Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

198 Dari 27.722 Ponpes Indonesia Terafiliasi Terorisme

31 Januari 2022   15:04 Diperbarui: 31 Januari 2022   15:35 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto by Nonia B. Nes, flickr.com

198 Dari 27.722 Ponpes Indonesia Terafiliasi Terorisme

Sepertinya kita sudah jenuh mendengar istilah teror dan adanya orang atau kelompok yang terafiliasi terorisme di negeri ini. Tapi apa mau dikata istilah ini akan selalu muncul, karena sikon Indonesia memang rumit sejauh katakanlah terowongan transformasi belum juga tuntas dilewati. Bayangkan, 76 tahun merdeka terowongan aneh itu belum juga berhasil kita lalui. O God!

Kabar-kabari yang nongol belum lama ini adalah pernyataan Kepala BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) Komjenpol Boy Rafli Amar yang menyebut ada 198 pondok pesantren terafiliasi dengan terorisme, yi 11 pesantren terafiliasi dengan jaringan organisasi teroris JAK (Jamaah Anshorut Khilafah), 68 pesantren terafiliasi dengan JI (Jemaah Islamiyah), dan 119 pesantren terafiliasi dengan AD (Anshorut Daulah) atau simpatisan ISIS.

Mengutip CNN Indonesia edisi 28 Januari ybl : "Kami menghimpun Ponpes yang kami duga terafiliasi dan tentunya ini juga merupakan bagian upaya dalam konteks Intel pencegahan yang kami laksanakan di lapangan," ucap Boy pada rapat dengan Komisi III DPR, pada Selasa 25 Januari ybl.

Suasana Ruang Publik Sekarang

Tak heran tak kurang dari satu minggu terakhir ini berkembang pendapat yang pro maupun kontra. Muhammad AS Hikam Mantan Menristek pada era Gus Dur misalnya mengingatkan dalam timeline facebooknya belum lama ini agar  "respon terhadap pernyataan BNPT bahwa ada 198 ponpes yang terafiliasi Terorisme, perlu berhati-hati, cermat, tak grusa grusu, dan tak Emosi. Teliti Validitas dan Akurasinya untuk langkah pencegahan serta penindakan yang Efektif".

Bahkan menyusul dalam wartaterkini.news edisi 30 Januari ybl terbaca kepala berita "Polisi Geledah Rumah Terduga Teroris Di Bekasi". Tim Densus 88 bersama Polsek Tarumajaya menggeledah sebuah ruko dan rumah kontrakan yang ada di wilayah Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, Jabar, pada Sabtu petang 29 Januari ybl. 

Diduga kuat penghuni ruko itu terlibat jaringan Jamaah JAD, Penggeledahan dilakukan guna mencari barang bukti yang menguatkan keterlibatan para terduga teroris yang ditangkap berawal dari terungkapnya kasus curanmor dengan dua orang tersangka di wilayah hukum Polsek Tarumajaya. 

Dua orang penadah yang berhasil diamankan, diduga kuat merupakan anggota JAD yang tengah diburu oleh tim Densus 88 Anti Teror Mabes Polri.

Penggeledahan ini berawal dari kasus pencurian sepeda motor dengan tersangka dua orang yang masih di bawah umur, dan dari hasil pemeriksaan, para tersangka ini menjual hasil curiannya kepada penadah yang hari itu digeledah kediamannya di Setu. 

Penggeledahan dilakukan di dua lokasi yaitu di sebuah ruko di Jalan MT. Haryono, Cijengkol, Kecamatan Setu, sedangkan lokasi kedua di sebuah rumah kontrakan yang ada di Jalan Lubang buaya, Desa Lubang Buaya, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi.

Kepolisian Bekasi bersama tim Densus 88 tengah mendalami keterlibatan keduanya dengan Jaringan JAD.

Update berita dari berbagai media sepertinya berpacu dalam lomba, karena memang liputan soal terorisme ini banyak peminatnya. He He ..

Kita lihat damailahindonesiaku.com mengutip tanggapan BNPT sehubungan respon sebagian publik yang menggeneralisasi seolah BNPT anti-Pesantren, bahkan ada pula yang menuduh itu adalah narasi islamofobia.

Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid di Jakarta, Sabtu 29 Januari ybl menjelaskan bahwa data tersebut merupakan hasil kerja pemetaan dan monitoring dalam rangka pencegahan radikal terorisme. Hal itu untuk memberikan warning dan meningkatkan kewaspadaan bagi semua stakeholder.

Sebagai lembaga koordinator, BNPT telah menerapkan kebijakan dan strategi "Pentahelix" atau multi pihak dengan merangkul dan melibatkan lima elemen bangsa, yakni : 1) pemerintah melalui kementerian/lembaga, 2) komunitas melalui organisasi kemasyarakatan termasuk pondok pesantren, 3) akademisi melalui pelibatan dosen, mahasiswa dan pelajar, 4) dunia usaha melalui pelibatan perusahaan baik BUMN maupun swasta, dan 5) media melalui pelibatan insan media baik cetak, elektronik dan digital.

Berdasarkan data di Kementerian Agama jumlah Ponpes di seluruh Indonesia ada sekitar 27.722. Artinya, 198 pesantren yang terindikasi terafiliasi jaringan terorisme tersebut hanya sekitar 0,007 persen yang harus mendapatkan perhatian agar tidak meresahkan masyarakat. 

Keberadaannya justeru akan mencoreng citra pesantren sebagai lembaga khas nusantara yang setia membangun narasi islam rahmatan lil alamin dan wawasan kebangsaan.

Pada kesempatan itu, Nurwakhid juga mengungkapkan beberapa indikator pesantren yang disebut terafiliasi dengan jaringan terorisme. Pertama, pesantren yang secara ideologis terafiliasi dengan ideologi jaringan terorisme, dan atau melakukan kegiatan ataupun aktivitas bersama di bidang politik maupun sosial keagamaan. Kedua, pesantren yang secara ideologis maupun organisasi terafiliasi dengan jaringan terorisme sebagai strategi kamuflase atau siasat memyembunyikan diri dan agendanya (taqiyah) dan atau strategi tamkin, yaitu strategi penguasaan wilayah ataupun pengaruh dengan mengembangkan jaringan ataupun menginfiltrasi ke organisasi maupun institusi lain. Ketiga, pesantren dimana oknum pengurus dan atau para santri dari Lembaga tersebut terkoneksi atau terafiliasi dengan jaringan terorisme. Keempat, pesantren yang terkoneksi atau terafiliasi dalam pendanaan maupun distribusi logistik dengan jaringan terorisme.

Menurut BNPT setidaknya ada lima indikator yang mencirikan pesantren yang memiliki corak pengajaran dan pendidikan yang mengarah pada pemikiran radikalisme. Pertama mengajarkan paham takfiri dengan mengkafirkan pihak lain yang berbeda pandangan maupun berbeda agama. Kedua bersikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleran terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas). Ketiga mengajarkan doktrin dan ajaran Anti Pancasila dan pro ideologi khilafah transnasional. Keempat memiliki sikap politik anti pemimpin atau pemerintahan yang sah dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan masyarakat (public distrust) terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, hate speech, sebaran hoaks dan konten lainnya yang mengarah memecahbelah persatuan. Kelima pesantren yang pada umumnya memliki pemahaman anti budaya ataupun anti kearifaan lokal masyarakat.

Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi alias Gus Fahrur khawatir pernyataan BNPT menimbulkan stigma buruk bagi pondok pesantren. Oleh karena itu, ia meminta BNPT membuka daftar pesantren yang diduga berkaitan dengan terorisme agar tidak simpang siur.

"Kalau tidak diberikan penjelasan, kita ikut kena getahnya. Orang jadi takut ke pesantren karena dianggap jadi teroris. Padahal, pesantren NU kami jamin 100 persen garansi, tidak ada yang terlibat terorisme, kata Fahrur kepada CNNIndonesia.com belum lama ini.

Fahrur menyampaikan ada sekitar 20 ribu pondok pesantren yang dinaungi NU dan yakin tak ada satu pun yang terlibat terorisme. Menurutnya, prinsip dasar pesantren NU adalah tidak boleh melawan pemerintah yang sah meski pemerintahannya buruk.

Dia menduga pondok pesantren yang dimaksud BNPT adalah pesantren di luar naungan NU. Fahrur menyebut saat ini banyak orang menyewa rumah di perumahan lalu menjadikannya pesantren.

Bagaimana dengan Muhammadiyah? Kita kutip timesindonesia.co.id edisi 28 Januari ybl yang mengutip Sekretaris Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional PP Muhammadiyah Wachid Ridwan bahwa seharusnya BNPT tak perlu menyebut adanya ratusan pesantren yang terafiliasi dengan terorisme di forum terbuka. 

Publik cukup tahu bahwa ada banyak lembaga pendidikan agama berbasis pesantren yang terindikasi dengan kelompok jaringan keras, baik secara ideologis maupun pendanaan, Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta itu pun menilai, apa yang dilakukan oleh BNPT tersebut kurang tepat. Bisa saja masalah ini akan berbuntut panjang.

Jumlah Ponpes Muhammadiyah, mengutip dikdasmenppmuhammadiyah.org, ada tercatat 326 Ponpes, dengan jumlah terbanyak di Jateng 119, Jatim 67 dan DIY 35.

Defensif atau Ofensif

Dalam sikon Indonesia yang sejauh ini belum juga mampu melewati terowongan transformasi sebagaimana telah saya singgung di muka, tentu memaksa kita bertanya apakah kita hanya bertahan saja atau melakukan gempuran total tanpa sergapan-sergapan sporadis seperti yang terjadi selama ini.

Soal penanganan terorisme yang sekarang menonjol di tangan BNPT. Saya tidak sependapat bahwa itu melulu urusan BNPT. Tidak. Penangkalan Terorisme adalah tupoksi dunia intelijen. 

BNPT saya pikir hanya menanggulangi ancaman umum keamanan dalam negeri setelah mengolah data-data dari jejaring intelijen kita, bahkan dalam arti luas yi dari komunitas intelijen kita sendiri, termasuk masyarakat umum.

Saya setuju dengan Prayitno Ramelan di Kompasiana belum lama ini agar kita membenahi leadership dalam keintelijenan kita, termasuk Max Webe yang juga menulis di Kompasiana agar BIN kita jangan mandul begitu, setidaknya belajarlah dari zaman AM Hendrpriyono yang lumayan berhasil.

Dan masalah framing dari NU dan Muhammadiyah yang cenderung tak setuju fakta itu diekspose secara terbuka. Itu wajar, mengingat keduanya adalah ormas Islam terbesar di negeri ini. 

Hanya saja pernyataan PB NU dan PP Muhammadiyah terlihat lagu lama dan boring bagi kita, karena keduanya masih juga belum yakin bahwa bangsa ini sudah lama percaya bahwa keduanya adalah nasionalis sejati yang tak pernah menunggangi Islam hanya dan karena kepentingan politis semata.

Kalaupun ada oknum-oknum seperti Desmon. Fadli, Fahri dan sebangsanya berkoar bahwa itu semua bulshitt. Ini lagi-lagi harus ditegaskan sebagai pendapat perorangan. 

Semuanya tentu berpulang kepada parpol masing-masing agar membenahi pola rekrutmen politisi dan kaderisasi di internal mereka. Jangan asal rekrut kalau nggak mau jadi parpol kacangan di mata analist dan publik. Kl begitu.

Kita tahu Munarman salah satu pentolan FPI yang sudah dibubarkan itu, juga bukan karena salah satu gembong FPI maka ditangkap. Tapi Munarman seperti dinyatakan Kepala BNPT jelas-jelas terlibat langsung dengan tindak terorisme sebagaimana banyak bukti forensik yang ada.

Aktivis Medsos yang punya kl 1,2 juta pengikut yi Denny Siregar belum lama ini Twitternya sudah dibungkam oleh provider. Mengapa? Ya, pastinya counter attack dari pihak yang selama ini diberondongnya sebagai kalangan garis keras fanatik yang tak tau diri. 

Orang boleh jadi mengomel panjang pendek mengapa Bahar Smith langsung ditangkap kalau ada kicauan serupa dan Denny Cs masih sedang dalam proses terus. Ya mereka marah karena tak bisa lagi membedakan hal yang substansial. He He ..

Kita tentu harus semakin kritis melihat ini semua bahwa polemik kecil yang dibesar-besarkan semacam ini sama sekali tak perlu. Polemik model begini tak ubahnya polemik anak-anak TK yang kalau dibiarkan berlarut membuat si bodoh semakin bodoh. Nah si bodoh inilah yang selalu ditunggangi jadi riot everywhere. Boring.

Kembali lagi ke dunia intelijen kita. Setidaknya kita harus mau belajar dari pengalaman Shin Bet dalam menangani keamanan internal Israel. Saya yakin sekali bahwa BIN akan lebih berkelas dalam keamanan internal, ketimbang harus merangsek seperti CIA, KGB dan Mossad untuk menangani sendiri ancaman dari luar. 

Ancaman dari luar terkait terorisme ya bagus-baguslah menjalin kerjasama dengan intel asing tanpa konflik kepentingan bahwa itu Israel, itu China, itu Russia dst. 

Lihat kucing, yang penting si kucing professional menangkap tikus terlepas dari warna bulunya. Belajarlah dari situ, kata Deng Hsiao Ping. Jangan hanya tertipu oleh segelintir orang yang seolah tokoh atau bahkan ditokohkan yang menunggangi agama padahal cari doku.

Itulah selama ini sosok mereka yang menseolahkan dirinya sebagai pembela Palestina, Padahal apa siapa dan bagaimana Palestina itu mereka tak pernah tahu, karena tahunya hanya dari para pendoktrin semacam Bahar dan Arab-Arab tak jelas sebangsanya.

Tak heran kita jadi jauh dan semakin jauh dari guru yang sangat layak ketimbang CIA dan KGB yi Shin Bet Israel hanya karena takut para pendoktrin dan sensitifitas komunitas yang telah terdoktrin habis itu.

Saya pikir yang terakhir dan bukan penghabisan adalah kepada departemen terkait khususnya Kementerian Pendidikan. Saya heran melihat cara kerja kalian. Bukankah Ponpes atau apapun namanya itu, kalianlah yang bertanggungjawab dalam menetapkan statusnya ntah itu terdaftar, disamakan dll. 

Meskipun Ponpes adalah onderbouw dari ormas tertentu, bukankah kalian yang menstempelnya agar eksis dan berkembang di dunia pendidikan setelah semua semua syarat teknis dan ideologis terpenuhi. Bukankah pendekatan dalam ilmu administrasi negara salah satunya adalah pendekatan turbulensi dan the hidden agenda.

Atau jangan-jangan para penilik kalian hanya mengunjungi Ponpes-ponpes itu sekadar meneken SPPD di tempat saja atau bagaimana. Sementara kalian melupakan BIN dan para penyidik Polri. O God!!

Jempol buat keberanian BNPT dalam ekspose itu dan semoga komunitas intelijen kita dengan loko BIN - yang harus dipaksa belajar tau diri itu - akan semakin terintegrasi ke depan ini. Dengan demikian langkah berikut hanya tinggal gempuran total terhadap terorisme dan separatisme di internal Indonesia.

Joyogrand, Malang, Mon', Jan 31, 2022

Penggerebekan terduga teroris di Bekasi. Foto dok wartaterkini.news
Penggerebekan terduga teroris di Bekasi. Foto dok wartaterkini.news

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun