"Kalau tidak diberikan penjelasan, kita ikut kena getahnya. Orang jadi takut ke pesantren karena dianggap jadi teroris. Padahal, pesantren NU kami jamin 100 persen garansi, tidak ada yang terlibat terorisme, kata Fahrur kepada CNNIndonesia.com belum lama ini.
Fahrur menyampaikan ada sekitar 20 ribu pondok pesantren yang dinaungi NU dan yakin tak ada satu pun yang terlibat terorisme. Menurutnya, prinsip dasar pesantren NU adalah tidak boleh melawan pemerintah yang sah meski pemerintahannya buruk.
Dia menduga pondok pesantren yang dimaksud BNPT adalah pesantren di luar naungan NU. Fahrur menyebut saat ini banyak orang menyewa rumah di perumahan lalu menjadikannya pesantren.
Bagaimana dengan Muhammadiyah? Kita kutip timesindonesia.co.id edisi 28 Januari ybl yang mengutip Sekretaris Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional PP Muhammadiyah Wachid Ridwan bahwa seharusnya BNPT tak perlu menyebut adanya ratusan pesantren yang terafiliasi dengan terorisme di forum terbuka.Â
Publik cukup tahu bahwa ada banyak lembaga pendidikan agama berbasis pesantren yang terindikasi dengan kelompok jaringan keras, baik secara ideologis maupun pendanaan, Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta itu pun menilai, apa yang dilakukan oleh BNPT tersebut kurang tepat. Bisa saja masalah ini akan berbuntut panjang.
Jumlah Ponpes Muhammadiyah, mengutip dikdasmenppmuhammadiyah.org, ada tercatat 326 Ponpes, dengan jumlah terbanyak di Jateng 119, Jatim 67 dan DIY 35.
Defensif atau Ofensif
Dalam sikon Indonesia yang sejauh ini belum juga mampu melewati terowongan transformasi sebagaimana telah saya singgung di muka, tentu memaksa kita bertanya apakah kita hanya bertahan saja atau melakukan gempuran total tanpa sergapan-sergapan sporadis seperti yang terjadi selama ini.
Soal penanganan terorisme yang sekarang menonjol di tangan BNPT. Saya tidak sependapat bahwa itu melulu urusan BNPT. Tidak. Penangkalan Terorisme adalah tupoksi dunia intelijen.Â
BNPT saya pikir hanya menanggulangi ancaman umum keamanan dalam negeri setelah mengolah data-data dari jejaring intelijen kita, bahkan dalam arti luas yi dari komunitas intelijen kita sendiri, termasuk masyarakat umum.
Saya setuju dengan Prayitno Ramelan di Kompasiana belum lama ini agar kita membenahi leadership dalam keintelijenan kita, termasuk Max Webe yang juga menulis di Kompasiana agar BIN kita jangan mandul begitu, setidaknya belajarlah dari zaman AM Hendrpriyono yang lumayan berhasil.