Mohon tunggu...
Panca Nur Ilahi
Panca Nur Ilahi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Rebahan

Limpahkan pemikiran dengan sebuah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Martabak

3 Januari 2021   16:40 Diperbarui: 3 Januari 2021   17:21 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku senang semua ada di rumah, aku harap Ibu dan Bapak juga ikut pulang dan menemuiku. Setelah Bapak pensiun, Ibu dan Bapak memutuskan untuk tinggal di kampung. Mas Agus dan Mas Iksan bekerja di luar kota yang dekat dengan rumah Ibu dan Bapak. Setelah membersihkan diri aku keluar kamar. 

Aku menuju ruang TV, terlihat martabak itu belum ada yang menyentuh dan ruangan TV kosong. Aku menyalakan TV, sambil memanggil yang lain "Mas.. Mbak ayo makan martabak bareng, Nanti aku habisin sendiri nih martabaknya." Tak ada jawaban. Aku memutuskan untuk memakan martabak itu duluan, ketika memasukan martabak itu ke mulut ku. Aku merasa rasa yang selama ini hilang dari diriku, aku menelan potongan martabak pertama ku. 

Aku melihat ke arah meja, terlihat Mas Iksan yang tak mau kalah soal martabak mengambil potongan besar, Mas Agus dan Mbak Sri yang berebut potongan lain, Mbak Nisa dan Mbak Icha yang sibuk memisahkan martabak untuk Ibu dan Bapak. Aku tersenyum, melihat pemandangan ini. Rumah terasa hangat, seperti perpindahan musim hujan ke musim panas. 

Aku memakan potongan kedua dan anehnya mereka mulai menghilang, aku langsung heran "Mbak Nisa sama Mbak Icha kemana?" aku menengok ke Mas Agus dan Mbak Sri, namun mereka juga sudah tidak ada. "Mas Iksan mereka kemana?" belum habis aku berucap Mas Iksan sudah tidak terlihat. Air mata tergenang di mataku.

Aku melihat sekeliling, ternyata hanya ada aku di ruangan ini. Mencoba mengecek potongan martabak,  ternyata benar hanya ada dua potongan yang kosong. Ruangan ini menjadi sunyi kembali, hanya ada suara TV yang terdengar. Aku terduduk lemas di sofa dan mulai menenangkan diri. 

Aku tersadar ternyata itu hanya halusinasiku saja, martabak ini membuat ku bernostalgia kembali ke momen dimana aku dan keluarga masih berkumpul bersama satu rumah. Walau saat itu terasa sulit namun sangat bahagia karena kami melalui kesulitan itu dengan bersama-sama. Keadaan saat ini sudah sangat baik dari pada waktu kami masih kecil, namun aku merasa ada yang hilang dari hidupku. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun