Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Duel Panas Advokat Koruptor Vs Presiden Koruptor

28 Agustus 2012   10:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:13 1285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13461499941500772156

Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana dan Yusril Ihza Mahendra bukanlah orang sembarangan. Keduanya sama-sama profesor hukum, masih muda dan banyak pengalaman. Perbedaannya mungkin hanya di jam terbang saja. KINI, kedua profesor itu kembali ribut. Apa boleh buat, Yusril lagi-lagi memenangi duel hukum itu. Paling tidak itulah yang tergambar ketika Denny akhirnya menyatakan permintaan maafnya kepada profesi advokat, Senin (27/8). Meski malu-malu dengan menolak meminta maaf kepada advokat hitam, ia sekali lagi telah kehilangan muka di depan Yusril.

Denny semakin tak berdaya ketika Menkumham Amir Syamsuddin tidak membela dirinya. Amir malah menyebut pendapat Denny soal advokat koruptor adalah murni pendapat pribadi, tidak mewakili lembaga yang dia pimpin.

Pasalnya, Menteri Amir wajar saja tersinggung menyusul kicauan wakilnya yang memandang sebelah mata profesi advokat. Meski saat ini Amir Syamsuddin berada di lingkaran politik praktis, ia tetap saja berlatarbelakang advokat. Otomatis, Amir tidak sepenuh hati membela tingkah laku Denny Indrayana.

"Tetap dia karena pekerjaan advokat selalu berpegang kepada azas dan prinsip hukum. Manakala seseorang dikatakan tersangka, walaupun seluruh publik menghakimi, dia tidak boleh, ini karena sebagai seorang advokat, itu harus dibedakan," jelas Amir, Senin (20/8/2012).

Kendati demikian, politisi Demokrat ini mengaku kalau seharusnya memang dibedakan mana yang membela koruptor dan mana peran advokad. Menurut Amir, ketidakpahaman Denny, karena dia bukan berlatar sebagai advokad. "Karena saya berlatarbelakang advokat sedangkan Pak Denny berlatarbelakang Satgas," katanya.

Amir kembali menyentil Denny dengan menyebut kicauan wakilnya itu adalah pendapat pribadi, tidak mewakili Kemenkumham. Dengan kata lain, kritikan Denny tersebut tidak disampaikan dalam kapasitasnya sebagai seorang wakil menteri.

Meski begitu, Amir berpendapat, Denny sebenarnya hanya menyampaikan kritik sosial terkait malpraktik advokat melalui situs jejaring sosial Twitter. "Saya yakin apa yang disampaikan itu penuh dengan kejujuran. Mungkin secara komunikatif ada pihak-pihak yang merasa terusik. Kalau Anda menggunakan mata hati, apa yang diungkapkan Pak Wamen itu tidak sepenuhnya salah atau mungkin cara menata pernyataannya menghindari kemungkinan bahwa ada pihak-pihak yang mempersoalkan," kata Amir di Jakarta, Senin (27/8/2012).

Menurut Amir, akan lebih elok kalau kritikan Denny yang disampaikannya di jejaring sosial itu tidak ditanggapi terlalu jauh. "Apa yang disampaikan di Twitter itu kan wacana, tidak usah terlalu jauh. Wacana di counter dengan wacana kan manis, semakin hidup, kebebasan berekspresi dan berdemokrasi kita makin dinamis," ujar Amir.

Amir juga tidak mempersoalkan langkah pengacara OC Kaligis yang melaporkan Denny ke Polda Metro Jaya. Ia meyakini, pihak Kepolisian akan mempertimbangkan apakah Denny benar-benar sengaja menghina profesi advokat atau tidak.

Di sisi lain, sebagai mantan advokat, Amir juga mengakui ada oknum advokat yang tidak memperhatikan rasa keadilan masyarakat dalam membela kliennya. Dia pun menyarankan kepada para advokat memerhatikan sikap kebatinan masyarakat dalam membela kliennya, terutama tersangka kasus dugaan korupsi.

"Advokat memang mempunyai posisi untuk membela tanpa memandang apa yang dilakukan seseorang. Tapi khusus untuk kasus korupsi, kita tahu bahwa masyarakat sudah sangat tidak menerima perilaku-perilaku seperti ini," ujarnya.

Perseteruan Denny-Yusril juga membuat pengacara OC Kaligis meradang. Sama dengan Yusril, Kaligis tidak terima dengan pernyataan Denny yang menyebut advokat yang membela koruptor sama saja dengan advokat koruptor. Pemikiran Denny itu dianggap picik serta sama sekali tidak mengerti hukum. Denny pun dilaporkan Kaligis ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan penghinaan profesi advokat. Dalam laporan itu Denny diduga melanggar pasal 310, 311, dan 315 KUHP junto pasal 22 dan 23 UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik (ITE).

Kaligis juga mempersilakan Denny untuk membela diri di pengadilan dan jangan berkelit di Twitter maupun di mana saja. Pasalnya, dalam menjalankan profesi sebagai advokat tentunya berdasarkan Pasal 54, 69, 70, 71 dan 72 KUHAP, bahwa setiap orang berhak mendapatkan bantuan hukum, meski diduga melakukan tindakan korupsi.

Atas laporan tersebut, Polda Metro Jaya langsung beraksi. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto di Mapolda Metro Jaya, Jakarta , Senin (27/8/2012), kasus tersebut akan ditangani Cyber Crime Polda Metro. Langkah awal, polisi akan terlebih dulu memanggil OC Kaligis sebagai pelapor.

Setelah memanggil OC Kaligis, penyidik akan mengundang saksi ahli, sehingga dapat diketahui apakah Twitter tersebut masuk dalam pasal yang dituduhkan. "Pasal Penghinaan yakni pasal 310, 311 KUHP. Pasal 22 dan Pasal 27 ayat 3 tentang ITE dengan ancaman pidana penjara 6 tahun ke atas. Jadi sedang ditangani dan konten Twitter sudah diberikan ke kita," kata Rikwanto.

Rikwanto menambahkan, pihaknya juga akan memanggil Denny Indrayana, meskipun ia sudah meminta maaf terkait kicauannya di Twitter. Pasalnya, kasus tersebut bukanlah delik aduan. "Laporan sudah dibuat, jadi tetap akan kami lakukan pemeriksaan, bagaimana isi contet twitter dikaitkan maksud pelapor dan saksi ahli," tambah dia.

Meski begitu, permintaan maaf Denny Indrayana tetap akan dijadikan masukan sebagai pertimbangan dalam kasus tersebut. "Permintaan maaf Denny bisa dijadikan masukan," tandas Rikwanto.

Di tempat terpisah, Denny Indrayana menyebutkan pihaknya berupaya melawan tindakan koruptor walau mendapatkan perlawanan dengan adanya laporan OC Kaligis ke Polda Metro Jaya. Menurut Denny, pernyataan tersebut merupakan suatu risiko yang harus dihadapi meski telah dilaporkan ke polisi.

Namun, Denny bersedia menyampaikan permintaan maaf kepada advokat. Namun, ia menegaskan, permohonan maaf itu hanya ditujukan kepada advokat bersih.

"Saya menyesalkan pernyataan saya di twitter terkait adanya oknum advokat yang 'maju tak gentar membela yang bayar', telah menimbulkan kesalahpahaman, utamanya di kalangan profesi advokat," jelas Denny di Jakarta, Senin (27/8).

Dalam akun twitter miliknya, @dennyindrayana pada Sabtu (18/8) antara lain tertulis, "Advokat koruptor adalah koruptor. Yaitu advokat yang asal bela membabi buta. Yang tanpa malu terima uang bayaran dari hasil korupsi".

Denny mengatakan, terdapat advokat bersih yang tidak membaca utuh pernyataannya di twitter dan penjelasannya menduga dirinya telah mengkritik profesi advokat. "Saya tegaskan lagi, saya menghormati profesi advokat, dan sama sekali tidak ada niat menghina profesi yang sangat mulia tersebut," ungkap Denny.

Di sisi lain, Partai Demokrat mendesak Yusril segera meminta maaf kepada Presiden SBY. Pasalnya, pernyataan Yusril di twitter yang mengatakan SBY juga bisa disebut koruptor sangat tidak etis. "Kita minta agar Yusril meminta maaf," kata Wakil Sekjen Partai Demokrat, Saan Mustofa, (Minggu, 26/8).

Saan berpendapat, pernyataan Yusril itu seolah ingin menyelesaikan polemik dengan polemik baru. Saan lebih simpatik jika Yusril cukup berdebat dengan Denny, yang sama-sama memiliki keahlian di bidang hukum.

"Membuat analogi dengan mengikutsertakan pihak lain (dalam hal ini SBY) berpotensi membuat masalah ini malah menjadi semakin politis," jelas Saan, sambil mengatakan bahwa pemberian grasi dan remisi merupakan hak prerogatif presiden yang dilindungi oleh UUD.

Ketua Fraksi partai Demokrat, Nurhayati Ali Assegaf juga ikut angkat suara. Ia mengaku kecewa dengan kicauan Yusril yang menyebut Presiden SBY merupakan presiden koruptor.

"Kenapa harus kita ciderai dengan mengumbar emosi yang akan meninggalkan luka mendalam bagi rakyat Indonesia yang telah memilih SBY dua kali berturut turut sebagai presiden," kata Nurhayati Ali Assegaf, Senin (27/8).

Menurutnya, hal itu sangat tidak pantas terlontar dari sosok mantan menteri yang pernah menjabat sebagai menteri di kabinet Presiden SBY. Apalagi, Yusril merupakan pucuk pimpinan Partai Bulan Bintang yang berasaskan Islam dan sekarang sebagai pengacara.

“Saya berharap dan meminta kepada semua jajaran partai dan fraksi Demokrat agar tidak terpancing dengan pernyataan Yusril tersebut karena kita tahu bahwa ketua dewan pembina kita adalah sosok yang sangat terhormat di dunia internasional," ujarnya.

Namun, Yusril mengaku kicauan di twitter tersebut hanya menggunakan logika yang dipakai Denny Indrayana yang menyebut advokat pembela koruptor sebagai koruptor. Jika advokat pembela koruptor bisa disebut advokat koruptor maka presiden pemberi grasi kepada koruptor bisa disebut presiden koruptor.

"SBY kan ngasi grasi sama Syaukani, jadi Beliau berhak dong dijuluki presiden koruptor, hehehe," kata Yusril melalui jejaring Twitter.

Diberitakan, Yusril menyindir Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana yang menuduh advokat yang membela koruptor sebagai koruptor.

Melalui akun Twitternya, @Yusrilihza_Mhd, kemudian menuding jika presiden memberi grasi pada koruptor maka bisa dianggap sebagai presiden koruptor. "SBY kan ngasi grasi sama Syaukani, jadi Beliau berhak dong dijuluki presiden koruptor, hehehe," kata Yusril melalui jejaring Twitter.

Syaukani yang dimaksud Yusril adalah mantan Bupati Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, yang bernama lengkap Syaukani Hassan Rais. Diketahui, Presiden SBY menerbitkan Keppres tertanggal 15 Agustus 2010 tentang Pemberian Pengampunan atau Grasi kepada Syaukani Hassan Rais. Dengan surat grasi tersebut, Syaukani bisa langsung bebas karena vonis enam tahunnya dipotong menjadi tiga tahun, dan yang bersangkutan telah menjalani hukuman lebih dari tiga tahun. Syaukani juga telah membayar seluruh kerugian negara sebesar Rp 49,6 miliar.

Yusril juga menulis,"Advokat bela koruptor, advokat koruptor. Hakim bebasin koruptor, hakim koruptor. Presiden kasi grasi pd koruptor, Presiden Koruptor, mantap!"

Yusril kemudian melanjutkan tulisannya. "Masih ada; Menteri dan Wamen kasi remisi sama koruptor, Menteri dan Wamen Koruptor! hehe."

Sebelumnya, Yusril-Denny juga pernah berseteru soal pemberian remisi kepada koruptor. Tujuh napi koruptor yang sebelumnya dipaksa kembali ke jeruji sel, akhirnya bisa menghirup udara bebas sejak Jumat (9/3/2012). Gugatan mereka yang dipercayakan dengan kuasa hukum Yusril, dikabulkan PTUN Jakarta.

Berada di atas angin, Yusril pun lantang menyebut Menkum dan HAM Amir Syamsudin dan wakilnya, Denny Indrayana telah keok. Kata ‘keok’ ini memang tak enak didengar, khususnya Denny yang juga merasa seorang ahli hukum. Pertarungan antara Yusril dengan Denny pun segera dimulai.

"Dengan dikabulkannya gugatan, maka tentu berimplikasi kepada semua napi yang lain. Entahlah kalau Denny, kalau dia kan aneh-aneh dan mau-maunya sendiri, walau kebijakannya kini keok dilawan Yusril di pengadilan," cetus Yusril.

Tidak mau kalah, Denny pun menyindir Yusril yang telah berhasil memenangi gugatan moratorium remisi dan pembebasan bersyarat bagi narapidana koruptor. "Saya ucapkan selamat kepada Bapak Yusril Ihza Mahendra yang telah membebaskan koruptor," celetuknya.

Atas pernyataan itu, Yusril balik membalas. Menurut pakar hukum tata negara ini, Denny memang tipikal profesor yang terbiasa membelokkan persoalan dengan cara memojokkan lawan debatnya. “Ketika dia terdesak,” jawab dia.

Dikatakan Yusril, kebijakan Denny tentang moratorium dan pengetatan narapidana sudah diuji pengadilan, dan dinyatakan kalah. Kebijakan itu dinyatakan salah karena bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.

"Putusan ini harusnya menjadi pelajaran bagi Denny Indrayana, bahwa ini negara hukum. Semua kebijakan penguasa haruslah berdasar atas hukum, bukan atas kemauannya penguasa itu sendiri," tambah Yusril.

Dalam penilaian Yusril, Denny hanya ingin menyudutkan dan membangun kesan seolah-olah Yusril membebaskan koruptor dan pro-koruptor. "Kalau besok yang saya bela adalah narapidana teroris, Denny juga akan bilang saya membebaskan teroris dan pro-teroris. Saya sudah biasa dengan label atau cap demikian,” ujar Yusril.

Perdebatan tidak sampai di situ. Denny pun tetap menegaskan keputusan pembatalan pembebasan bersyarat yang dikeluarkan Kemenkum HAM pada 16 November 2011 lalu terhadap tujuh narapida kasus korupsi adalah untuk memenuhi rasa keadilan di masyarakat.

Karenanya, lanjut Denny, kebijakan pengetatan tak akan dibatalkan. Karena yang dibatalkan PTUN adalah hanya SK pencabutan pembebasan bersyarat. Dia menegaskan, ke depan kebijakan remisi tetap tidak diobral.

"Orang bilang dasar hukumnya apa sih. Nah, saya jelek-jelek, sarjana hukum dan baca UU juga. UU Pemasyarakatan mengatakan itu hak napi. Tapi kemudian bukan berarti harus diberikan. Nah itu yang salah," ujarnya.

Dia lalu mengibaratkan, naik kelas di siswa SD. Anak kelas 5 berhak naik ke kelas 6. Tapi, anak itu tidak wajib untuk naik kelas. "Itu hak guru menaikkan kelas atau tidak. Soal pemberian pembebasan bersyarat dan remisi bukan berarti harus diberikan. Pembebasan bersyarat itu syaratnya adalah rasa keadilan masyarakat. Makanya kalau buat kebijakan ada dong dasar hukumnya. Nah kebijakan itu ada," tegas Denny. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun