Gaya Rambut Template
Saya tidak tahu siapa yang menciptakan template potong rambut di barbershop modern ini, tapi dari pengamatan saya, ada dua model yang mendominasi.
Pertama, gaya rapi belah samping lalu disisir ke belakang ala-ala John LBF. Kedua, gaya mullet yang idnetik dengan gayanya Jeffrey Nichol atau entah selebritas mana lagi yang sedang naik daun. Masalahnya, gaya-gaya ini rasanya dipaksakan jadi solusi universal untuk semua pelanggan.
Tidak peduli bagaimana bentuk kepala atau tipe rambut pelanggan, sang barber sering kali mengarahkan kita ke salah satu dari dua pilihan itu. Rambut tebal, tipis, ikal, atau lurus tidak menjadi sesuatu yang dipertibangkan. Hasil akhirnya tetap sama: template.
Hal ini saya alami sendiri beberapa kali. Setiap kali saya meminta gaya yang berbeda, mereka seolah ragu-ragu, seperti tidak percaya diri. Kadang malah seperti punya mantra andalan, "Kalau model ini cocok banget buat anak muda, Mas." Padahal, saya cuma minta model rambut mandarin yang tidak terlalu ribet, bukan gaya universal yang bikin kepala saya jadi tiruan kepala orang lain.
Dan hal tidak menyenangkannya, setiap kali saya jalan-jalan di mall, supermarket atau ngopi di kafe, orang-orang di sekitar saya terlihat seperti fotokopian. Rambutnya mirip-mirip semua, sampai saya bingung ini barbershop atau pabrik cetak rambut.
Proses Panjang dan Melelahkan
Selain soal kreativitas, ada satu lagi yang bikin saya kadang ingin menyerah untuk potong rambut di barbershop modern, prosesnya yang lama sekali.
Kalau di tukang cukur tradisional langganan saya cukup 10-15 menit selesai, di barbershop modern bisa sampai 30-45 menit. Bahkan, ada yang lebih lama dari itu.
Saya paham bahwa mereka ingin memberikan pelayanan dan hasil terbaik. Tapi, apakah setiap helai rambut yang dipotong harus melalui proses diskusi dan rapat?
Sering kali, proses ini terasa seperti drama yang tidak berkesudahan. Ada bagian yang sudah dipotong dan dirapikan, eh, balik lagi dan diulang-ulang terus.