Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyimak 3 Perbedaan Khas Adat Batak dan Karo

22 Januari 2019   00:25 Diperbarui: 7 Juli 2021   18:10 1264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu ritual adat pernikahan adat Karo (Pribadi)

Adat-istiadat selalu menarik untuk dicermati. Kali ini saya akan membahas tentang adat-istiadat dua suku yakni Batak (Toba) dan Karo. Secara umum, Batak dan Karo memiliki persamaan adat dan budaya yang kemudian melahirkan anggapan bahwa Batak dan Karo merupakan suku yang sama. 

Meski terlihat sama, tetapi keduanya memiliki perbedaan yang layak disebut "khas". Adanya perbedaan khas itulah yang memunculkan tafsir baru khususnya dalam beberapa tahun belakangan, bahwa Karo bukanlah bagian dari suku Batak.

Baca juga : Ketika Gadis Jawa Menikah dengan Pria Batak Mandailing

Terlepas dari polemik bahwa Karo bukanlah Batak, saya hanya ingin membahas tentang beberapa perbedaan ritual adat antara Batak dan Karo. 

Kebetulan, istri saya adalah seorang Karo bermarga Tarigan yang membuat saya lebih leluasa memahami seluk-beluk adat Karo. Apalagi, pada akhir Desember 2018 lalu, saya berkesempatan mengikuti pesta pernikahan kakak ipar di Medan yang seluruhnya digelar dalam ritual adat Karo.

Dengan demikian, pemahaman saya tentang perbedaan adat Batak dan Karo pada kesempatan kali ini hanya sebatas dalam adat pernikahan saja. Sementara untuk jenis ritual adat lainnya, saya menarik kesimpulan Batak dan Karo juga memiliki perbedaan yang khas pula. Perlu ditekankan, artikel ini bukan bermaksud mencari-cari perbedaan, tetapi semata-mata hanya ingin menggali kekayaan kebudayaan kita.

Baca juga :Bagi Orang Batak Kakak Menjadi Pengasuh yang Sempurna

Berikut beberapa perbedaannya:

1.    Lokasi Pernikahan

Di manakah lokasi pernikahan harus digelar? Hal ini sangat penting karena menyangkut "eksistensi". Dalam adat Batak, lokasi pernikahan merupakan hak prerogatif pihak laki-laki. Keluarga laki-lakilah yang mempunyai kewenangan menentukan di mana lokasi pernikahan akan digelar. 

Tradisinya, lokasi pesta pernikahan adalah di kampung halaman pengantin laki-laki, atau lokasi lain yang ditunjuk dalam kasus pengantin laki-laki tidak lagi tertarik menggelar pesta di kampung halaman.

Sebaliknya, dalam adat Karo, pihak pengantin perempuanlah yang berhak menentukan lokasi pernikahan. Sehingga tak jarang, "rebutan" lokasi pernikahan ini merupakan perdebatan alot ketika seorang lelaki Batak ingin mempersunting seorang wanita Karo. 

Meski begitu, perbedaan penentuan lokasi ini, sejauh pengetahuan saya, belum pernah menjadi penghalang terwujudnya sebuah pesta pernikahan. Salah satu pihak biasanya akan mengalah.

Baca juga : Mengapa Ulos Batak Diselendangkan Sebelah Kanan?

2.    Peran Pamoruan/Anak Bru

Pamoruan (Batak) atau Anak Bru (Karo) adalah sebutan bagi suami dan keluarganya dari keluarga pengantin laki-laki. Itu berarti, pamoruan maupun anak bru memiliki marga yang berbeda dengan pengantin laki-laki.

Dalam adat Batak, peran pamoruan sangat penting khususnya dalam urusan "seksi repot". Mereka inilah yang bertanggungjawab dalam segala urusan sebuah pesta, mempersiapkan agar pesta berjalan dengan sebaik-baiknya. 

Adapun peran pihak keluarga laki-laki (suhut) adalah menjalankan ritual adat yang berkolaborasi dengan pihak laki-laki dari pengantin perempuan (hula-hula). Dalam adat Batak, pamoruan tidak mendapat fungsi sebagai "Raja Parhata" atau pihak yang bertanggungjawab atas prosesi adat dalam sebuah pesta.

Sementara dalam adat Karo, fungsi pamoruan yang dalam bahasa Karo disebut Anak Bru/Anak Beru tidak cukup hanya berperan sebagai seksi repot. Berbeda dengan Batak, anak bru di Karo juga bertugas sebagai "Raja Parhata" atau Perkata yang juga berkolaborasi dengan Perkata dari pihak pengantin perempuan.

3.    Tumpak/Pertama

Dalam setiap pesta, tamu undangan lazim memberikan sebuah amplop berisi uang kepada pengantin maupun keluarganya. Nah, uang dalam amplop itu disebut "tumpak" dalam bahasa Batak dan "pertama" dalam bahasa Karo.

Dalam adat Batak, seluruh tumpak merupakan kewenangan dari keluarga pengantin laki-laki. Meskipun dalam beberapa kasus, tumpak itu bisa saja menjadi hak keluarga pengantin perempuan ketika yang menjadi "tuan rumah" pesta tersebut adalah pihak perempuan. Tumpak baik yang diberikan oleh tamu pengantin laki-laki maupun tamu pengantin perempuan, seluruhnya menjadi milik pengantin laki-laki.

Sementara dalam adat Karo, pengumpulan "pertama" sudah langsung dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah pertama yang berasal dari undangan pihak pengantin laki-laki. 

Sementara kelompok kedua adalah pertama yang berasal dari undangan pengantin perempuan. Nah, pertama yang telah terkumpul akan menjadi milik sesuai kelompoknya. Dengan kata lain, masing-masing keluarga pengantin akan memperoleh "pertama".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun