Mohon tunggu...
Paramesthi Iswari
Paramesthi Iswari Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Ibu rumah tangga. Sedang belajar untuk kembali menulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Perempuan dan Fesyen Berkelanjutan, Kontribusi dalam Mengatasi Perubahan Iklim

19 Juni 2024   08:18 Diperbarui: 19 Juni 2024   08:37 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aditya Wardhana/ Unsplash

"Buy less, choose well, make it last. (Kurangi membeli, pilihlah dengan baik, jadikan tahan lama)".  (Vivienne Westwood)

Kutipan di atas adalah sepenggal ucapan Vivienne Westwood, seorang perancang busana ikonik yang kerap menyampaikan pesan kepedulian terhadap lingkungan hidup dan hak asasi manusia melalui karya-karyanya.  Di sepanjang perjalanan karirnya, Vivienne menggunakan fesyen untuk membangkitkan kesadaran akan dampak konsumsi berlebihan terhadap lingkungan yang identik dengan industri fesyen dalam beberapa dekade terakhir.  Meski kini telah tiada, Vivienne Westwood menjadi inspirasi bagi gerakan fesyen berkelanjutan (sustainable fashion) yang saat ini berkembang seiring dengan menguatnya wacana tentang perubahan iklim.

Gerakan fesyen berkelanjutan adalah antitesa terhadap arus besar Fast Fashion saat ini.  Di dalam sustainable fashion, kualitas lebih penting dari pada kuantitas, nilai (value) lebih utama dari pada harga (cost), dan di balik setiap potong produk fesyen tersimpan makna dan kisah yang layak untuk diperhatikan.

Fesyen berkelanjutan adalah fesyen yang diproduksi secara etis dan ramah lingkungan.  Fesyen berkelanjutan diproduksi dengan cara-cara yang bukan hanya mengurangi dampaknya terhadap lingkungan namun juga peduli kepada orang-orang yang terlibat di dalam proses produksi.  Gerakan ini didasari oleh kesadaran tentang sikap konsumsi berlebihan dalam industri fesyen yang telah memperparah laju pemanasan global yang mengancam kelestarian planet bumi sebagai wahana hidup bersama. 

Fast Fashion yang Tidak Ramah Lingkungan

Mengutip zerowaste.id, Fast Fashion adalah industri fesyen yang memproduksi berbagai model fesyen silih berganti dalam waktu yang sangat singkat, menggunakan bahan bermutu rendah sehingga tidak tahan lama.

Di dalam fast fashion, permintaan pasar diciptakan melalui trend model yang berganti beberapa kali dalam setahun.  Konsumen terkondisi untuk selalu mencari model terbaru sehingga terjadi perilaku konsumsi berlebihan.  Hal ini mengakibatkan terjadinya limbah pakaian hingga 92 juta ton per tahun.  Tak hanya mengeluarkan emisi gas rumah kaca, tumpukan limbah fesyen itu juga mencemari lingkungan dan membahayakan ekosistem laut.

Holedino/Pixabay
Holedino/Pixabay

Harga terjangkau adalah salah satu cara fast fashion untuk mendorong penjualan.  Biaya produksi ditekan dengan menggunakan bahan bermutu rendah seperti kain sintetis dan bahan kimia yang tidak ramah lingkungan.  Dengan menggunakan sistem outsourcing dan putting-out, fast fashion banyak diproduksi di negara berkembang yang menerapkan upah buruh murah, perlindungan tenaga kerja yang lemah dan sering mengabaikan keselamatan tenaga kerja.

Industri fesyen adalah industri dengan emisi karbon yang tinggi. Setiap tahap dalam prosesnya, sejak dari pemintalan benang, menenun dan merajut kain, pewarnaan, cutting, jahit, operasional mesin, kontrol temperatur mesin, hingga pengiriman mengkonsumsi air dan listrik dalam jumlah besar.  Apalagi banyak proses produksi pakaian dilakukan di India, Cina, bahkan Indonesia yang masih mengandalkan listrik yang bersumber dari batu bara.  Diperkirakan industri fesyen menyumbang 10% dari emisi karbon dunia saat ini dan akan terus meningkat.

Jadi, di balik harga murah fast fashion sebenarnya ada harga mahal yang harus dibayar oleh para buruh -- yang kebanyakan adalah perempuan - yang dibayar murah dan tak dilindungi keselamatannya maupun oleh kerusakan alam yang diakibatkannya.

 

Perempuan dan Fesyen

Dunia fesyen identik dengan perempuan. Berbagai produk yang ditujukan untuk perempuan mendominasi industri fesyen.  Tak hanya sebagai pengguna, perempuan sejak dulu kala telah  memainkan peranan  penting pada segala lini industri fesyen, bahkan sebagai pembuat keputusan yang berpengaruh besar.

Di tengah mendesaknya upaya meredam laju pemanasan global, perempuan adalah pihak yang tepat untuk menjadi agent of change dalam dunia fesyen.  Sebagai subyek utama, perempuan dapat mendorong industri fesyen untuk mengubah cara-cara berbisnisnya agar lebih berkelanjutan.  Bila setiap orang mulai mengubah cara pandang dan pilihannya dalam membeli dan menggunakan produk fesyen secara lebih bertanggung jawab, maka mau tak mau produsen akan menyesuaikan diri dengan tuntutan konsumen tersebut. Kekuatan revolusioner konsumen itu sudah terbukti melalui keberhasilan perusahaan fesyen layak pakai (secondhand) yang dulu dianggap rendah namun kini menjadi bernilai ekonomi tinggi.

Fesyen Berkelanjutan di Indonesia

Fesyen berkelanjutan sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia.  Indonesia sangat kaya dengan berbagai jenis kain tradisional yang dihasilkan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan.  Beberapa di antaranya adalah: batik, lurik dari Klaten, endek dari Bali, Songket Palembang, Sasirangan dari Banjar, tenun ikat dari Sumba, kain jomok dari Dayak yang terbuat dari serat kayu, dll.  Kain-kain tradisional tersebut dibuat dengan material alami yang mudah terurai lewat proses yang rendah emisi karbon dan sebagian besar dikerjakan oleh perempuan.

Kehadiran teknologi telah membuat produksi kain dapat dilakukan secara lebih cepat dan efisien.  Adanya kain dan pewarna sintetis membuat ongkos produksi bisa ditekan lebih murah.  Cara-cara produksi tradisional membuat pengrajin tidak bisa bersaing di pasar dan kian terpinggirkan.  Demi mempertahankan kelangsungan usahanya, banyak pengrajin memilih untuk mengadosi mekanisasi yang berujung pada efisiensi tenaga kerja maupun pencemaran lingkungan.  Fenomena ini bisa dilihat di kampung-kampung di Pekalongan yang tergenang air warna-warni saat terjadi curah hujan tinggi ataupun pencemaran Bengawan Solo oleh limbah pabrik-pabrik tekstil.

Dewasa ini wacana tentang fesyen berkelanjutan mulai menguat di Indonesia.  Sejumlah brand lokal yang berdiri di garda depan fesyen berkelanjutan.  Mereka antara lain adalah: Sejauh Mata Memandang, Sukka Chitta, Pijak Bumi, Osem, Sare, Cottonink, Setali Indonesia, Seratus Kapas, Cinta Bumi Artisan, dan masih banyak lagi.  Inisiatif tersebut tentu menggembirakan dan layak untuk diapresiasi.  Namun, tanpa dibarengi dengan upaya membangun kesadaran di kalangan konsumen maka upaya tersebut kurang berarti.  Kebanyakan konsumen masih lebih memilih fast fashion, utamanya karena harganya lebih murah.  Oleh karena itu, upaya untuk membangun kesadaran publik  masih sangat diperlukan, khususnya di kalangan perempuan yang lekat dengan dunia fesyen.  

Penyelenggaraan acara seperti blog competition Oxfam dan Energi Terbarukan ini dapat menjadi media yang efektif untuk membagun kesadaran tersebut.  Sebab, konsumen yang cerdas dan berdaya akan dapat mendorong ekosistem perekonomian yang ramah lingkungan dan berkeadilan.

Rekomendasi Praktis Bagi Pengguna Fesyen

Dalam tataran praktis, berikut ini beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai konsumen untuk mendukung fesyen berkelanjutan:

1.  Reduce

Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah tidak menambah isi almari pakaian bila tidak benar-benar diperlukan dan mulai berorientasi pada pakaian yang berkualitas baik dan ramah lingkungan.  Pakaian yang berkualits baik akan lebih awet sehingga mengurangi limbah.  Katun, linen, tencel, serat bambu, serat kayu, adalah contoh beberapa material yang ramah lingkungan dan mudah terurai (biodegradable).  Sedangkan polyester, nilon, rayon, dan spandex adalah kain sintetis yang tidak ramah lingkungan karena terbuat dari campuran minyak yang memiliki emisi karbon tinggi dan tidak mudah terurai. 

2.  Reuse

Tak perlu gengsi untuk mempertahankan tradisi "lungsuran", yaitu menggunakan kembali pakaian kakak untuk adik atau dari orang tua kepada anak.  Tidak ada yang salah dengan menggunakan kembali pakaian yang masih layak pakai.  Demikian pula dengan membeli pakaian second hand.  Dulu, membeli pakaian second hand dianggap tabu. Namun kini reuse justru menjadi trend dan menciptakan peluang ekonomi baru di dunia fesyen. 

Gerakan reuse dan recycle produk fesyen sangat tidak asing bagi Oxfam. Sebagai organisasi non profit, sejak tahun 1940 Oxfam membuka gerai reuse dan recycle yang hasilnya digunakan untuk mendanai berbagai kegiatan kemanusiannya.  Kini, gerai-gerai Oxfam store justru menjadi kian relevan dalam perkembangan zaman.

3.  Recycle

Upaya daur ulang bisa dilakukan dengan cara memanfaatkan pakaian bekas untuk berkreasi membuat pakaian baru (upcycling) atau untuk membuat barang lain yang masih bisa digunakan (repurpose), misalnya membuat selimut dengan kain perca. 

Beberapa brand fesyen terkemuka mulai menerapkan program "take back", yaitu menerima kembali produk yang telah usang untuk kemudian didaur ulang.  Terkadang program ini disertai dengan diskon untuk pembelian yang akan datang.  Program ini tentu layak untuk dimanfaatkan untuk berkontribusi terhadap upaya mengurangi limbah fesyen. 

4.  Membeli dari Brand  Fesyen Berkelanjutan

Produsen fesyen yang telah menerapkan prinsip-prinsip etis dan ramah lingkungan tentu perlu didukung untuk semakin meluas produknya.  Prinsip-prinsip etis tersebut adalah penggunaan bahan baku yang rendah karbon dan mudah terurai, proses produksi dengan menggunakan energi bersih dan terbarukan, dan mempekerjakan tenaga kerja yang dibayar dengan upah layak disertai kondisi kerja dan perlindungan yang memadai. 

5.  Merawat produk fesyen yang dimiliki agar tahan lama

Langkah sederhana ini dapat mengurangi limbah fesyen.  Beberapa tindakan sederhana yang bisa dilakukan antara lain: mencuci batik tanpa deterjen tapi menggunakan lerak agar warnanya tak cepat pudar, memilih memperbaiki pakaian yang rusak kecil dari pada membuangnya, mempelajari tehnik mencuci dengan mesin untuk menghindari baju menyusut, dll.

Konsumen Cerdas untuk Ekonomi Berkeadilan

Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta adalah pasar yang menggiurkan bagi produsen fast fashion. Di tengah lesunya perekonomian global, platform market place digital maupun media sosial dapat menjadi kendaraan yang efektif bagi produsen dari negara lain untuk mengambil keuntungan dari rakyat Indonesia. 

Melalui market place dan sosial media, berbagai produk impor - termasuk fesyen - dijual dengan harga yang sering tidak masuk akal karena murahnya.  Situasi tersebut tentu menjadi ancaman bagi UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang menjadi tumpuan hidup bagi sejumlah besar rakyat Indonesia.  Membiarkan UMKM untuk bertarung dengan pelaku fast fashion bermodal besar adalah sebuah ketidakadilan yang harus dilawan bersama. Di satu sisi pemerintah tidak boleh membiarkan ekosistem yang tidak sehat itu terus menerus menggerus perekonomian dalam negeri.  Di sisi lain, konsumen harus bisa bersikap kritis dan mengambil keberpihakan yang tegas terhadap produsen lokal.

Dalam konteks situasi tersebut, menerapkan fesyen berkelanjutan menjadi sangat relevan.  Fesyen berkelanjutan adalah langkah sederhana untuk berkontribusi terhadap kelestarian bumi sekaligus ekonomi yang berkeadilan.  

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun