“Terimakasih banyak, Pak.”
Romo Mangun mengeluarkan uang seraya bertanya, “Mbah, rumahnya di mana?”
“Di daerah Cebongan Sleman, Pak.”
“Waah.. Jauh itu. Dari Cebongan menuntun sepeda ya, Mbah?”
“Iya, Pak.”
“Itu jarak yang cukup jauh. Apa tidak kecapekan, Mbah?”
“Gak apa-apa, Pak. Ini untuk nambah-nambah sangu cucu saya supaya bisa sekolah.”
“O seperti itu. Ya, ya, ya.” Romo Mangun termanggut-manggut.
Mendengar kata-kata Si Mbah rupanya membuat Romo Mangun berubah pikiran. Dia melebihkan uang untuk membayar tirai bambu. Jadi 35 ribu rupiah. Dan, ditambah lagi, “Ya sudah begini saja, Mbah. Jika bisa besok-besok si Mbah datang ke sini lagi ya. Tetapi membawa galar saja. Nanti saya beli. Seberapa pun silahkan dibawa. Nanti harganya berapa pun saya bayar.” Kata Romo Mangun. Galar adalah sebutan untuk bambu yang sudah dibelah dalam ukuran kecil dan halus.
Seminggu berlalu Simbah tidak datang. Dua minggu berlalu. Sebulan pun berlalu Simbah itu datang. Dia menuntun sepedanya membawa banyak galar penuh satu sepeda.
“Nah, saya terkejut.” Kata Romo Mangun. “Saya sudah lupa. Tetapi, ya sudah, saya bayar sesuai janji. Jadi seterusnya seperti itu. Setiap minggu Simbah datang membawa galar penuh satu sepeda. Ya saya beli saja. Tetapi saya sebenarnya mulai bingung. Ini galar yang banyak ini untuk apa ya? Mau dibikin apa?”