ewa tanah makam Rp 50.000 per tiga tahun untuk muslim dan untuk non muslim dikenakan tarif perpanjangan sewa tanah sebesar Rp 100.000. Meski retribusi dari TPU sebagai bagian dari PAD sudah jelas seperti itu, target yang ditetapkan Rp 46 juta tak tercapai, yang tercapai hanya Rp 36 juta (sukabumi.update.com, Sept' 2021).Â
Masalahnya lagi-lagi hanyalah soal pajak makam sebagaimana halnya Kerkhof Madiun, seperti yang disinggung Andrik Akira dalam blognya. Tapi ini juga harus dimaklumi.Â
Tidaklah etis  memaksakan PAD dari pajak makam, selain kecil nilainya, mereka yang ditinggal warga yang RIP di TPU apapun pada umumnya dinamis mengikuti zaman, tidak mesti terpaku habis di tempat, seperti saya misalnya yang telah puluhan tahun meninggalkan Sukabumi, tapi toh kembali juga karena ada kenangan melekat sangat kuat yang takkan bisa dihapus begitu saja dari memori saya.
Mulai zaman Walikota M. Muraz hingga Walikota sekarang Achmad Fahmi, Pemkot Sukabumi masih berkutat soal perluasan lahan TPU untuk sekurangnya 10 Ha lagi dan perjuangan itu masih juga belum berhasil, meski sudah digadang-gadang setiap pengembang diwajibkan menyisihkan lahan untuk TPU.Â
Muraz malah pernah mengatakan apabila lahan TPU sudah tidak memungkinkan lagi, maka jenazah pasangan agar ditumpuk di satu makam dan bagi non muslim, sebaiknya memperabukan jenazah saja agar tak mempersempit lahan yang ada.
Saya pikir, Sukabumi dengan luas hanya 48,33 Km2 sudah jenuh dengan populasi dan berbagai properti hasil pengembangan selama ini. Alternatif lain tentu meminta Bupati Sukabumi untuk menyediakan lahan dimaksud yang tentu harus berdekatan dengan batas wilayah administratif kota Sukabumi.
Masalah TPU terkesan kuat disimplifikasi dari masa ke masa. Yang diperdulikan Pemkot hanyalah para pengembang, para penyewa properti dan lahan pemkot di pusat kota serta pusat retribusi di downtown Sukabumi. Boro-boro mau bicara soal pelestarian Kerkhof karena faktor sejarah.Â
Kehancuran Kerkhof dengan pembiaran vandalism dan penjarahan yang membuat miris kaum beradab itu, membuat kita sangsi apakah Pemkot mau diajak bicara soal pelestariannya. Pembicaraan itu tentu tidak menguntungkan bagi Pemkot yang berwilayah sempit ini.
Berpikirlah kreatif
Prasasti makam-makam Belanda di TPU Kerkhof Sukabumi sejauh ini telah menjadi korban penjarahan, bahkan yang lokal pun dijarah dan dirusak seperti makam adikku Ingot, sehingga banyak makam sulit dikenali lagi. Kenyataan ini menunjukkan Kerkhof merupakan salah satu peninggalan masa kolonial yang rentan rusak dan hilang.
Kerkhof bagaimanapun harus dilestarikan, karena kerkhof tak sekadar tempat menguburkan jasad anak manusia, namun juga berhubungan erat dengan keberadaan sebuah komunitas, kebudayaan dan kepercayaan.Â