Ditambah lagi, kadang mereka terlalu fokus pada detail kecil sampai-sampai melupakan bagian besar. Hasilnya, rambut yang, kalau dilihat sekilas, sudah rapi, tapi kalau diperhatikan lebih dekat, malah terasa ada yang ganjil.
Belum lagi sooal leher yang mulai pegal. Karena durasinya yang panjang, duduk di kursi barbershop itu kadang terasa seperti mengikuti upacara militer. Kalau saja tukang cukur Madura langganan saya tahu ini, mungkin dia akan tertawa sambil berkata, "Alah mas, orang bukan artis aja kok ribet, cukur itu yang penting rapi dan murah."
Harga yang Fantastis
Ini bagian yang paling membuat saya menggerutu setiap kali keluar dari barbershop modern, harga! Tarif potong rambut di barbershop sekarang bisa mencapai tiga sampai empat kali lipat dari tukang cukur tradisional.
Bahkan, di beberapa tempat yang mengusung konsep premium, harganya lebih cocok untuk langganan indihome dan netflix daripada untuk sekadar gunting rambut.
Tentu, harga ini sering kali dikaitkan dengan fasilitas dan suasana yang ditawarkan dan mungkin saya memang bukan target market mereka.
Tapi, bagi saya, kalau hasil cukurannya gitu-gitu saja, apa gunanya semua kemewahan itu? Saya lebih memilih potong rambut di tukang cukur Madura langganan. Selain cepat dan murah, hasilnya pun sesuai dengan permintaan. Kadang malah dia yang memberikan saran terbaik soal model rambut yang cocok untuk bentuk wajah saya.
Kabar Tukang Cukur Tradisional
Di tengah fenomena menjamurnya barbershop modern, bagaimana nasib tukang cukur tradisional? Apakah mereka perlahan akan tergantikan oleh barbershop modern dan babermen-babermen keren itu?
Untungnya, di daerah saya, tukang cukur tradisional masih bertahan. Pelanggan mereka mungkin tidak sebanyak dulu, tapi ada loyalis yang tidak bisa digantikan.
Orang-orang seperti saya, yang mengutamakan kecepatan, harga, dan hasil yang sesuai permintaan, akan selalu kembali ke tukang cukur tradisional.