Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menempatkan Nahum Situmorang dalam Kepariwisataan Danau Toba Sekarang

24 Mei 2022   17:28 Diperbarui: 24 Mei 2022   21:23 1747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret diri Nahum Situmorang komponis besar Batak dalam lukisan. Foto : dedipanigoro.blogspot.com

Menempatkan Nahum Situmorang Dalam Kepariwisataan Danau Toba Sekarang

Dari kacamata kepariwisataan nasional, infrastruktur udara, darat dan perairan danau di Lingkar Toba sekarang sudah bagus. Tks Pak Jkw dan Pak Luhut.

Kita sekarang dapat langsung ke obyek wisata Danau Toba melalui bandara Sibisa di Ajibata Parapat dan bandara internasional Silangit (sekarang bandara Sisingamangaraja XII) di Siborongborong Taput. 

Yang terdekat adalah Sibisa, kl 10 Km saja dari obyek wisata Danau Toba, sedangkan bandara Sisingamangaraja XII kl 69 Km ke Parapat dan yang terdekat ke pantai Agadon dulu di Tobasa kl 60 Km dan dari situ tinggal sewa boat atau naik Ferry ke Samosir.

Now kita bisa masuk dari 3 pintu yi bandara Kualanamu di Lubuk Pakam Deli Serdang sebagai ganti dari bandara lama Polonia di Medan. Medan - Kualanamu hanya berjarak kl 25 Km dan Kualanamu - Parapat kl 158 Km. 

Tol Trans Sumatera pun sudah mendekati finish. Pendek kata itulah optimisme kita sekarang melihat Danau Toba dengan segala prospek kepariwisataannya. Tinggal bagaimana para pelaku wisata disana dapat berimprovisasi untuk mengembangkannya lebih jauh.

Kata kunci kepariwisataan adalah "obyek wisata". Obyek utama adalah keindahan alam Danau Toba. Toba dengan nuansa alamnya tentu bervariasi bergantung bagaimana obyek-obyek wisata alam di lingkar Toba dapat dipoles sesuai kebutuhan wisatawan, ntah itu sebagai geopark, sebagai spot foto yang instagrammable, sebagai perairan yang dapat dinikmati-dilayari dengan aman dan santai dst.

Untuk mengikat wisatawan agar mau berlama-lama di tempat yang indah itu, tentu komunitas wisata di  lingkar Toba harus dapat memoles obyek-obyek historis berdasarkan ethno culture setempat seperti dancing, ritual, artefak dll. Akomodasi pun harus simultan dengan itu, dimana orang akan dapat menemukan akomodasi yang relatif terjangkau dan nyaman karena dilayani secara ramah dan baik. 

Dan pendukung utama apalagi kalau bukan hasil agro-ekonomi komunitas wisata lingkar Toba dan daerah terkait pada jari-jari 60-100 Km, mulai dari beras Pangaribuan dan beras Tobasa, Jeruk Sipoholon, perikanan darat dari Taput dan sekitarnya, buah-buahan dan sayur-sayuran dari Tarutung dan Berastagi, hasil perikanan laut dari Sibolga dan sekitar, Kopi dari Pangaribuan dan Sidikalang dst.

Saya yakin itu semua dapat dikembangkan dalam perjalanan waktu. Katakanlah Tabo Cottage di Tuktuk Samosir yang dikelola Annette Horschmann dan Suaminya Antonius Silalahi sejak belasan tahun lalu. 

Kini Tabo Cottage sudah menjulang namanya di Eropa dan AS, bahkan di Tuktuk suasana mirip Bali ada terasa seperti cinderamata yang rapi dijajakan di kios-kios cinderamata setempat. Perkafean pun sudah maju dengan layanan yang ramah, demikian juga rumahmakan-rumahmakan wong cilik, termasuk pakter atau lapo tuaknya tidak lagi sembarangan.

Intinya semua sudah mengikuti aturan kepariwisataan, yi tertib, aman, nyaman di tangan para pelaku wisata yang sudah terlatih. Tks Annette dan Antonius yang telah bersusahpayah untuk semua itu.

Annette sudah cukup lama memperkenalkan salah satu paket wisatanya yang unik yi wisata tuak. Paket ini adalah sebuah tur melihat dan menikmati obyek budaya setempat seraya mampir di pakter-pakter tuak yang ada di sekitar obyek wisata. 

Di Samosir, tuak biasa disebut Bir Panjat, karena tuak dihasilkan dari atas pohon enau yang banyak di tanah Batak, setelah itu kemudian dicampur dengan kulit kayu khusus yang disebut raru yang banyak didapatkan di Tapanuli Tengah. Ini sebuah tur yang asyik tentunya. Paket wisata tuak made in Annette ini lumayan laku keras. Turis barat yang terbiasa alkohol berat, ketemu tuak di Toba serasa minum coca cola.

Musik pun cukup ramai. Kafe-kafe ntah itu di Tuktuk, ntah di Tomok, ntah pun yang di dekat tano ponggol yang kini telah ada terusannya, hampir semua musisi wisata yang ada disana telah mengisi acara malam di caf sesaat setelah para turis kembali dari perjalanan wisatanya di lingkar Toba. 

Musik akustik tentu yang dominan, karena anak-anak Toba memang sudah terbiasa bernyanyi dalam paduan suara gereja dan terbiasa pula memetik dawai-dawai gitarnya sembari bernyanyi di teras depan rumahnya masing-masing.

Nah di suatu kesempatan saya berada di salah satu caf tersebut di Tuktuk. Apa yang terjadi? Ada beberapa lagu yang dinyanyikan yang saya kenal. Dipastikan itu adalah lagu-lagu legenda karya Nahum Situmorang. Bagaimana saya tidak kenal dengan "Sega Nama Ho", "Lissoi" dan "Tao Toba". 

Tapi yang mengesalkan koq lagu Lissoi tiba-tiba di tangan mereka jadi ngerock nggak keruan seperti itu, kalau dibuat slow rock ala November Rain-nya Gun N' Roses itu mungkin nggak masalah. Tapi ini mendekati metal. Haduhh.

Terkenang akan hal yang sangat mengusik ini saya berpikir salah satu obyek wisata budaya yang belum disentuh apalagilah dipoles yi Nahum Situmorang. Ia legenda yang nyaris dilupakan begitu saja dari khasanah budaya Batak.

Kita sudah terlalu banyak mengambil dari Nahum Situmorang, nggak musiknya, nggak tutur lagunya dari sudut sosio-antropologi Batak, nggak masalah keguruannya dst. Sekaranglah saatnya bagi Komunitas Wisata di lingkar Toba untuk mengembalikan lagi apa yang telah begitu banyak kita ambil dari sang legenda.

Nahum Situmorang (14 Pebruari 1908-20 Oktober 1969) adalah musisi legendaris Batak kelahiran Sipirok. Dia putera dari seorang Ambtenaar Belanda yi Killian Situmorang dan Ibu boru Tobing. Nahum anak kelima dari 8 bersaudara.

Kariernya sebagai penyanyi dimulai sejak masih duduk di bangku sekolah dasar. Pendidikannya yang terakhir adalah sekolah guru Kweekschool di Lembang, Bandung, lulusan tahun 1928. Nahum turut dalam barisan Perintis Kemerdekaan sebagai anggota Kongres Pemuda pada tahun 1928 dan mengikuti sayembara untuk menciptakan lagu kebangsaan. Sayembara ini dimenangkan oleh WR Supratman, sementara Nahum mendapatkan tempat kedua.

Nahum mulai bekerja pada tahun 1929 pada sekolah partikelir Bataksche Studiefonds di Sibolga hingga tahun 1932. Tahun 1932 pindah ke Tarutung untuk bergabung dengan abangnya Guru Sophar Situmorang dan mendirikan HIS-Partikelir Instituut Voor Westers Lager Onderwijs yang berlangsung hingga kedatangan Jepang pada tahun 1942.

Sejak remaja belia, Nahum sudah mencipta lagu dan masa paling produktif baginya dalam mencipta lagu adalah dekade 1950-1960-an s/d 1966, sebelum mulai sakit-sakitan tahun 1967 dan meninggal pada pada Oktober 1969.

Makam Nahum Situmorang di TPU Gajah Mada, Medan. Foto : sibatakjalanjalan.com
Makam Nahum Situmorang di TPU Gajah Mada, Medan. Foto : sibatakjalanjalan.com

Meski musiknya beraneka ragam dan tak seluruhnya bernuansa etnik Batak dan bahkan banyak yang mengadopsi aliran musik Barat macam waltz, bossa, folk, jazz, rumba, bagaimanapun lagu-lagu gubahannya begitu subtil dan melodius. Lirik-liriknya sangat berkelas karena menggunakan kosa kata Batak klasik bercitarasa tinggi, kaya metafora, dan karena cukup baik menguasai filosofi dan nilai-nilai budaya masyarakat Batak, 

Nahum mampu menyisipkan nasehat dan harapan tanpa terkesan mendikte habis.

Ia sangat romantik tapi tidak terjebak dalam fanatisme daerah, ia juga seorang yang melankolis namun menghindari kecengengan katakanlah bila jiwanya resah dengan cinta. Ia melantunkan kegetiran hidup dengan tak meratap-ratap yang akhirnya malah memercikkan rasa muak, sebagaimana kecenderungan lagu-lagu pop Batak sekarang ini. 

Ia jujur meluapkan luka hati akibat cinta terlarang namun tak terjebak menjadi psikopat karena cinta. Banyak alternatif dalam hidup ini. Terlihat betapa visi Nahum jauh melampaui visi manusia pada zamannya.

Pasca pendudukan Jepang, ia berkelana dari satu kota ke kota lain sebagai pedagang permata sembari mencipta lagu-lagu bertema perjuangan dan lagu-lagu pop Batak pada umumnya. 

Dalam kesempatan inilah ia memasuki dunia Batak dengan berbagai puak yang menghuni Sidempuan, Sipirok, Sibolga, Tarutung, Siborongborong, Dolok Sanggul, Sidikalang, Balige, Parapat, Pematang Siantar, Berastagi dan Kabanjahe. 

Dalam hidup nomadik bak gipsy ini justeru bermunculan karyaciptanya yang luarbiasa itu, khususnya dari sudut sosio-antropologi Batak.

Erwin Situmorang salah satu pewaris Nahum. Erwin cucu dari Manase Situmorang yi salah satu abang Nahum. Erwin menyebut ada kurang lebih 140 lagu gubahan Nahum Situmorang dalam kurun 30 tahun (1932-1962).

Tahun 50-60-an adalah masa paling produktif Nahum. Di fase ini lahir lagu legendaris seperti Lissoi, Alusi Au, Ketabo dll. Hanya saja. demikian Erwin, kami baru bisa mengumpulkan sebanyak 120 lagu dari 140 lagu yang diciptakan komponis besar ini.

Nahum memiliki daya imajinasi serta empati yang luarbiasa. Ia bisa menulis lagu yang seakan dirinya sendiri pernah atau tengah mengalaminya. Salah satu contoh adalah lagu "Anakhonhi do Hamoraon di Au" (Anakkulah kekayaanku yang Terutama). Lagu penuh beat ini menggambarkan seorang ibu yang siap berlelah-lelah demi nafkah dan pendidikan anaknya hingga tak mempedulikan kebutuhan dirinya.

Lagu tersebut akhirnya telah dijadikan semacam hymne oleh kaum ibu Batak, yang rela mati-matian berjuang demi anak. Kemampuannya berempati itu sungguh menakjubkan, padahal ia tak pernah berumahtangga (apalagi memiliki anak).

Dalam lagu "Modom ma Damang Unsok," la bersenandung bak suara lirih seorang ibu yang sedih karena ditinggal pergi suami namun tetap meluapkan cintanya pada anak lelakinya yang masih kecil hingga seekor nyamuk pun takkan ia perkenankan menggigit tubuh si anak.

Yang luarbiasa ketika ia menulis lagu "Boasa Ingkon Saonari Ho Hutanda" yang menggambarkan susahnya hati ini karena jatuh cinta lagi pada perempuan yang datang belakangan, sementara ia sudah terikat perkawinan. Kembali kita lihat betapa Nahum seakan pernah mengalaminya.

Selain memiliki daya imajinasi yang tinggi, Nahum harus diakui punya empati yang amat dalam atas diri dan kemelut orang lain. Dalam lagu "Beha Pandundung Bulung," misalnya, ia begitu imajinatif dan estetis mengungkapkan perasaan rindu pada seseorang yang dikasihi. 

Liriknya sbb : "Beha pandundung bulung da inang, da songonon dumaol-daol/Beha pasombu lungun da inang, da songon on padao-dao/Hansit jala ngotngot do namarsirang, arian nang bodari sai tangis inang/Beha roham di au haholongan, pasombuonmu au ito lungun-lungunan." Nahum melukiskan perasaan rindu itu begitu halus, indah dalam nada-nada melow.

Yang sangat menyentuh sanubari kita adalah "Nahinali Bangkudu." Lirik dalam lagu ini ibarat tragedi dalam drama-drama klasik Junani, dimana sang lelaki akan mati di usia yang tak lagi muda namun dengan status lajang. Dengan penggunaan metafora yang sangat menyentuh, Nahum meratap : 

"Atik parsombaonan dapot dope da pinele, behama ho doli songon buruk-burukni rere. Mate ma ho amang doli, mate di paralang-alangan .." Ini boleh jadi potret diri Nahum jelang ajalnya pada Oktober 1969.

Nahum tak saja piawai menulis lagu yang berorientasi musik Barat yang kemudian diolah secara kreatif, ia juga piawai mengetuk sanubari kita lewat komposisi berciri etnik dengan unsur "andung-andung" (ratapan), misalnya "Huandung ma Damang," "Bulu Sihabuluan," "Assideng-Assidoli," "Manuk ni Silangge," dll yang kental dengan unsur uning-uningan atau alat musik tradisional Batak seperti sulim, sarune, sordam, hasapi, gondang, taganing, garantung dst.

Dari 120 lagu karya cipta Nahum yang mampu dikumpulkan para pewarisnya, itu semua tak ubahnya kumpulan 120 kisah tentang manusia Batak, alam Tano Batak dan segenap romantika hidup yang ada disitu.

Di samping piawai menggambarkan suasana hati, Nahum juga sangat mampu merekam aspek sosio-antropologis masyarakat Batak yang pernah disinggahinya. Dalam "Ketabo-ketabo," misalnya, Nahum menceritakan suasana riang kaum muda Angkola-Sipirok saat musim salak di Sidempuan, sementara dalam "Lissoi-Lissoi" yang kesohor itu, terekam sepenuhnya suasana lapo tuak pada zaman Nahum dan kita yang berkebetulan menikmati lagu itu seakan hadir disana.

Itulah Komponis Legendaris Nahum Situmorang dan jujur saja kita harus mengembalikan apa yang sudah banyak kita ambil dari komponis besar itu. Bagaimana agar ada Rumah Legenda Nahum Situmorang di Urat Samosir selaku tempat asal-usul ortu dan keluarga besarnya, sebagaimana di AS ada rumah Woody Guthrie dan rumah Bob Dylan selaku legenda musik AS.

Singkatnya salah satu pesona obyek wisata budaya di lingkar Toba ke depan ini adalah legenda kita Nahum Situmorang. Inilah saatnya pemerintah membantu Yayasan dan keluarga besar Situmorang agar semuanya bersatu memindahkan makam almarhum dari TPU Gajah Mada, Medan ke tanah pilihan untuk Rumah Besar Nahum Situmorang selaku obyek wisata budaya monumental di Urat Samosir Lingkar Toba.

Niscaya dengan kehadiran obyek wisata monumental ini, kita dapat mengenal lebih jauh Nahum dari semua sisi yang penting dalam kehidupannya, khususnya karya besarnya di bidang musik dan keguruan. Itulah semua ragam peninggalan almarhum yang harus ada atau diadakan di rumah besar itu. Dan ini dipastikan akan menjadi salah satu pesona dalam kepariwisataan dunia.

Joyogrand, Malang, Tue', May 24, 2022.

Nahum Situmorang (tengah, pegang cello) bersama musisi pada zamannya. Foto : sibatakjalanjalan.com
Nahum Situmorang (tengah, pegang cello) bersama musisi pada zamannya. Foto : sibatakjalanjalan.com


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun