Mohon tunggu...
Paramaputra Adiwangsa
Paramaputra Adiwangsa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Brawijaya

Berusaha menikmati kehidupan dengan sepenuhnya melalui pengembangan potensi diri dengan belajar dan berlatih secara berulang-ulang. Seperti yang dikatakan Mohandas Gandhi, "Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada pencapaian. Usaha penuh adalah kemenangan penuh."

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fad Diet: Ngikutin Tren Malah Berakhir Ngenes

10 Desember 2023   09:16 Diperbarui: 10 Desember 2023   09:21 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dampak negatif dari fad diet sebenarnya tidak hanya terbatas pada aspek fisik, tetapi juga dapat berdampak signifikan pada kesehatan mental dari seseorang. Efek yo-yo yang ditimbulkan oleh metode ini akan mengakibatkan beban psikologis yang signifikan. Seseorang yang mencoba fad diet cenderung akan mengalami tingkat kecemasan yang tinggi karena mereka akan selalu mengkhawatirkan penampilan fisiknya. Apalagi ketika orang tersebut gagal dalam mencapai atau mempertahankan hasil yang diinginkan, maka berpotensi memunculkan perasaan depresi dan rendah diri di dalam dirinya. Selain itu, perubahan berulang dalam berat badan bisa memicu ketidakstabilan emosional, memperburuk hubungan seseorang dengan makanan tertentu bahkan dalam beberapa kasus, menyebabkan atau memperburuk gangguan makan dalam diri seseorang misal bulimia ataupun anoreksia.

Kesimpulan dan Solusi

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, fad diet dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk pseudosains yang merugikan, baik secara fisik maupun mental. Keberadaan metode ini tersebar luas dalam masyarakat karena banyak orang yang terjebak oleh janji dan klaim penurunan berat badan instan, meskipun seringkali tidak didukung oleh dasar ilmiah yang solid. Agar terhindar dari jebakan tersebut, seseorang harus memiliki kesadaran kritis terhadap klaim yang tidak didukung oleh bukti ilmiah. Selain itu, orang-orang juga harus memahami bahwasannya kecantikan itu hanya bisa didapatkan melalui proses yang bersifat seimbang dan berkelanjutan secara menyeluruh sambil memperhatikan aspek-aspek kesehatan, tanpa memperdulikan norma-norma kecantikan yang terkesan tidak realistis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun