Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menempatkan Nahum Situmorang dalam Kepariwisataan Danau Toba Sekarang

24 Mei 2022   17:28 Diperbarui: 24 Mei 2022   21:23 1747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nahum Situmorang (tengah, pegang cello) bersama musisi pada zamannya. Foto : sibatakjalanjalan.com

Kini Tabo Cottage sudah menjulang namanya di Eropa dan AS, bahkan di Tuktuk suasana mirip Bali ada terasa seperti cinderamata yang rapi dijajakan di kios-kios cinderamata setempat. Perkafean pun sudah maju dengan layanan yang ramah, demikian juga rumahmakan-rumahmakan wong cilik, termasuk pakter atau lapo tuaknya tidak lagi sembarangan.

Intinya semua sudah mengikuti aturan kepariwisataan, yi tertib, aman, nyaman di tangan para pelaku wisata yang sudah terlatih. Tks Annette dan Antonius yang telah bersusahpayah untuk semua itu.

Annette sudah cukup lama memperkenalkan salah satu paket wisatanya yang unik yi wisata tuak. Paket ini adalah sebuah tur melihat dan menikmati obyek budaya setempat seraya mampir di pakter-pakter tuak yang ada di sekitar obyek wisata. 

Di Samosir, tuak biasa disebut Bir Panjat, karena tuak dihasilkan dari atas pohon enau yang banyak di tanah Batak, setelah itu kemudian dicampur dengan kulit kayu khusus yang disebut raru yang banyak didapatkan di Tapanuli Tengah. Ini sebuah tur yang asyik tentunya. Paket wisata tuak made in Annette ini lumayan laku keras. Turis barat yang terbiasa alkohol berat, ketemu tuak di Toba serasa minum coca cola.

Musik pun cukup ramai. Kafe-kafe ntah itu di Tuktuk, ntah di Tomok, ntah pun yang di dekat tano ponggol yang kini telah ada terusannya, hampir semua musisi wisata yang ada disana telah mengisi acara malam di caf sesaat setelah para turis kembali dari perjalanan wisatanya di lingkar Toba. 

Musik akustik tentu yang dominan, karena anak-anak Toba memang sudah terbiasa bernyanyi dalam paduan suara gereja dan terbiasa pula memetik dawai-dawai gitarnya sembari bernyanyi di teras depan rumahnya masing-masing.

Nah di suatu kesempatan saya berada di salah satu caf tersebut di Tuktuk. Apa yang terjadi? Ada beberapa lagu yang dinyanyikan yang saya kenal. Dipastikan itu adalah lagu-lagu legenda karya Nahum Situmorang. Bagaimana saya tidak kenal dengan "Sega Nama Ho", "Lissoi" dan "Tao Toba". 

Tapi yang mengesalkan koq lagu Lissoi tiba-tiba di tangan mereka jadi ngerock nggak keruan seperti itu, kalau dibuat slow rock ala November Rain-nya Gun N' Roses itu mungkin nggak masalah. Tapi ini mendekati metal. Haduhh.

Terkenang akan hal yang sangat mengusik ini saya berpikir salah satu obyek wisata budaya yang belum disentuh apalagilah dipoles yi Nahum Situmorang. Ia legenda yang nyaris dilupakan begitu saja dari khasanah budaya Batak.

Kita sudah terlalu banyak mengambil dari Nahum Situmorang, nggak musiknya, nggak tutur lagunya dari sudut sosio-antropologi Batak, nggak masalah keguruannya dst. Sekaranglah saatnya bagi Komunitas Wisata di lingkar Toba untuk mengembalikan lagi apa yang telah begitu banyak kita ambil dari sang legenda.

Nahum Situmorang (14 Pebruari 1908-20 Oktober 1969) adalah musisi legendaris Batak kelahiran Sipirok. Dia putera dari seorang Ambtenaar Belanda yi Killian Situmorang dan Ibu boru Tobing. Nahum anak kelima dari 8 bersaudara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun