"Tidak!" gorila kembali menyanggah kata-kata kancil, "selama bertahun-tahun di kota, mereka memeliharaku dengan baik. Setelah tiba masanya, mereka melepaskanku di hutan sialan ini. Selama ini aku jadi sahabat manusia. Aku jadi seorang republikan sejati!"
Sang kancil hanya tersenyum kecut melihat kekerasan hati sang gorila sambil geleng-geleng kepala.
"Baiklah. Kau memang keras kepala. Kau tak sadar telah memilih untuk dijajah dan direndahkan martabatnya dengan dirantai, sementara teman-teman yang lain memilih untuk hidup merdeka, menentukan nasibnya sendiri. Apakah kau juga merencanakan untuk kembali dirantai?"
"Itu adalah pendapat kalian. Bagi kami hidup di bawah pemeliharaan manusia adalah hidup yang terbaik. Sekarang, lebih baik kau pergi dari hadapanku! Tak usah kau sombongkan sikap sok tahumu itu. Lebih baik bagiku sebuah rantai kebun binatang daripada Istana emas namun harus tunduk pada perintah keturunan singa ompong itu!"
Si kancil pergi tanpa hasil apa-apa. Para republikan tetap bersikukuh untuk tidak ikut bereksodus seperti warga lainnya yang tunduk kepada perintah Leonidas.
Keadaan keterpecahan itu tetap bertahan sementara area Utara hutan rimba telah dirangseki oleh puluhan buldozer dan alat berat. Beberapa polisi hutan tampak membawa senapan angin dan senapan bius, hendak berjaga-jaga jika ada hewan buas yang muncul selama pembersihan lahan.
Sementara di sebelah selatan hutan rimba, terdapat barisan raksasa yang mengular, berderap-derap membelah kepekatan hutan, merangsek semakin menjahui kawasan perkotaan.
"Kau yakin para pemberontak itu akan selamat?" tanya Leonidas sambil melirik ke arah jenderal serigala.
"Tentu tidak. Perundingan yang diadakan oleh kancil menemui jalan buntu. Mereka bersikeras untuk tinggal dan bahkan telah bertekad untuk ditangkap oleh para pemburu kota itu."
"Sungguh malang! Mereka akan diperbudak di kebun binatang kota, dijadikan tontonan di sirkus dan diperalat sesuka hati oleh manusia."
***