"Aku butuh perhatian dan kehangatan tatapanmu. Jangan biarkan aku mematung dalam diam. Tolong buatlah diriku berbeda dari patung di depan sana." Suara lelaki itu makin memelas.
"Baiklah... kau mau apa sekarang?" Grisela menghardik keras sambi berdiri
Tapi pria itu tidak bergeming sedikit pun. Diulurkannya tangannya ke jemari Grisela.
"Grisela, kau tidak sendiri, percayalah. Keptusasaan dan kesedihanmu sama sekali tidak membenarkan anggapan mereka. Mereka hanyalah orang yang perlu mengerti bahwa ada insan yang unik dan istimewa, seperti dirimu. Mereka yang menyebut dirinya normal, adalah para penjahat kemanusiaan. Mereka bangga dengan sebutan itu? Menyedihkan! Mereka sesungguhnya adalah makhluk-makhluk penakut."
"Takut akan apa?" Grisela mengangkat wajahnya... mencoba memfokuskan pandangannya pada lelaki manis yang belum melepaskan jemarinya itu.
"Takut akan perbedaan. Bagi mereka perbedaan adalah ketaknormalan dan ketaknormalan adalah keanehan. Dan keanehan adalah sejenis dosa. Dan satu hal yang ingin kukatakan padamu, aku juga orang aneh..."
"Jangan sebut-sebut kata itu!" Grisela mengempaskan tangan John dari jemarinya.
"Tapi mengapa Grisela? Mengapa kita tidak bisa menerima keanehan? Kau telah dijebak. Aku lebih suka menyebut diri kita di atas normal... itulah yang mereka namakan aneh.
"Apa katamu? Kita?"
"Ya, kita! Dengar... kita memang tidak bisa diterima di ingkungan seperti ini; di ligkungan yang mengagungkan kenormalan. Mereka benar ketika mengatakan bahwa mereka normal. Tapi bagi kita, kenormalan justru adalah kejanggalan. Bagi kita kenormalan itu sama artinya dengan biasa, sesuatu yang tidak memiliki nilai lebih. Itulah kenormalan. Ingat  Griss.... dunia membutuhkan makhluk langka seperti kamu. Dunia butuh orang aneh! Ya, orang aneh. Kau tahu mengapa? karena dunia sudah bosan dengan hal yang biasa-biasa saja. Dunia dan sejarah kita membutuhkan orang aneh, Grisela. Dunia butuh kita!"
"Kita?"