"Monarkhi tidak jahat sepenuhnya. Demokrasi praktis pun tidak dapat menjamin kebebasan dan kedamaian sepenuhnya. Masing-masing memiliki keretakan. Masing-masing sistem adalah yang terbaik, tergantung pada situasi dan posisi kesadaran para warganya. Kami mengusulkan suatu kompromi. Bagaimana kalau kita menerima pemerintahan monarkhi-parlementer? Raja akan tetap ada, namun sebatas lambang kejayaan nasional, sementara itu secara praktis pemerintahan dijalankan atas dasar demokrasi lewat pemilu parlemen. Kalian dapat melihat dan berkaca pada negara-negara hebat para pemburu itu: Inggris dan Jepang. Kedua negara itu sampai saat ini masih disegani sebagai kekuatan global."
Beberapa warga mulai manggut-manggut. Tampak bahwa sebagian warga setuju dengan apa yang dikatakan oleh si kancil. Pihak pemerintahan ad interim di bawah pimpinan serigala pun menyatakan diri setuju dengan semua itu, walaupun itu berarti kewenangan raja beserta militer akan sangat dibatasi.
Pihak gorila belum setuju. Mereka menginginkan penghapusan jejak monarkhi sama sekali.
"Cabut antek-antek monarkhi sampai ke akar-akarnya!" begitu pekik mereka. Lama kelamaan pekikan mereka kian deras dan kian menggema.
Bagaimanapun pihak oposisi yang dimotori gorila kalah telak. Mereka kalah dalam jajak pendapat maupun adu kekuatan fisik. Koalisi pihak pro monarkhi yang didukung militer dan non blok masih begitu perkasa untuk dilawan. Mereka hanya bisa melihat pemerintahan baru yang diangkat di luar kendali dan keinginan mereka. Sebuah negara monarkhi-parlementer telah lahir bagi warga Rimba. Rakyat berpesta, tetapi golongan republikan masih menampakkan wajah murung.
***
Setelah semuanya itu terjadi, gorila segera mengonsolidasikan kekuatannya. Di depan para pendukungnya gorila berpekik: "Demokrasi, bagaimanapun harus menang! Republik harus lahir di bumi rimba. Monarkhi-parlementer hanyalah kedok kerajaan untuk mempertahankan dinasti haus emas dan darah itu! Perjuangan kita belum selesai kawan-kawan! Marilah kita tumpas habis kerajaan jahanam ini!"
Orasi gorila yang berapi-api itu hanya dianggap sebagai kopi dingin oleh para petinggi negeri, terutama sang jenderal serigala. Namun Leonidas sendiri sebagai raja baru menunjukkan ekspresi cemas.
"Raja tidak perlu takut. Kendali kerajaan yang luas ini masih dipegang oleh yang mulia. Parlemen hanyalah topeng saja. Kita bisa memanipulasi mereka untuk mengikuti keinginan kita."
"Andai saja segalanya masih sama seperti saat ayahku memerintah, pasti saja revolusi tak akan terjadi. Sejak gorila kota itu dibuang dari kebun binatang ke sini, ia membawa racun yang menghancurkan kita secara perlahan... cepat atau lambat, demokrasi akan melucuti dinasti kita, sebuah republik akan lahir menggulingkan kerajaan yang telah bertahan berabad-abad. Lihatlah nasib monarkhi di negeri-negeri para pemburu itu: Prancis, Jerman, Turki dan China. Semuanya tak bertahan."
Sang jenderal belum kehabisan akal untuk membalikan optimisme sang raja. "Paduka! gorila, sang pemimpin pemberontak itu ingin menyamakan dirinya dengan para pemburu yang menahannya di kebun kota. Padahal gorila tak sadar bahwa ia hanya sedang melawan kodratnya sendiri. Kodrat kita telah digariskan secara turun-temurun oleh hukum rimba. Siapa yang kuat, dia yang menang. Hukum tertinggi ini hanya bisa dipenuhi oleh sistem monarkhi. Demokrasi adalah gagasan asing yang berasal dari sang penghancur kedamaian kita yakni manusia. Perlahan, kita akan kuasai kembali keadaan. Kita buat propoganda yang menyudutkan ide-ide demokrasi. Kita bilang bahwa itulah ide para pemburu yang ingin memecah belah kita!"