Mohon tunggu...
Paramesthi Iswari
Paramesthi Iswari Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Ibu rumah tangga. Sedang belajar untuk kembali menulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Perempuan dan Fesyen Berkelanjutan, Kontribusi dalam Mengatasi Perubahan Iklim

19 Juni 2024   08:18 Diperbarui: 19 Juni 2024   08:37 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Perempuan dan Fesyen

Dunia fesyen identik dengan perempuan. Berbagai produk yang ditujukan untuk perempuan mendominasi industri fesyen.  Tak hanya sebagai pengguna, perempuan sejak dulu kala telah  memainkan peranan  penting pada segala lini industri fesyen, bahkan sebagai pembuat keputusan yang berpengaruh besar.

Di tengah mendesaknya upaya meredam laju pemanasan global, perempuan adalah pihak yang tepat untuk menjadi agent of change dalam dunia fesyen.  Sebagai subyek utama, perempuan dapat mendorong industri fesyen untuk mengubah cara-cara berbisnisnya agar lebih berkelanjutan.  Bila setiap orang mulai mengubah cara pandang dan pilihannya dalam membeli dan menggunakan produk fesyen secara lebih bertanggung jawab, maka mau tak mau produsen akan menyesuaikan diri dengan tuntutan konsumen tersebut. Kekuatan revolusioner konsumen itu sudah terbukti melalui keberhasilan perusahaan fesyen layak pakai (secondhand) yang dulu dianggap rendah namun kini menjadi bernilai ekonomi tinggi.

Fesyen Berkelanjutan di Indonesia

Fesyen berkelanjutan sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia.  Indonesia sangat kaya dengan berbagai jenis kain tradisional yang dihasilkan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan.  Beberapa di antaranya adalah: batik, lurik dari Klaten, endek dari Bali, Songket Palembang, Sasirangan dari Banjar, tenun ikat dari Sumba, kain jomok dari Dayak yang terbuat dari serat kayu, dll.  Kain-kain tradisional tersebut dibuat dengan material alami yang mudah terurai lewat proses yang rendah emisi karbon dan sebagian besar dikerjakan oleh perempuan.

Kehadiran teknologi telah membuat produksi kain dapat dilakukan secara lebih cepat dan efisien.  Adanya kain dan pewarna sintetis membuat ongkos produksi bisa ditekan lebih murah.  Cara-cara produksi tradisional membuat pengrajin tidak bisa bersaing di pasar dan kian terpinggirkan.  Demi mempertahankan kelangsungan usahanya, banyak pengrajin memilih untuk mengadosi mekanisasi yang berujung pada efisiensi tenaga kerja maupun pencemaran lingkungan.  Fenomena ini bisa dilihat di kampung-kampung di Pekalongan yang tergenang air warna-warni saat terjadi curah hujan tinggi ataupun pencemaran Bengawan Solo oleh limbah pabrik-pabrik tekstil.

Dewasa ini wacana tentang fesyen berkelanjutan mulai menguat di Indonesia.  Sejumlah brand lokal yang berdiri di garda depan fesyen berkelanjutan.  Mereka antara lain adalah: Sejauh Mata Memandang, Sukka Chitta, Pijak Bumi, Osem, Sare, Cottonink, Setali Indonesia, Seratus Kapas, Cinta Bumi Artisan, dan masih banyak lagi.  Inisiatif tersebut tentu menggembirakan dan layak untuk diapresiasi.  Namun, tanpa dibarengi dengan upaya membangun kesadaran di kalangan konsumen maka upaya tersebut kurang berarti.  Kebanyakan konsumen masih lebih memilih fast fashion, utamanya karena harganya lebih murah.  Oleh karena itu, upaya untuk membangun kesadaran publik  masih sangat diperlukan, khususnya di kalangan perempuan yang lekat dengan dunia fesyen.  

Penyelenggaraan acara seperti blog competition Oxfam dan Energi Terbarukan ini dapat menjadi media yang efektif untuk membagun kesadaran tersebut.  Sebab, konsumen yang cerdas dan berdaya akan dapat mendorong ekosistem perekonomian yang ramah lingkungan dan berkeadilan.

Rekomendasi Praktis Bagi Pengguna Fesyen

Dalam tataran praktis, berikut ini beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai konsumen untuk mendukung fesyen berkelanjutan:

1.  Reduce

Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah tidak menambah isi almari pakaian bila tidak benar-benar diperlukan dan mulai berorientasi pada pakaian yang berkualitas baik dan ramah lingkungan.  Pakaian yang berkualits baik akan lebih awet sehingga mengurangi limbah.  Katun, linen, tencel, serat bambu, serat kayu, adalah contoh beberapa material yang ramah lingkungan dan mudah terurai (biodegradable).  Sedangkan polyester, nilon, rayon, dan spandex adalah kain sintetis yang tidak ramah lingkungan karena terbuat dari campuran minyak yang memiliki emisi karbon tinggi dan tidak mudah terurai. 

2.  Reuse

Tak perlu gengsi untuk mempertahankan tradisi "lungsuran", yaitu menggunakan kembali pakaian kakak untuk adik atau dari orang tua kepada anak.  Tidak ada yang salah dengan menggunakan kembali pakaian yang masih layak pakai.  Demikian pula dengan membeli pakaian second hand.  Dulu, membeli pakaian second hand dianggap tabu. Namun kini reuse justru menjadi trend dan menciptakan peluang ekonomi baru di dunia fesyen. 

Gerakan reuse dan recycle produk fesyen sangat tidak asing bagi Oxfam. Sebagai organisasi non profit, sejak tahun 1940 Oxfam membuka gerai reuse dan recycle yang hasilnya digunakan untuk mendanai berbagai kegiatan kemanusiannya.  Kini, gerai-gerai Oxfam store justru menjadi kian relevan dalam perkembangan zaman.

3.  Recycle

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun