Mohon tunggu...
Penyair Amatir
Penyair Amatir Mohon Tunggu... Buruh - Profil

Pengasuh sekaligus budak di Instagram @penyair_amatir, mengisi waktu luang dengan mengajar di sekolah menengah dan bermain bola virtual, serta menyukai fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki Berkacamata yang Tinggal di Mimpinya

3 September 2021   16:02 Diperbarui: 3 September 2021   16:09 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setiap kali matanya terpejam, Delvi sering kali diseret oleh mimpi yang membuatnya terengah-engah. 

Pertama-tama, matanya mendapati sebuah ruangan bercat dominan putih. Tubuhnya tidak bisa digerakkan. Tidak bisa teriak. Tidak bisa meludah. Hanya bisa bernapas. Mengedipkan mata. Serta rasa pening yang mendera kepalanya.

Tak lama kemudian, ada yang membuka pintu. Seorang lelaki berjalan ke arahnya. Wajahnya tidak asing bagi Delvi. Tetapi ia gagal mengenalinya. Lelaki itu, yang wajahnya masih ia cari dalam file kepalanya, duduk di kursi persis di depannya. Ia bercerita banyak hal tentang kehidupannya. Seperti sudah mengenal dirinya dengan akrab.

Saya adalah manusia paling kesepian di dunia ini, katanya. 

Saya pernah punya keluarga. Tetapi sudah lama itu. Istri saya meninggalkan saya. Ia mohon izin untuk menikahi pria yang disukainya. Karena saya tidak setuju, dia membawa anak saya kabur.

Sejak itu hidup saya menjadi semacam rutinitas. Tubuh saya seperti mesin. Digerakkan oleh tenaga yang tidak mampu saya bendung. Saya menyapa teman-teman di kantor. Mengerjakan banyak hal dengan pujian bertubi-tubi. Tetapi saya yakin, tubuh saya digerakkan oleh entah siapa. Sementara diri saya sendiri, merasa dikunci di dalam tubuh saya. 

Ah, saya merasa susah menjelaskan ini kepada Nyonya. Tetapi seperti yang saya jelaskan, saya harus menjelaskan ini kepada Nyonya. Harus. Tidak ada pilihan lain. Tidak bisa ditunda sedikitpun."

Lelaki itu berhenti sejenak. Setelah merasa sudah menemukan kalimat yang bagus untuk memulai percakapan, ia memulainya lagi. 

Saya tentu saja mencari istri saya. Tapi hasilnya nihil. Sampai kemudian saya memutuskan untuk tidak mencarinya. Suatu waktu, sekitar lima tahunan, dia muncul. Bersama dua anaknya. Maksud saya, juga anak saya. Keduanya sudah besar. Dan tidak mengenali saya.

"Aku memang pernah menyukaimu. Aku tidak memungkiri itu. Tetapi ada saat-saat kita merasa jenuh dengan keadaan. Apakah kamu berbuat salah? Tidak. Tentu tidak. Kamu sangat baik. Sempurna untuk menjadi suami. Tetapi tak ada yang bisa menduga apa yang akan terjadi dengan isi kepala dan hati manusia. Aku mengalaminya. Tanpa alasan. Tiba-tiba saja aku jenuh padamu. Tiba-tiba saja aku jatuh cinta pada lelaki yang kini jadi suamiku." Ujarnya dengan tenang dan terukur.

Lelaki itu membetulkan posisi kacamatanya. Lalu ia melanjutkan lagi.

Setelah melihat Nyonya, aku sudah memutuskan. Nyonya adalah perempuan yang hadir dalam mimpiku. Yang membuat kepala berdenyut-denyut karena rindu. Mungkin ini membuat Nyonya bingung. Tetapi aku tahu suami Nyonya. Aku akan segera menemuinya. Meminta izin padanya. Agar aku bisa menikahi Nyonya. Membawa Nyonya dalam hidupku. 

Lelaki itu berdiri. Meninggalkan Delvi yang dilanda badai kegelisahan. Delvi terguncang hebat. Ia berteriak sebisa mungkin. Sialnya, tubuhnya terkunci. 

Ia tak punya kekuatan sedikitpun untuk berbuat sesuatu. Ketika matanya terbuka, suami yang tidur di sampingnya masih pulas tidurnya. Sejak malam itu, beberapa kali ia mimpi persis seperti itu. Kadang seminggu tiga kali. Kadang dua kali. Pernah sekali. 

Oleh karena suatu hal, Delvi menyimpan mimpinya itu sendiri. Ia tak ingin suaminya tahu mimpinya yang mengusiknya itu. Setelah tak kuat lagi memendam sendiri, ia pergi ke psikolog. Menguraikan detail mimpinya. Dari sana ia mendapat beragam petunjuk. Namun sialnya lagi, segala cara telah ia lakukan. Tetapi mimpi itu selalu datang. Selalu membuat ia terbangun dalam keadaan terengah-engah. Dan suami yang tidur di sampingnya, tidur pulas seperti yang sudah-sudah.

Mimpi itu mendera Delvi selama berminggu-minggu. Ia akhirnya memilih berdamai. Menganggapnya sebagai sebuah tamu menyebalkan. Yang harus ia hadapi dan tak bisa mengelak darinya. Manjur juga, pikirannya lebih plong. Tetapi masih terengah-engah ketika mimpi itu pergi dari tiidrnya. 

Suatu waktu, sekretarisnya bilang jika ada tamu yang hendak bertemu dengannya. Awalnya ia menolak karena memang tidak ada janji. Tetapi karena tamu itu katanya mau menawarkan produk yang selama ini dicari kantornya, ia tak bisa menolak.

Delvi menunggu tamu di ruangannya. Matanya memandangi foto keluarga yang berada di mejanya. Ketika pintu dibuka, muncullah adegan itu. Lelaki itu. Yang tiap malam menyapa dalam mimpinya. 

Ia berjalan menuju kursi yang ada di depannya. Lalu duduk walaupun belum dipersilahkan. Setelah bisa menguasai keadaan, Delvi mencoba setenang mungkin. Ia yakin jika dirinya tidak sedang bermimpi. Wajah itu, barangkali hanya mirip. Demikian pikirannya yang kalut bekerja.

Lelaki itu tersenyum. Ia membetulkan. Kacamatanya.

"Nyonya, saya sudah cerita pada suami Nyonya tentang rencana saya. Menyunting Nyonya sebagai istriku" seperti petir, suara itu menyambar telinga dan pikiran Delvi.

Setelah jeda yang panjang, Delvi bersuara.

"Apa yang Anda bicarakan dengan saya. Kita baru ketemu. Meskipun wajah Anda tidak asing bagi saya. Tetapi sungguh, kita belum pernah sekalipun bertemu" ujar Delvi dengan gemetar. 

Ia tahu, suaranya sangat penuh keraguan.

Pintu kembali terbuka. Suami Delvi tiba-tiba muncul di ruangan itu. Matanya tajam mengulitinya. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Ia seakan hendak menuduhnya yang tidak-tidak. Pancaran kebencian yang menyembur dari matanya, membuat Delvi tersudut.

Sebelum Delvi mampu menjelaskan sepatah kata, suaminya keluar dan membanting pintu. Segala cara dikerahkan untuk mengejar lelaki yang menjadi suaminya itu. Tapi sialnya, tubuhnya tidak bisa digerakkan sama sekali. Suaranya tercekat di tenggorokan. Ketika matanya membentur mata lelaki di hadapannya, Delvi semakin lumpuh saja dibuatnya.

Sidoarjo

2-3 Sept 2021

Berangin-angin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun