Mohon tunggu...
panggih nur haqiqi
panggih nur haqiqi Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Mahasiswa HKI fakultas syariah UIN RMS

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Mencatatkan Perkawinan

15 Februari 2023   02:52 Diperbarui: 15 Februari 2023   03:02 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah Pencatatan Perkawinan Setelah Adanya Undang Undang Perkawinan

Mengenai analisis menurut gerombolan kami sejarah pencatatan perkawinan pada Indonesia, dikarenakan banyaknya kalangan rakyat yg masih memakai sistem pernikahan secara siri, maka pada hal itu sistem pada pernikahan pada Indonesia tetapkan bahwasanya "tiap-tiap perkawinan dicatat berdasarkan peraturan perundang-undangan yg berlaku, hal ini tertera pada Undang undang No.1 Tahun 1974 pasal (2) & jua tercatatkan pada Undang-undang No.1 Tahun 1974 pasal (1) menyatakan bahwa "Perkawinan merupakan sah, bila dilakukan berdasarkan aturan masing-masing agamanya & kepercayaannyaitu. 

Sejarah pencatatan perkawinan pada Indonesia nir sanggup dilepaskan menurut sejarah pembentukan Undang-undang perkawinan, dikarenakan pencatatan perkawinan adalah bagian menurut Undang-undang Perkawinan.Oleh lantaran itu, periodesasinya sanggup mengacu dalam berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan, lantaran kelahirannya adalah wujud univikasi aturan pada bidang perkawinan, yg adalah keinginan primer menurut adanya kemerdekaan Indonesia. Dengan demikian, maka sejarah aturan perkawinan terbagi pada 2 masa, yaitu:

(1) sebelum berlakunya Undangundang No. 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan, & (2) sehabis berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan.

Untuk sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan, Adriaan Bedner & Stijn van Huis menjelaskan:

Sebelum tahun 1974 penduduk Indonesia merupakan tunduk dalam banyak sekali peraturan perkawinan yg diwarisi menurut pemerintah kolonial. Dengan cara yg umumnya bersifat pragmatis, Pemerintah kolonial nir pernah berusaha buat membawa seluruh masyarakat negara pada bawah satu undang-undang, melainkan hanya ikut campur pada ihwal famili apabila diperlukan sang tekanan eksternal, semisal menurut gereja pada Belanda yg ingin peraturan spesifik buat semua umat Kristen mereka pada Hindia Belanda. Detail menurut pluralisme aturan perkawinan tadi jua masih ada pada Penjelasan Umum menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan Nomor 2, menjadi berikut:

1) bagi orang-orang Indonesia Asli yg beragama Islam berlaku aturan yg sudah diresipiir pada Hukum Adat;

2) bagi orang-orang Indonesia Asli lainnya berlaku Hukum Adat;

3) bagi orang-orang Indonesia Asli yamg beragama Kristen berlaku Huwelijks Ordonatie Christen Indonesia (StbI. 1933 Nomor 74);

4) bagi orang Timur Asing Cina & masyarakat negara Indonesia keturunan Cina berlaku ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata menggunakan sedikit perubahan;

5) bagi orang-orang Timur Asing lainnya & warganegara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya tadi berlaku Hukum Adat mereka;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun