Hari itu Bandung terasa dingin. Seperti di hari-hari sebelumnya, hujan berhari-hari turun tak kenal waktu. Jalanan terlihat selalu basah. Aspal terlihat semakin hitam karena siraman air. Mereka sedang duduk di sebuah bangku di Braga ketika itu. Di seberang sebuah kedai kopi. Di sebelah bar yang terlihat ramai di senja menjelang malam itu. Angin berhembus tak terlalu kencang, tetapi air hujan yang terus mengguyur terlihat meliuk karena terpaan angin itu.
Meski dibalut jaket tebal yang dipakainya, Abi melihat Dewi menahan dingin. Meski tak terlihat menggigil. "Mungkin kita perlu kopi di seberang itu," kata Abi kemudian.
"Tidak usah. Aku ingin duduk di sini saja menikmati hujan..."
"Kamu kedinginan..."
"Tidak... Aku ingin melanjutkan pembicaraan tadi. Kamu jangan mengalihkan pembicaraan..."
"Pembicaraan yang mana?"
"Tentang caramu memperlakukan gadis-gadismu..."
"Mmmmm..."
"Kamu harus mulai serius. Pilihlah salah satu dari mereka, dan seriusilah..."
Terdengar suara Dewi yang agak melemah dan cenderung serak menjelang ujung kalimatnya tadi. Terdengar berat di telinga Abi. Dewi juga merasakan sendiri. Namun dia berusaha tenang di tengah gigil yang sebenarnya sudah mulai menyerangnya.
"Kamu terlihat menggigil... Ayolah kita menyeberang ke kedai kopi itu. Atau kita cari di sebelah sini saja dan tak usah menyeberang?" kata Abi, memang disengajanya untuk mengalihkan pembicaraan.