 

Dan yang tragis menyedihkan adalah elite-elite politik kita yang berkoar-koar asbun maupun yang sudah tiarap tabun alias tanpa bunyi tak jelas mengalami apa yang dinamakan lalai besar dalam mempertahankan keutuhan teritori nasional kita, karena tak mengerti apa itu arti dan makna keutuhan teritori nasional sebuah negara berdaulat seperti negerinya sendiri yi Indonesia.

Kutipan selengkapnya dari pernyataan politik PDIP yang luarbiasa itu sbb :  1) Bahwa pemerintahan yang ada sekarang adalah pemerintahan yang bersifat sementara (transisi), karena bukan sebagai pilihan rakyat yang demokratis, tetapi sebagai akibat dari keadaan darurat. 

Oleh karena itu pemerintahan yang bersifat sementara demikian itu tidak memiliki otoritas untuk mengambil keputusan-keputusan mengenai nasib negara dan bangsa yang bersifat fundamental seperti mengenai soal keutuhan wilayah negara;

 2) Bahwa pemerintahan sementara saat ini adalah pemerintahan di masa kritis yang mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup rakyat, menjamin ketertiban dan ketenteraman kehidupan rakyat serta menjaga keutuhan bangsa;

 3) Bahwa integrasi wilayah Timor Timur kedalam Negara Kesatuan Republik Indonesia secara politis dan konstitusional adalah sah, karena merupakan manifestasi dari aspirasi kehendak rakyat Timor Timur yang telah diakomodir oleh DPR RI melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 1976 dan dikukuhkan dengan Tap MPR RI No. VI/1978, yang menetapkan bahwa Timor Timur menjadi propinsi ke-27 dan propinsi terakhir dari Republik Indonesia;

4)  Bahwa kenyataan adanya unsur-unsur yang tidak puas terhadap pemerintah Republik Indonesia selama ini, 

bukanlah permasalahan politik tentang Integrasi, tetapi adalah ketidakpuasan dan kekecewaan rakyat Timor Timur yang ditimbulkan sebagai akibat adanya mis-manajemen dalam praktek penyelenggaraan negara di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan yang telah menimbulkan kesenjangan-kesenjangan hubungan dan dis-harmoni antara putera-puteri asal Timor Timur dengan yang berasal dari luar Timor Timur dan dengan Pemerintah Pusat, 

yang tidak mampu diatasi oleh pemerintahan Orde Baru dan pemerintahan transisi sekarang;

5) Bahwa masalah wilayah negara atau bagian wilayah negara bagi semua bangsa di dunia merupakan "vital national interest" yang menentukan hidup atau mati suatu bangsa. Oleh karena itu pemerintah suatu negara di mana pun tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkan secara sepihak melepaskan sebagian wilayah negaranya kecuali dengan persetujuan seluruh rakyat, bila perlu melalui suatu referendum. 

Di dalam masalah Timor Timur, bila pada waktunya MPR harus mengambil keputusan, maka MPR harus menanyakan lebih dahulu kepada seluruh rakyat Indonesia, dan bukan hanya kepada rakyat yang ada di Timor Timur saja; 

6) Bahwa sikap pemerintah secara sengaja memberikan peluang lepasnya propinsi Timor Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dapat dipastikan akan semakin mendorong pertentangan dan pertikaian rakyat Timor Timur yang akan dapat menimbulkan banyak korban dan mendatangkan instabilitas, serta dis-integrasi bangsa.

Oleh karenanya sikap pemerintah tersebut, sangat tidak bertanggungjawab dan sikap ini melampaui batas kewenangan yang diberikan oleh rakyat Indonesia;

7) Berdasarkan hal-hal tersebut, PDI Perjuangan dan seluruh jajarannya dari Sabang sampai Merauke termasuk yang ada di Timor Timur menyatakan menyesalkan dan menolak kebijakan pemerintahan transisi saat ini, yang telah memberikan peluang dan kemungkinan untuk melepaskan propinsi Timor Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai salah satu alternatif pilihan penyelesaian masalah Timor Timur. 

Untuk itu PDI Perjuangan dengan seluruh jajarannya bersama-sama dengan segenap rakyat Indonesia siap untuk membangun rakyat Timor Timur guna mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Patung batu kapur tempaan alam di Baucau, Timtim. Foto : baucauadventure.blogspot.com
Patung batu kapur tempaan alam di Baucau, Timtim. Foto : baucauadventure.blogspot.com

Jajak pendapat di Timtim akhir 1999 lalu sebagaimana kutipan di atas jelas bukanlah referendum. Jajak pendapat hanyalah pengujian atas sebuah keinginan rakyat di bagian wilayah nasional sebuah negara. 

Sedangkan referendum adalah bertanya kepada seluruh rakyat di sebuah nation state, apakah mereka siap melepaskan sepenggal wilayah dari wilayah nasional yang ada atau merevisi UUD atau merevisi falsafah negara atau menciptakan UU khusus tentang masyarakat multikultural dst.

Mencermati semua literasi di atas jelang hari Integrasi 17 Juli yad (46 tahun integrasi) sungguh meresahkan, apalagi sudah ada jarak yang membuat mata kita tidak lagi myopia seperti beberapa saat jelang dan setelah jajak pendapat akhir Agustus 1999.

Betapa konyolnya tindakan BJ Habibie yang masuk dalam perangkap AS dan dunia barat dengan segala kepentingannya begitu saja, apalagi dia bukanlah pemimpin pilihan rakyat melalui pemilu, melainkan hanya menjalankan masa transisi kekuasaan menuju pemilu pasca lengsernya Soeharto. 

Adalah suatu ironi besar bagi bangsa ini bahwa kewenangannya yang tiba-tiba melampaui batas itu tak lagi bisa dikendalikan oleh elite-elite politik yang melingkarinya. So, betapa pandirnya para politisi kita pada awal kejatuhan regime busuk Orde Baru. Praktis hanya PDIP yang bersuara lantang menyatakan pendapat politik yang sejiwa dengan konstitusi kita dan piagam PBB tentang hak teritori sebuah negara berdaulat.

Tiba di penghujung kenangan tentang integrasi, roh integrasi seakan musnah menjadi debu sejarah yang tak berarti dan tak bermakna samasekali ketika saya memastikan bahwa Tap MPR No. VI/1978 tentang Pengukuhan Penyatuan Wlayah Timor Timur Kedalam NKRI ternyata sudah cukup lama dicabut dari jantung legislasi kita. 

Dan saya jadi berpikir apakah UU No. 7/1976 tentang Integrasi Timtim Kedalam NKRI juga menyusul akan dicabut sebagaimana idiotnya pemerintah dan para legislator kita mencabut Tap MPR yang sangat bersejarah itu.

Tahukah mereka bahwa perjuangan untuk setiap jengkal tanah air ini dibayar super mahal bahkan tak ternilai oleh pengorbanan jiwa para pahlawan dan rakyat kita yang tertindas oleh kolonialisme barat. 

Sadarkah mereka bahwa para pejuang yang dimakamkan di TMP Seroja Dili, di TMP Kupang dan para prajurit bangsa yang cacad fisik karena perjuangan integrasi Timtim yang diresettlement di Bekasi dan sekadar dikenang begitu saja dalam bentuk monumen yang berhiaskan nama-nama prajurit yang gugur di medan juang integrasi di halaman depan Mabes TNI Cilangkap.

Mereka itu adalah para korban yang telah kita campakkan begitu saja ke tong sampah sejarah tanpa memaknainya lebih jauh bahwa mereka adalah pahlawan bangsa yang mempertahankan keutuhan NKRI dengan segenap jiwaraganya.

Setelah Sipadan dan Ligitan, lalu Timtim, apakah nasib Papua juga akan seperti itu karena sebuah kegegabahan elite politik yang tak bisa memaknai otentisitas perjalanan sejarah bangsanya sendiri.

Apakah dengan diresmikannya Jembatan BJ Habibie di Dili pada HUT ke-20 jajak pendapat Timtim pada 29 Agustus 2019 lalu kita menganggap urusan kita di Timtim sudah selesai semuanya. 

Kalau memang demikian betapa lihainya Xanana dan Horta berpolitik ketimbang elite politik kita sekarang ini yang lebih menyukai koar-koar soal politik identitas ketimbang membangun kehormatan bangsa Indonesia atas nama kebangsaan dan multikultaralisme dan bagaimanapun takkan pernah sudi mencabut semau gue tak ubahnya si pandir terpandir di portibi ini sebuah Tap MPR bersejarah hanya karena telah dikerjai oleh dunia kapitalisme yang super rakus di bawah AS dkk.

Dirgahayu 46 Tahun Integrasi Timtim Kedalam NKRI (17 Juli 1976 -- 17 Juli 2022), dan dalam menapaki perjalanan berikut, kita sebaiknya mewujudkan terlebih dahulu apa yang pernah diimpikan oleh tokoh integrasi kita Abilio Jose Osorio Soares yi sebuah Monumen Integrasi di Motaain untuk menghormati sebagian dari perjalanan sejarah bangsa kita. 

Monumen itu saya pikir lebih jauh akan selalu mengingatkan kita bahwa saudara-saudara kita  rakyat Timtim sampai menit ini masih bersama kita. Ke depan bisa saja Timtim kembali ke pangkuan NKRI karena salah kaprah jajak pendapat akhir Agustus 1999 lalu.

Mereka sudah semakin pintar dan tahu persis bahwa jajak pendapat tsb adalah rekayasa internasional yang saya kira sangat memalukan dunia dan sangat memalukan kita yang pernah dibodoh-bodohi dunia barat yang menggunakan PBB sebagai tool hanya untuk kepentingan Timor Gap dengan puppet Ausie yang menikam kita dari belakang ketika itu.

Itulah sudut pandang terbaik buat bahgsa kita sekarang ini, sebelum kita disesatkan oleh iming-iming Jembatan BJ Habibie yang dibangun oleh para "panleru" politik di Dili Timtim pada 2018 lalu adalah harga termurah dari jajak pendapat 1999 hasil rekayasa besar dunia barat itu.

Salam Integrasi Bangsa.

Depok Bolanda, Tue', July 12, 2022

Eurico Guterres tokoh muda dan Abilio Jose Osorio Soares tokoh senior integrasi dalam foto. Foto : tirto.id
Eurico Guterres tokoh muda dan Abilio Jose Osorio Soares tokoh senior integrasi dalam foto. Foto : tirto.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun