Mohon tunggu...
Parhorasan Situmorang
Parhorasan Situmorang Mohon Tunggu... Penulis - Petualang waktu yang selalu memberi waktunya untuk menginspirasi generasi muda.

Petualang waktu yang selalu memberi waktunya untuk menginspirasi generasi muda.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

T. Bonar Simatupang dan Romo Mangun, Dua Guru Bangsa yang Sama-sama Berhutang

18 Desember 2016   11:11 Diperbarui: 18 Desember 2016   12:06 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Letnan Jenderal TNI purnawirawan Tahi Bonar Simatupang tidak sempat mengapresiasi secara langsung buku Saya Adalah Orang yang Berhutang, sebuah kumpulan karanganpenghormatan memaknai ulang tahunnya yang ke-70 pada 28 Januari 1990. Pak Sim, demikian panggilan akrabnya, telah wafat pada 1 Januari 1990. Karena itu, dia diwakili sang isteri, Sumiarti Budiardjo. Buku itu memuat karangan yang ditulis 45 tokoh dari 85 orang yang diminta panitia.

Sembilan tahun kemudian, pada tahun 1999 Romo Mangun wafat sebelum menerima buku “kado” ulang tahunnya yang ke 70 tahun. Buku yang bersemangat sama berjudul Saya Ingin Membalas Utang Kepada Rakyat. Buku yang sudah dipersiapkan satu setengah tahun dan akan diserahkan sebagai “kado” pada 6 Mei 1999.

Romo Mangun lebih muda 9 tahun dari T. B. Simatupang. Keduanya memiliki kenangan khas dengan Yogyakarta di masa perang kemerdekaan. Pak Sim sebagai salah seorang petinggi tentara dan Romo Mangunwijaya anggota tentara pelajar. Dua orang guru bangsa ini manusia-manusia yang hebat. Keduanya dekat dengan sosok presiden Republik Indonesia, Pak Sim dekat dengan Presiden Soekarno dan Soeharto. Sedangkan Romo Mangun berteman dekat dengan B. J. Habibie dan juga Gus Dur (Romo Mangun tidak sempat menyaksikan sahabat dekatnya ini menjadi presiden).

Pak Sim dan Romo Mangun pun memiliki alur pengabdian yang hampir serupa. Keduanya pernah aktif di tentara dan mengundurkan diri. Kemudian mengabdi di ladang Tuhan dan memutuskan menjadi pelayan rakyat. Mereka menjadi guru dan guru bangsa. Punya banyak “murid” yang hebat-hebat. Sederhana bersahaja dan egaliter, keduanya berwajah teduh dan adem, menyejukkan, kesejukan dan keteduhan itu disebar ke seantero masyarakat.

Kado Buku Untuk Ulang Tahun ke 70

Penerbitan buku merupakan kado istimewa bermutu untuk merayakan ulang tahun tokoh-tokoh hebat. Seperti pada perayaan ulang tahunnya yang ke 65 Romo Mangun mendapat kado bermutu buku Mendidik Manusia Merdeka (Romo Y. B. Mangunwijaya 65 Tahun).Buku ini merupakan penghormatan bagi Romo Mangun dari para sahabatnya, Abdurrahman Wahid dan kawan-kawan.

Sedangkan untuk memberi makna pada ulang tahun ke 70 Pak Sim dan Romo Mangun, para sahabat dari dua tokoh hebat ini juga mempersiapkan kado buku. Meskipun kedua guru bangsa ini tidak sempat menerima langsung kado istimewa itu, kado itu menjadi kado untuk orang-orang muda. Buku-buku tersebut menjadi telaga jernih keteladanan, dan sebaiknya orang-orang muda menyelaminya.

BukuSaya Adalah Orang  yang Berhutang

Judul buku Saya Adalah Orang yang Berhutang terdengar agak berlebihan karena Pak Sim adalah pribadi yang jujur bersih. Tetapi hal itu rupanya memang diambil dari ungkapan Pak Sim sendiri, yang tertulis dalam otobiografinya pada ulang tahunnya yang ke-65.

Pada otobiografinya itu almarhum berujar: ”… kita semua tentu pertama-tama berhutang kepada Tuhan. Tetapi hutang kepada Tuhan itu tidak dapat kita bayar. Hanya Tuhan sajalah yang berdasarkan kasihNya dapat menyelesaikan hutang kita kepadaNya. Tuhan menghendaki agar kita membayar hutang itu kepada sesama kita.” Dia juga menyatakan berhutang kepada negara, bangsa, dan masyarakat, kepada TNI, kepada gereja-gereja, kepada agama-agama pada umumnya. Juga kepada kedua orangtuanya.

Buku Saya Adalah Orang yang Berhutang setebal 384 halaman sudah dipersiapkan sejak Oktober tahun 1989. Menurut Samuel Pardede, sekretaris panitia penerbitan buku ini, buku tersebut diterbitkan untuk menghormati pikiran-pikiran Pak Sim, terutama mengenai pembangunan nasional, juga ketokohannya dalam sejarah kita, serta kesederhanaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun