Mohon tunggu...
Santy Novaria
Santy Novaria Mohon Tunggu... -

Seorang Muda. Penikmat Fiksi. Tukang kritik yang bukan penulis. Anda tidak harus jadi koki handal untuk sekedar merasai mana masakan enak, mana yang kurang garam.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[FFK] Aku, diantara Karma dan Sesal

18 Maret 2011   15:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:40 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13004462841305141834

Aku harus bisa menghabisi Widyatmoko dalam tiga hari kalau tak ingin dua ratus juta berpindah tangan pada orang lain. Jujur saja, hati kecilku masih berontak. Kenapa harus orang ini? Sungguh, aku tak habis pikir.

Teringat sehari lalu saat kami bertabrak bahu, yang tentu saja sudah kurencanakan dari awal. Berlembar kertas penting miliknya berhamburan, terserak begitu saja. Tak kubantu dia memungutu kertas itu.

" maaf." Ujarku pendek.

Dia tak menjawab, hanya tersenyum dan menepuk pundakku. Ya Tuhan, baru kali ini aku merasa berat untuk membunuh target. Tunggu! Merasa berat? Bukan cuma itu, aku merasakan sesuatu yang menjalar di otak, lalu seperti ada aliran panas dalam darah, melolosi persendianku. Untuk berdiri saja aku gemetar. Apa ini?

" Bagaimana? Kapan kau selesaikan kerjamu?" Suara lewat tepon selulerku terdengar agak serak. Pertanyaan yang menuntut penyelesaian secepatnya.

" Sabarlah. Aku belom lagi dapat celah. Jangan khawatir, empat hari ini sudah beres " Klik. Sumber suara terputus.

Empat hari lagi! Sehari lalu juga kujanjikan begitu, padahal sampai sekarang aku masih belum  melakukan apa-apa selain membaca kertas yang kucoret-coret semalaman.

Nama, Widyatmoko. Usia, awal empat puluh.

Ini hari pertama aku membuntuti kegiatan Widyatmoko sehari penuh. Berharap ada celah untuk mencelakainya. Tak seperti perkiraanku sebelumnya, membunuh lelaki satu ini tak semudah yang kubayangkan.

Seperti sekarang, aku duduk di sebelah lelaki ini, kutawarkan rokok

"Saya ndak merokok, mas. Terima kasih." Santun sekali penolakan itu, sedikit pun aku tak tersinggung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun