Barangkali terminal ini jadi saksi.
Tempat lahirnya para perantau hebat di bumi pertiwi.
Ada pemuda - pemudi, merantau karena harga diri.
Â
Ibu-ibu dengan anak kecil digendongannya, merantau untuk sekedar membantu keuangan suami.
Â
Pun bapak-bapak setengahbaya itu, dengan setelan baju yang belum diseterika, lusuh, merantau untuk membuktikan ia sanggup menafkahi anak istri.
Â
Barangkali, benang merahnya adalah demi sesuap nasi. Bahwa mereka butuh makan agar perut dapat terisi.
Â
Ah, mungkin mereka sadar pendidikan mereka tak tinggi. Sadar bahwa tak ada celah untuk korupsi. Yang mereka tahu, merantau adalah jalan untuk meraih mimpi.
Â
Oh iya, ada yang tertinggal.
Di terminal ini bising sekali. Bising suara pedagang asongan yang berkeliaran kesana kemari. Pengamen yang bergantian dari satu bis ke bis lainnya tanpa jeda yang pasti.
Â
Namun setidaknya suara mereka suara rakyat. Bisingnya mereka masih enak didengar, nyaman ditelinga karena kita sama-sama rakyat, daripada mereka yang mengaku mewakili, berdebat hebat di televisi. Untuk apa?
Â
Perdebatan mereka agaknya tak membuat perut rakyatnya terisi. Susu bayi diwarung-warung itu pun bahkan tak mampu terbeli. Lalu apa?
Â
Ah, mungkin hanya menciptakan peraturan. Aturan-aturan yang semakin menyusahkan. Mencekik kehidupan. Semakin susah, semakin sulit, semakin tertekan.
Â
Ya, barangkali terminal ini adalah awal langkah dari sebuah impian. Impian yang membawanya pada perubahan. Tak peduli cacian, entah itu hinaan, cercaan, ah persetan!
Â
Sudahlah, akhirnya bus ini akan mulai berjalan. Masih banyak cerita sebenernya. Umpatan dikepala mereka pun masih banyak yang dipendam. Aku yakin mereka ingin katakan, tapi kepada siapa, tuan?
Â
Barangkali terminal ini menyimpan beragam janji. Kepadaku, kepada mereka, dan kepada kita semua.
Â
Di terminal ini aku akan pulang, di perantauan aku kan kembali. Bahwa harapan dan impian selalu terletak dalam hati. Namun kota kelahiran, akan tetap menjadi tempatku hingga aku mati.
Â
Terminal Pekalongan, 29 Maret 2016
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H