Mohon tunggu...
Santy Novaria
Santy Novaria Mohon Tunggu... -

Seorang Muda. Penikmat Fiksi. Tukang kritik yang bukan penulis. Anda tidak harus jadi koki handal untuk sekedar merasai mana masakan enak, mana yang kurang garam.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cinta dalam bakso.

13 Maret 2011   14:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:49 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

****

Malam berkabut. Kau menghilang di antara kerumunan risau yang kuhalau. Sedang suara jangkrik kian merdu bernyanyi seolah menghibur sunyi pada senyap malam yang galau. Ah, beginikah rupanya sunyi, sayang? Saat kau memilih pergi meninggalkanku dan segala atribut 'miskin' yang setia menemaniku. Kau tak sanggup setia kan, sayang?

Atau kau hanya tak ingin menepati janjimu dulu? Janji bahwa kau bersedia menghabiskan waktumu bersamaku di gubuk ini. Membuatkan masakan favoritku tiap hari. Pernah di suatu siang kau menanyaku sesuatu yang mengagetkan, ketika matahari sedang menggarang dan keringatmu kian mewangi di indera ciumku. Ah, kau semakin seksi kala itu.

" Daeng, tahukah kamu? Saat kusantap makanan ini, aku seperti menelan liurmu yang manis, merasakannya meliuk-liuk dalam mulutku dengan lidah yang kubiarkan bergoyang selalu." Kau berucap tanpa henti.

Aku hanya memperhatikan bibirmu yang mungil meliuk-liuk, juga tatapan matamu yang berbinar. Seolah aku ingin membenam di dalamnya.

" Daeng, pernahkan kau berpikir untuk menjadi kaya? Oh tidak! Maksudku, aku ingin menghabiskan waktu denganmu. Bermain di halaman yang luas dengan anak-anak kita, berenang di kolam yang bening membiru, atau menikmati pagutan ciumanmu yang lembut di bathtub kamar mandi." Matamu tertawa membayangkan semua itu. Sedang aku, hanya miris dan galau mendengarnya.

Sayang, andai kau tahu kalau semenjak aku mempersuntingmu, aku sudah memikirkan semua yang kau hayalkan. Hatiku melebur.

Kurengkuh tubuh rampingmu yang indah, kudekap begitu erat seolah tak ingin melepasmu dan bersama membayangkannya sesuai hayalmu. Kelak  aku mewujudkan mimpimu, sayang, percayalah! Meski entah kapan, itu janjiku.

" Daeng, aku ingin kau menjadikan mimpiku terwujud. Mau kan?" Narmi merengkuh pungggung Matulla dari belakang. Mencium tengkuk Matulla lembut.

"Tojeng-tojeng' nga sayang.. Poangmi.." Matulla terhanyut pada cinta Narmi. Mereka berbaring begitu dekat, hembus nafas Narmi menyentuh tengkuknya. Ada sensasi tak terkisahkan disana.

" Tahukah kamu kalau kau mahir membuat bakso? Bakso yang sering kau buatkan untukku itu, rasanya mengalahkan hampir semua penjual bakso Jawa yang pernah kucicipi selama ini. Aku ingin kita mewujudkan mimpi kita dengan membiarkan orang lain bisa menikmatinya juga." Matulla terdiam, gairahnya menguap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun