Faktor tambahan lainnya yang membuat warga negara lain banyak pindah kewarganegaraan ke Singapura adalah karena paspor negara ini dianggap sebagai salah satu paspor paling sakti di dunia yang dapat masuk ke 127 negara tanpa visa.
Pentingnya Memperkuat Peran Diaspora
Di negara tujuan, sebagian imigran membentuk jejaring dengan sesama imigran maupun negara asal dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejahtera secara ekonomi, sosial, kultural, dan politik. Jejaring komunitas imigran ini merupakan cikal bakal terbentuknya diaspora.
Belum ada pengertian yang diterima secara luas terkait istilah diaspora. Istilah diaspora sering dipakai untuk menandakan fenomena yang berbeda-beda, bergantung pada kepentingan dan fokus kajian. Dalam kajian migrasi, IOM dan MPI (2013) mengartikan diaspora sebagai "emigran dan keturunannya yang tinggal di luar negara tempat lahir atau nenek moyangnya, tetapi mereka tetap mempertahankan hubungan sentimental dan material dengan negara asalnya". Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah diaspora dipastikan lebih banyak dari jumlah migran internasional.
Sejumlah kajian migrasi dan diaspora menyimpulkan bahwa migrasi internasional yang terjadi pada era globalisasi bukan hanya dapat memperluas sebaran diaspora, tetapi juga dapat memperkuat eksistensi mereka. Van Hear (1988) mengemukakan, salah satu hasil proses globalisasi adalah peningkatan interkoneksi diaspora. Mereka dengan mudah dihubungkan dengan jaringan informasi dan komunikasi untuk saling mengenal dan kemudian membentuk komunitas-komunitas yang cakupan geografisnya semakin meluas yang pada akhirnya berupaya untuk memperkuat eksistensi diaspora. Upaya yang sering diperjuangkan oleh diaspora adalah kewarganegaraan ganda (dwi kewarganegaraan) untuk memperkuat eksistensi mereka dalam menjalani kehidupan transnasional, yaitu kehidupan yang berorientasi pada lebih dari satu negara (Santoso, 2014).
Eksistensi lain dari diaspora adalah terkait dengan peran mereka dalam mewujudkan sebuah simbiosis yang menguntungkan bagi negara tujuan maupun negara asal. Beberapa negara yang dinilai berhasil memetik keuntungan dari eksistensi diaspora adalah China, India, dan Filipina (Siddiqui dan Tejada, 2014).
Secara umum diaspora berhubungan dengan tiga kata kunci, yakni kepergian atau perpindahan terpaksa, permukiman di beberapa lokasi dan tanah leluhurnya. Diaspora pada awalnya hanya dipakai untuk menyebut orang-orang Yahudi yang terusir dari negara asalnya (Wahlbeck, 2002). Dalam perkembangannya, diaspora juga dipakai pada komunitas yang terbentuk sebagai akibat pengungsian (displacement).
Pengertian pengungsi dalam studi migrasi masuk dalam kelompok migrasi terpaksa (forced migration). Oleh karena itu, secara historis diaspora terbentuk karena adanya migrasi terpaksa. Pada perkembangan selanjutnya, yaitu ketika migrasi sukarela (voluntary migration) semakin banyak dilakukan oleh berbagai bangsa di dunia, maka tipologi diaspora juga semakin meluas.
Diaspora tidak lagi hanya merujuk pada komunitas yang terpaksa pergi atau pindah dari negara asal dan leluhur mereka, namun juga termasuk mereka yang tinggal di negara tujuan migrasi karena suatu pilihan (sukarela) yang didasari oleh beragam alasan, misalnya pekerjaan, pendidikan, afiliasi (keluarga), kultural, politik, dan lainnya. Migrasi internasional secara sukarela tersebut mencakup pindah permanen dan sementara, misalnya tenaga kerja yang terikat kontrak dalam jangka waktu tertentu, para diplomat dan anggota keluarga mereka, pelajar atau mahasiswa. Dengan demikian, diaspora dalam konteks migrasi mencakup semua emigran dan anak keturunan mereka yang masih mempertahankan ikatan komunitas dengan negara asal atau leluhur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H