***
Mungkin anda sudah bisa menebak, atau masih bingung, cerita rakyat dari daerah atau suku apa ini? Jawabannya tak lain dan tak bukan adalah: adaptasi dari film kartun “Adit, Sopo & Jarwo”.
Desa Bharakajaya adalah Kampung Karet Berkah, kampung fiktif di Jakarta yang menjadi setting film tersebut. Penduduknya sangat religius karena sedikit-sedikit menggunakan jargon agama yang sedang laku keras di sinetron Indonesia. Adhyatmaja adalah Adit, yang mempunyai adik bayi bernama Adel (“Adhyalakhsmi”). Ayah dan ibu mereka mewakili keluarga ‘ideal’: suami bekerja tapi pelupa dan canggung mengurus anak, istri jadi ibu rumah tangga yang berbisnis di rumah dan minta macam-macam ke suami. Adit berteman bernama Denis (“Dhaniswara”) yang digambarkan secara kasar dengan stereotip anak gendut, nerdy dan penakut. Sasaran empuk untuk di-bully.
Sahabat mereka si Usapala alias Ucup yang lebih kecil dan miskin mengingatkan kita pada Da’i cilik berlatar belakang keluarga kurang mampu, tetapi bisa berkotbah dengan penuh semangat, atau jagoan-jagoan cilik yang religius di sinteron anak-anak.
Dan tentu saja ada Jarwo (“Jarahwana”) dan Sopo (“Bhutasapa”), reinkarnasi Pak Ogah dan Pak Ableh dalam bentuk baru yang entah kenapa lebih vulgar. Saya juga bingung kenapa setelah lebih dari dua puluh episode, warga kampung itu masih saja mempercayai jasa mereka. Jujur saja, saya lebih percaya pak Ogah. Biaya jasanya pun lebih murah. (“Cepek dulu dong.”*)
Tentu saja untuk menggambarkan “keanekaragaman” suku di nusantara (supaya tidak kalah dengan Upin & Ipin), ada tokoh dari suku lain seperti Mang Ujang tukang bakso (Kenapa dia tidak jualan siomay, lumpia basah atau kupat tahu? Lagipula bakso paling enak itu bukan bikinan orang Sunda, tapi Wonogiri.), Bang Anas yang orang Batak (saya tahu logatnya dibuat-buat karena saya suka makan di lapo) dan Baba Chan (“Jianglong”) yang setelah bertahun-tahun menetap di wilayah Jakarta yang jauh dari Glodok atau Kota masih tidak hilang logat Hokkian-nya, demi mewakili stereotip monoritas orang Tionghoa. (Mustahil, karena Ahok yang masih “China totok” Sumatera saja tidak demikian.)
Di tengah-tengah cerita (sering lebih dari sekali) muncul pesan sponsor dari sang dukun ramuan ajaib, alias produsen vitamin anak-anak yang dengan vulgar merusak jalan cerita dengan iklan terselubung tapi sekaligus telanjang bulat. Lagi-lagi tepat seperti kebanyakan sinetron, reality show dan bahkan film bioskop Indonesia yang haus kucuran rupiah dari sponsor.
Dan tentu saja, cerita tak akan lengkap tanpa deus ex machina: Sang Guru Maswara alias Bang Haji Deddy Mizwar yang menjadi ketua kampung dan ulama setempat. Pemimpin rakyat sekaligus pemimpin agama. Ia tahu segalanya, bahkan mengerti bahasa bayi si Adel. Ia jago segalanya: mampu memperbaiki motor Jarwo yang rusak, dan mengendarainya dengan akrobatik seperti Evil Knievel. Di saat genting, ia selalu datang menyelesaikan masalah, menegur Jarwo dan memberikan petuah agama yang jelas dan tanpa tedeng aling-aling sehingga orang bodoh saja langsung mengerti, sementara yang sudah mengerti diingatkan lagi dan lagi.
Dan begitu seterusnya sampai lebih dari dua puluh episode...