Mohon tunggu...
Moh. Haris Lesmana (Alesmana)
Moh. Haris Lesmana (Alesmana) Mohon Tunggu... Konsultan - Alumni Mahasiswa Konsentrasi Hukum Tata Negara

Sarana Menyalurkan Pemikiran dan Keresahan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengapa Pancasila Disebut sebagai Titik Temu Ideologi Dunia?

24 Mei 2022   11:28 Diperbarui: 24 Mei 2022   23:14 1200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berdasarkan konstitusi, kedudukan Pancasila adalah sebagai dasar falsafah dan ideologi Negara Kesaturan Republik Indonesia (NKRI). Mengingat fungsinya sebagai fundamen bangsa dan negara, maka keberadaan Pancasila tidak hanya penting, tetapi mutlak diperlukan bagi pencapaian visi atau cita-cita sosial bangsa Indonesia.

Pancasila merupakan pedoman hidup sekaligus menjiwai seluruh praktik kekuasaan (politik) dalam rangka perwujudan kesejahteraan rakyat, yang menjadi sumber etika dan moral dalam tata pergaulan hidup berikut cita ideal daripada tujuan berbangsa dan bernegara.

Sebagai common denominator, Pancasila juga kerap dipandang sebagai alat pemersatu yang mampu mengatasi perpecahan bangsa. Diketahui bahwa konseptualisasi Pancasila mula-mula merupakan Kreasi Bung Karno, tetapi ia bukanlah karya induvidual. Dalam fase perumusan, penyempurnaan hingga pengesahannya, terdapat banyak silang gagasan, pendapat, masukan dan perubahan sebelum akhirnya mencapai konsensus bersama.

Oleh karenanya, dari sana terlihat bahwasannya Pancasila bukanlah ideologi hasil karya perseorangan, melainkan hasil konsensus nilai bersama yang telah menjadi wadah beragam pandangan dari berbagai anasir golongan.

Dalam konteks ideologis, kerangka dan basic nilai-nilai Pancasila sejatinya merupakan titik temu atau "jalan tengah" bagi konsep kapitalisme dan sosialisme beserta pasangan kembar ideologinya (liberalisme dan komunisme), sebab dalam Pancasila konsep dan ideologi tersebut dapat disintesiskan menjadi satu cara pandang yang tidak jatuh pada individualisme vulgar, ataupun dalam bentuk kolektivisme ekstrem.

Secara nilai, Pancasila lebih identik dengan sosialisme daripada kapitalisme-liberalisme, akan tetapi nilai-nilai kapitalisme juga tidak sepenuhnya ditolak dalam konsepsi Pancasila, mengapa demikian?

Sebab, dalam ideologi Pancasila, hak-hak induvidu masih tetap mendapat pengakuan dari negara. Pada sila kelima, tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, memang menitikberatkan pada pentingnya keadilan kolektif, tetapi kolektivisme dalam rumusan Pancasila tidak meniadakan kemerdekaan dan pengakuan atas hak induvidu, yang mana hal tersebut adalah salah satu nilai yang sangat di junjung dalam ideologi liberalisme dan kapitalisme.

Memang, secara ideologis prinsip-prinsip fundamental yang termaktub dalam kapitalisme dan sosialisme dalam praktiknya tidak ada yang sungguh-sungguh menerapkannya secara murni dan konsekuen. 

Hal itu disebabkan adanya polarisasi kedua nilai ideologi tersebut yang sangat mustahil untuk mampu diaplikasikan, meskipun dengan catatan keduanya mengadopsi nilai masing-masing.

Secara praksis, kedua ideologi tersebut telah mengalami kebangkrutan total, sebab jika kedua nilai tersebut diterapkan tidaklah lebih dari sekadar untuk keperluan teroritik dan analisis saja. Sehingga dalam konteks penyusunan kebijakan, keduanya nyaris tumpang tindih, baik pada negara kapitalis-liberal, maupun pada negara sosialis komunis.

Sebagai contoh Amerika Serikat, salah satu negara yang mengaku diri paling liberal dan kapitalis di dunia masih mengandalkan kebijakan perlindungan sosial. 

Hal yang sama juga berlaku di Inggris, Korea Selatan, Jepang dan berberapa negara kapitalis lainnya. Begitupula sebaliknya, negara-negara komunis-sosialis seperti China, Korea Utara, Kuba, Venezuela, Vietnam dan lain-lain pun masih mengadopsi prinsip pasar bebas dan kompetisi bebas.

Pergeseran mainstream ideologi dari esktrem kiri dan ekstrem kanan menuju garis poros yang disebut dengan jalan ketiga, menandakan titik balik pertarungan ideologi, yang mana fenomena tersebut sekaligus membuktikan bahwa kapitalisme dan sosialisme tidak lagi mampu memperthanakan prinsip-prinsip ideologinya secara ketat dan vulgar.

Bahkan dewasa ini sangat sulit untuk membedakan secara tegas, mana negara-negara yang secara konsisten mempraktikan kedua ideologi dalam kerangka perumus kebijakan. 

Selain keduanya telah melebur menjadi saru konsepsi yang tumpang tindih, juga pada saat bersamaan , garis pembeda di antara keduanya menjadi kabur bahkan menghilang sama sekali. Sehingga, dapat dikatakan bahwa saat ini tidak ada lagi suatu negara yang benar-benar kapitalis ataupun sosialis.

Sebagai sebuah konsep sinterik, "jalan ketiga" barangkali sintesis kreatif paling mutakhir yang dapat disebut sebagai ide brilian. Namun, konsep tersebut jika dibandingkan dengan Pancasila yang jauh lebih dulu ada, jauh lebih maju Pancasila. Jika sekadar mempertemukan keduanya, tanpa menambahkan kualitas lain, kelas Pancasila adalah jalan ketiga paling kreatif.

Sehingga, yang menjadi pembeda antara Pancasila dan Jalan Ketiga pada umumnya adalah pada penambahan kualitas baru, yaitu berupa konsep ketauhidan yang terkandung dalam semangat dan nilai-nilai ideologi Pancasila. Di saat dunia masih terpolarisasi ke dalam dua kutub ideologi (kiri dan kanan), Indonesia telah membangun jalan lain yang jauh lebih progresif, sebab melampaui kedua mainstream ideologi.

Letak perbedaan paling mendasar di balik konseptualisasi jalan ketiga dan Pancasila, hemat penulis harus dipahami secara mendalam agar mampu membedakan spirit masing-masing. Jika jalan ketiga lahir sebagai reaksi atas krisis ideologi yang disinyalir berbagai krisis ekonomi global, maka kelahiran Pancasila tidak bisa dipisahkan dari perlawanan atas Imperialisme-Kolonialisme dan semangat Indonesia (baik dari dalam atau luar).

Pada marwahnya, Pancasila lahir sebagai bagian tak terpisahkan dari semangat membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan, berikut membawa cita-cita pembebasan itu ke dalam kerangka Indonesia Merdeka menuju masa depan bangsa Indonesia yang digdaya dan beradab, baik secara ekonomi, sosial, politik, budaya dan agama. 

Kelebihan Pancasila adalah terdapat pada kemampuannya mengatasi kebuntuan ideologi kapitalisme dan sosialisme serta pengakuannya terhadap adanya Sang Maha Pencipta alam semesta yang dibawa oleh ajaran agama-agama besar di bumi Nusantara.

Sila kelima Pancasila juga bermuatan revolusioner dalam rangka mengatasi krisis kapitalisme global yang dipicu oleh neoliberalisme, serta kegagalan ideologi sosialisme dalam menata kehidupan ekonomi dan sosial. 

Sosialisme sebagai ideologi politik membawa semangat dalam pembaruan cita-cita politik demi kesejahteraan sosial. Namun, ideologi ini masih terjebak dalam dikotomi induvidu dan masyarakat dalam induvidualisme dan kolektivisme. Sehingga, secara praksis ideologi ini masih mengandung banyak kecacatan yang butuh penyempurnaan.

Sebagai sebuah Weltanschauung, Pancasila tidak terjebak pada kolektivisme ekstem, juga tidak jauh pada induvidualisme. Tepatnya, Pancasila berada di tengah-tengah ketegangan ideologi Kiri dan Kanan. 

Pancasila adalah sebuah titik temu yang menjadi solusi atas kelemahan dan tumpang tindih sosialisme dan kapitalisme dengan pengakuan atas kekuatan Supra Materia (Tuhan). 

Epistemologi Pancasila mensyaratkan adanya penerimaan dan pengakuan terhadap kekuatan ilahilah sebagai fundamen etik dan moral. Berpijak pada sila pertama, Pancasila disusun dalam semangat ketauhidan yang menjiwai sila-sila berikutnya.

Sebagai konsekuensi dari Pancasila sebagai titik temu pandangan dunia Kiri dan Kanan, individualisme dan kolektivisme, serta internalisasi nilai Ketuhanan dalm "gagasan" Pancasila, membuat Pancasila menjadi ideologi dunia yang paling ideal khususnya bagi bangsa Indonesia. Daya kreatif yang menjelma dalam konsep Pancasila menjadi penawar terbaik di tengah krisis ideologi yang melanda negara-negara dunia.

Sekian tulisan pada kesempatan kali ini, terimakasih atas perhatiannya, mohon maaf atas kesalahan dalam penulisan, semoga bermanfaat dan menjawab pertanyaan-pertanyaan para pembaca sekalian terkait Pancasila sebagai titik temu ideologi dunia.

(Sumber: Pemikiran Saddam Al-Jihad dalam bukunya yang berjudul  "Pancasila Ideologi Dunia: Sintesis Kapitalisme, Soisialisme, dan Islam.")

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun