Mohon tunggu...
Paramesthi Iswari
Paramesthi Iswari Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Ibu rumah tangga. Sedang belajar untuk kembali menulis.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kamuflase Gula dan Kehadiran Negara

18 Juli 2024   08:33 Diperbarui: 18 Juli 2024   16:00 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski jauh dari memadai, kebijakan pelabelan kandungan gula tetaplah diperlukan. Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa kebijakan tersebut dapat membantu mengurangi konsumsi pangan berpemanis.  

Rendahnya literasi di Indonesia menyajikan tantangan yang lebih besar sehingga sekedar pelabelan gula saja tidak cukup. Jangankan memahami isi label produk pangan, membacanya saja barangkali tidak banyak orang akan melakukannya.

Pemerintah perlu memberi tekanan yang lebih kepada produsen pangan, misalnya dengan segera merealisasikan pemberlakuan cukai gula maupun pembatasan jumlah kandungan gula dalam produk pangan yang disertai dengan penegakan hukum yang konsekwen. 

Di Indonesia persoalan ini menjadi lebih rumit mengingat pengawasan terhadap produk pangan masih belum bisa menjangkau hingga level usaha kecil. Padahal tak sedikit juga pelaku usaha kecil yang memproduksi pangan dengan kandungan gula yang tinggi dan digemari masyarakat seperti es kepal, boba, martabak manis, piscok, dll.  

Pemerintah juga perlu antisipatif terhadap dampak penerapan kebijakan pengendalian konsumsi gula tersebut terhadap pelaku usaha kecil. Ketentuan pencantuman label kandungan gula pada produk makanan tentunya akan menjadi tambahan biaya produksi tersendiri. Demikian juga dengan rencana penerapan cukai gula.

Di sisi lain, membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya makanan sehat, khususnya membatasi konsumsi gula adalah langkah strategis yang harus ditempuh. Literasi gizi seimbang menjadi sangat relevan untuk dilakukan, khususnya kepada ibu rumah tangga dan pelajar di semua tingkat. Ibu rumah tangga memiliki peran yang menentukan atas akses keluarga terhadap pangan bergizi sekaligus membentuk preferensi makan pada anak sejak dini. 

Berbagai upaya preventif untuk menekan prevalensi diabetes tersebut adalah sebuah keniscayaan yang harus ditempuh sesegera mungkin. Sebab, prevalensi diabetes yang semakin tinggi tentunya akan membutuhkan penanganan yang jauh lebih mahal biayanya dan berimplikasi negatif terhadap upaya membangun kesejahteraan masyarakat di masa yang akan datang.

Bersikap Kritis Terhadap Gula

Memahami sejarah kehadiran gula dapat membantu kita untuk memahami bahwa selera dan hasrat manusia terhadap gula tidak sepenuhnya merupakan hal yang alami.  Kebutuhan manusia masa kini akan gula cenderung diciptakan dan dibesar-besarkan oleh pelaku industri pangan (gula). “Budaya gula” dibentuk oleh silang sengkarut kekuatan politik, sosial, ekonomi di sepanjang perjalanan peradaban manusia.  

Konsumsi gula berlebih yang mendorong tingginya prevalensi diabetes bukan sekedar merupakan hasil ketidakpahaman atau kesalahan masyarakat akan pola makan dan gaya hidup yang sehat. Lebih dari itu, kondisi itu tercipta karena pola pangan masyarakat sudah terlalu lama dikondisikan oleh industri pangan. 

Di sinilah pentingnya peran negara dan sikap kritis rakyat. Kita perlu untuk mendesak negara agar tidak hanya melindungi kepentingan industri namun secara nyata mewujudkan keberpihakannya untuk melindungi kesehatan rakyatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun