Siang itu, perpustakaan tetap buka seperti biasanya. Pendingin ruangan tetap meraung seperti yang sudah-sudah. Grislea sudah di sana dengan buku cakarannya. Masih di tempat duduk yang sama. Bangku No. 52 di sudut kiri ruangan. Ia masih setia membaca buku yang sama pula, sebuah buku Ensiklopedi Britanica yang tebalnya sekirar seribu halaman.
Empat puluh mata yang bersamanya di ruangan itu tetap awas dengan kehadiran makhluk aneh itu. Namun ada tiga pasang mata yang menyorot lebih tajam. Tiga pasang Mata dari gadis yang menamakan diri mereka sebagai geng WANORMALIS: Wanita Normal Internasional, orang-orang yang mengklaim diri paling teranggu dengan kehadiran wanita langka semacam Grisela.
Ketiga wanita itu hanyalah sampel kecil saja dari seluruh warga kampus Universitas Normal Nusantara, yang gerah dengan tingkah Grisela yang tak mencerminkan nama kampus mereka.
Semakin hari, batin Grisela makin tertindih, namun ia tak kunjung memberi komentar apa pun. Ia tetap tekun dalam diam, bahkan sebisa mungkin menghindari kontak mata dengan gadis-gadis angkuh tersebut. Bagi geng Wanormalis, diamnya Grisela begitu mengganggu.
"Mungkin dia terkena Skizofrenia..."
"mungkin dia mengidap Autisme..."
"Apa dia pernah merasakan cinta? Mungkin dia makhluk yang kebal cinta."
"Kita tidak pernah tahu selama kita menutup mata dan telinga kita terhadapnya. Tampaknya kita malah jadi orang gila kalau terus menerus berpikir dan menilai dia seperti itu." John kembali membela Grisela. Ketiga gadis angkuh itu tersenyum kecut.
"Kamu lagi, kamu lagi. Hobinya membela Grisela terus..." Ketiganya menggerutu.
"Eh jangan-jangan kamu memang suka wanita aneh itu?" kata Barbara ketus.
"Eh iya. Bisa jadi." Kedua temannya menimpali secara serempak.