Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Kurang Huruf "K" di Seluruh Stasiun Kereta Commuter Line

8 Maret 2020   20:06 Diperbarui: 8 Maret 2020   20:10 1744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempat Duduk Prioritas di Stasiun Depok (Dokpri)

Saya mendadak berubah menjadi anak 'roker' alias rombongan kereta dalam bulan terakhir ini. Alhasil, aktivitas di Kompasiana tercinta ini pun berkurang drastis. 

Produktivitas menurun yang berdampak langsung pada pendapatan K-Rewards. Gagal menembus deretan penerima Gopay bulan Februari. Dicoret dari penerima deviden hasil RUPS Admin Kompasiana.

Merasa ada yang kurang bila tidak mendapat transferan Gopay dari Kompasiana, kali ini saya berusaha menyempatkan diri untuk menayangkan sebuah artikel yang mudah-mudahan memperoleh tempat di tribun Pilihan, syukur-syukur Headline. 

Artikel ini mungkin saja sudah banyak dibahas di berbagai media, terutama mereka yang sangat peduli terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Ingat, baik belum tentu benar, dan benar belum tentu baik. Keduanya wajib melekat dan beriringan.

"Tempat Duduk Prioritas, Diperuntukan Khusus", begitulah isi pengumuman yang tertulis pada plang cukup besar yang ditempatkan di seluruh stasiun kereta api di Jabodetabek. Pengumuman yang sama juga kerap diberitahukan awak masinis ketika kereta sedang melaju. Bahwa ada tempat khusus prioritas untuk wanita hamil, ibu membawa balita, lansia, dan penyandang disabilitas. Mereka ini adalah kelompok yang wajib diprioritaskan.

Sekilas, tak ada yang keliru dengan pengumuman itu. Namun bila diperhatikan, ada yang kurang di sana yakni huruf 'K' pada kata "Diperuntukan". Seharusnya, penulisan yang benar adalah "Diperuntukkan" dengan dua huruf 'K' yang berdekatan. Di sini, kata "untuk" mendapat imbuhan di-kan. Itu karena bahasa Indonesia memang tidak mengenal imbuhan di-an. Contoh: abadi menjadi diabadikan, selesai menjadi diselesaikan, dan seterusnya. Bukan diabadian atau diselesaian, kan?

Karena papan pengumuman itu sudah pasti diproduksi massal, kesalahan penulisan pun akan sama di stasiun yang satu dengan stasiun berikutnya. Sama-sama menuliskan "Diperuntukan".

Contoh keliru lainnya menggunakan dua huruf 'K' adalah ketika sebuah rumah ingin disewakan. Pemilik kemudian menempelkan pengumuman di depan rumahnya: "Dikontrakan". Lagi-lagi, ini merupakan penulisan yang salah karena huruf  "K" masih kurang satu lagi. Seharusnya, "Dikontrakkan".

Lagipula, menurut saya, penggunaan kata "Diperuntukkan" meski tetap menggunakan dua huruf "K" rasanya kurang tepat juga. Tak lain karena kata 'untuk' pada dasarnya adalah kata sambung, bukan kata dasar. Kelasnya sama dengan kata sambung 'dan', 'yang' atau 'di' sehingga harus dituliskan dengan huruf kecil bukan huruf besar. Kecuali, seluruhnya memang dituliskan menggunakan huruf besar.

Kalau mau, lebih baik menggunakan kata "Diutamakan" atau "Dikhususkan" atau biar lebih singkat "Khusus untuk". Jadi pengumumannya menjadi berbunyi: "Tempat Duduk Prioritas, Diutamakan/Dikhususkan untuk".

Apabila menggunakan kata "Diutamakan", maka penumpang non prioritas bisa juga menempati tempat duduk tersebut ketika tidak ada penumpang lain yang berstatus prioritas. Berbeda dengan kata "Dikhususkan" maka seluruh penumpang non prioritas dilarang duduk meski di saat bersamaan tak ada satupun penumpang yang menyandang status prioritas. Namanya juga kursi khusus, tidak boleh diganggu gugat.

Namun terlepas dari kekeliruan kecil tersebut, yang paling penting saat menggunakan transportasi umum terutama kereta api Commuter Line adalah berusaha menjunjung nilai-nilai kemanusiaan seperti tertera dalam pengumuman tersebut. Jangan sampai ada wanita hamil, ibu membawa balita, lansia, maupun penyandang disabilitas yang terpaksa harus berdiri.

Bagi saya, dan banyak penumpang lain yang saya perhatikan dalam dua bulan ini, rasa kemanusiaan itu masih tetap dijaga. Tidak harus di kursi prioritas yang terdapat di setiap pojok gerbang kereta, penumpang laki-laki biasanya akan dengan sukarela mempersilakan tempat duduknya kepada penumpang yang dianggap lebih membutuhkan.

Kalau ada penumpang duduk terutama laki-laki muda yang tega membiarkan wanita hamil berdiri di depannya, mari kita tegur bersama-sama. Bila perlu kita turunkan di stasiun terdekat. Setuju?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun