Memang, asal usul dibangunnya creative hub ini oleh pemerintah merupakan permohonan yang disampaikan komunitas kreatif asal Kabupaten Samosir. Beberapa pegiat kopi menyatukan ide dan konsep bahwa harus ada sebuah wadah kreatif sebagai tempat bertemu, berdiskusi dan beraksi bagi para orang orang-orang kreatif untuk turut membangun Kabupaten Samosir menjadi lebih baik, sesuai cita-cita bersama.
Kini, bangunan sudah berdiri dilengkapi dengan sejumlah fasilitas di dalamnya, termasuk mesin pengolahan kopi, laboratorium dan lain sebagainya.
Informasi yang diperoleh, anggaran untuk bangunan dan fasilitas di dalamnya sebesar Rp7 miliar. Untuk tahun pertama, gedung ini diberikan gratis untuk dipergunakan dan diberdayakan oleh komunitas kreatif yang mengajukan proposal tersebut. Cukup fair memang, karena berawal dari ide mereka lah yang akhirnya membuat gedung ini berdiri di Samosir.
Nah, ada gedung megah, fasilitas mewah, diisi orang-orang kreatif, smart dan berbagai kata indah yang mewakili kehebatan mereka. Di gedung itu, anggota komunitas ini berdagang berbagai produk kuliner, seperti kopi, mi, nasi goreng, makanan ringan dan banyak lagi jenis lainnya.
Sejumlah pengarjin di Kabupaten Samosir juga menitipkan hasil karyanya di gedung ini, seperti gelang, topi, baju, bandana dan banyak lagi. Itu artinya, ada penghasilan yang lumayan yang mereka dapatkan, karena gedung dan fasilitas sudah diberikan gratis tanpa harus mengeluarkan uang sewa.
Selain itu, di depan gedung ini ada sebuah openstage yang digunakan sebagai lokasi event atau pertunjukan lainnya, baik itu event yang diselenggarakan pemerintah, lembaga negara maupun swasta atau event-event komunitas. Berarti, ada perkumpulan massa yang cukup besar sepanjang tahun.
Tapi, ketika ada bangunan, fasilitas dan konsumen yang mendukung para komunitas kreatif ini untuk mendapatkan uang melalui dagangannya, kesadaran untuk memelihara lokasi itu sama sekali tidak ada.
Betapa miris ketika melihat rumput tumbuh liar di sekitar gedung senilai miliaran rupiah ini sementara orang-orang di dalamnya adalah orang-orang pintar, kreatif, dan kondisi ini berlangsung sudah hampir setahun. Jelas mereka adalah orang-orang pintar.
Mereka sudah mampu mengasilkan ide cemerlang, mampu membuat proposal, mampu berkomunikasi baik dengan pemerintah daerah dan pemerintah pusat, berkali-kali ikut pelatihan bidang pariwisata dan ekonomi kreatif, tapi apa yang terjadi? Rumput liar yang hanya sekitar 1 meter di sekitar bangunan saja tidak bisa mereka babat atau bersihkan.
Lalu, siapa yang harus disalahkan?
Terkadang kita secara eksplisit selalu menyalahkan pemerintah yang tak becus menjalankan program. Padahal, pembangunan gedung serta fasilitas di dalamnya merupakan usulan dari masyarakat yang kemudian dilakukan survei yang nyata dan berkelanjutan sehingga diperoleh keputusan bahwa creative hub memang layak dibangun di Samosir.