Senator Texas dari Partai Republik Ted Cruz bahkan men-tweet sebuah artikel Wapo yang mengutip seorang pejabat Amerika yang tidak disebutkan namanya yang menunjukkan bahwa perjalanan itu lebih mengemuka tentang bagaimana memompa profil Harris ketimbang mencari solusi.
Seberapa serius administrasi Biden mengutamakan keamanan nasional kita? tulis Cruz. Di ambang potensi perang di Eropa, mereka kalangan Demokrat malah menggunakan konferensi keamanan sebagai sesi pemotretan untuk Kamala, dan kemudian membocorkan kepada pers bahwa dia sama sekali tidak memenuhi syarat untuk berada di sana, tambah Cruz.
Perkembangan performa Kamala Harris adalah penting bagi rakyat AS, karena sebagai Wapres, Harris memiliki batu loncatan yang jelas untuk pencalonan presiden dari Partai Demokrat jika Biden, yang sekarang berusia 79 tahun, memilih untuk tidak mencalonkan diri lagi pada 2024.
Bagaimana dia tampil di panggung dunia akan membantu meyakinkan pemilih bahwa dia memiliki apa yang diperlukan untuk melangkah ke posisi teratas, terutama di saat genting sekarang dimana AS dan sekutu baratnya sedang berhadapan dengan Beruang Russia yang baru bangun dari tidur panjangnya selama ini.
Russia yang meluncurkan operasi khusus ke Ukraina 24 Pebruari lalu yang bertujuan untuk menetralisir negara itu sebelum dapat menjadi landasan peluncuran untuk serangan NATO ke Russia. Tindakan Putin yang sulit dimengerti barat ini telah memicu sanksi besar-besaran dari AS dan sekutunya. Barat berniat menghancurkan ekonomi Russia, termasuk keputusan 8 Maret lalu untuk melarang impor minyak Russia ke AS.
Lagu lama AS ini masih diikuti oleh sekutu baratnya memang. Eee di tengah jalan Jerman dan Hungaria sepertinya tersentak untuk tidak mau begitu saja mengikuti langkah tak logis AS ini karena Eropa barat bergantung sepenuhnya pada energi Russia.
Nekadnya Joe Biden ntah karena harga diri Demokrat yang mulai bingung karena di internal AS ada serangan balik dari kalangan Republik seperti Senator Texas Ted Cruz yang adalah salah satu kader Republik. Belum Lagi dari mantan Presiden AS Donald Trump yang sejak tahun lalu melihat ada peluang besar untuk kembali menguasai Kongres pada tahun-tahun mendatang dengan kelemahan Demokrat di bawah Joe Biden yang baru 2 tahun menjalani kekuasaannya. Tendangan pertama Trump tahun lalu adalah keterbiritan AS evakuasi dari Afghanistan setelah menggenggamnya tanpa hasil selama kl 20 tahun. Nyawa anak bangsa dan beaya operasi militer sudah tak terhitung, termasuk beaya membangun Afghanistan yang dapat mandiri dan tunduk pada AS ternyata tak pernah terwujud.
Apa yang dilakukan Biden tak lebih dari melepas Afghanistan begitu saja tanpa sebuah deal yang jelas dengan Taliban. Dan kini karena tidak antisipatif dan malah seakan jagoan, Biden yang merasa pernah punya deal dengan Ukraina di masa kewapresannya di era Obama, malah hendak mencengkeram Ukraina jatuh ke pelukan Nato. Dia tidak paham siapa Putin dengan segala kepentingan nasional Russia di Ukraina, demikian serangan Trump berkali-kali pada moment pertemuannya dengan massa Republik. Sepertinya krisis Ukraina telah meyakinkan Trump untuk kembali dalam percaturan politik menuju Pilpres 2024. Trump mulai mengkoreografi gerakan Republik untuk mempreteli Demokrat di teater politik AS. Hillary Clinton dan Nancy Pelosi politisi senior Demokrat termasuk yang dipreteli Trump setelah Joe Biden dan Kamala Harris.
Mental Perang Dingin masih begitu kuat di benak Demokrat, seakan AS dan Nato tetap tak tertandingi hingga saat ini tanpa berkaca pada Afghanistan dan tanpa mempelajari dengan seksama bahwa Beruang di tanah Russia yang luas itu dan Naga Merah China yang semakin kuat magnitude ekonominya telah menyurutkan AS dan sekutu baratnya dalam banyak hal.
Kita lihat larangan membeli energi Russia malah harga minyak yang sudah naik melonjak menjadi US $ 130 per barel selama akhir pekan, dan harga bensin di AS juga mulai naik tajam, sangat merusak pasar saham AS. Sebagai tanggapan, Biden mencoba mendekati beberapa produsen minyak dunia lainnya, termasuk Arab Saudi dan Venezuela - dua negara yang dikritiknya secara tajam selama ini. Saudi karena pembunuhan Jamal Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul. Ia menuding putera mahkota Pangeran Mohammed bin Salman berada di balik pembunuhan itu. Venezuela karena Nicolas Maduro pengganti Hugo Chavez adalah sosialis kotor yang tak match dengan AS. Terbukti Saudi dan UEA tak menanggapi call dari gedung putih, apalagilah Nicolas Maduro yang terang-terangan mendukung operasi khusus Russia di Ukraina.