Empat tahun silam kurang lebih aku mengingat kita bersua. Di sebuah rumah dan dalam sebuah acara. Di balik kacamata tebal yang kau kenakan, aku masih mengingat sorot tatap mata percaya diri dan sebuah sikap yang matang bagi remaja seusiamu. Kau menjawab dan berdialog panjang lebar atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Dan dalam pelatihan itu, kau masih canggung bergaul dengan teman-teman lainnya yang datang dari beragam kota dan beragam universitas. Saat mala tiba, kau hanya memilih tidur menyendiri di sebuah pojok serambi masjid.
Setelah pertemuan pertama itu, kita kerap berjumpa dalam berbagai acara atau kunjungan-kunjungan biasa. Saat aku pindah kota pun kita masih sering bertemu, sering dalam artian untuk kita yang tinggal di kota yan relatif jauh, dan kita yang sama-sama punya kesibukan.
Kaulah yang sering berkunjung ke kota kami.
Pada satu waktu kunjunganmu, aku ingat kau ingin menyegarkan pikiran dari keriuhan kota besar dan segala aktifitas yang membuatmu jenuh. Aku ingat di kota dengan nuansa pegunungan ini kau malah di ajak untuk keliling makam dan ke tempat tempat bersejarah, dan tentu ini ada sangkut pautnya dengan Islam nusantara yang mulai mencuat akhir-akhir ini.
Ahh... pertemuan-perteuan singkat yang terkadang hinggap sejenak di dalam benak yang penuh sesak, pada akhirnya menemukan arti dan keagungannya saat perpisahan datang. Kita terkadang tak begitu memperhatikan setiap detail kejadian saat peristiwa itu terjadi, namun saat semua tinggal kenangan, satu persatu detail peristiwa tergambar dengan jelas, menceritakan banyak hal, bahkan ia memberikan kita arti tentang kehidupan serta tak jarang ia menjadi bagian dari hidup kita hari ini.
Begitulah pertemuan kita, begitulah persahabatan kita, begitulah misteri kehidupan, dan ternyata ia kita jalani dan kita lalui dengan penuh kecerian dan penuh keoptimisan akan esok yaang akan kita nanti.
Setiap kita punya jalan, setiap kita punya cerita, setiap kita punya garis tangan, dan setiap kita pasti punya perjalanan.
Dan perjalanan kita sangat singkat. Pertemuan kita tak kan kekal. Hanya perpisahan yang akan abadi. Engkau meninggalkan kami untuk menuju ke keabadian itu.
***
Perpisahan kita di dunia ini adalah satu keniscayaan yang tak bisa disangkal apalagi dihalang-halangi. Sekuat apa pun dan sedalam apa pun kecintaan kita kepada perjalanan ini, kita tak bisa mencegah perpisahan untuk menuju perjalanan yang sesungguhnya. Bila kehadiran kita di dunia ini hanyalah imajinasi, maka meninggalkannya adalah satu perjalanan menuju kenyataan. Kau telah menapak jalan itu. Kau telah meninggalkan kami dalam dunia khayalan.
Seharusnyalah kami mengantarmu dengan senyum riang kebahgian. Keikhlasan melepasmu menempuh babak baru perjalanan menuju keabadian. Bila pun ada rinai bening di pelupuk mata kami, maka itu bukan bearti kami bersedih atas kepergianmu, tapi kami menangisi kami yang masih tertinggal dan asyik dengan segala warna-warni penuh pesona namun penuh dengan kepalsuan.