Nun jauh di sana, suara adzan magrib berkumandang. Saya segera bergegas. Kembali menuju jalan utama. Namun sejauh saya berjalan, saya hanya berputar-putar di arah yang telah saya lewati. Begitu hingga akhirnya saya ambruk. Tepat di bawah rimbunnya pohon beringin.
Sinar rembulan mulai muncul. Suara teriakan-teriakan yang semakin lama semakin keras dan dekat, membuat pikiran saya menjadi tidak karuan.Â
Tanpa ampun, saya melihat dengan jelas. Tubuh itu dihajar habis-habisan. Sampai mampus. Pengeroyok itu bersorak-sorai sambil memandangi saya.Â
"Sekarang habisi dia." ujar salah seorang lelaki yang wajahnya tampak tidak asing itu.
Tubuh saya berat sekali untuk digerakkan. Sementara pengeroyok itu berlarian ke arah saya. Menyabetkan senjata yang menghancurkan tubuh saya.Â
"Mampus kau iblis. Entahlah ke neraka.."
Tentu saya terkesiap. Tanpa berpikir dua kali saya berlari kembali ke jalan utama. Bayangan-bayangan itu meninju kewarasan saya. Saya berlari sekuat tenaga. Laiknya pengecut yang kabur dari Medan perang. Lelaki itu tertawa-tawa melihat saya ngos-ngosan. Saya jatuhkan diri saya. Tepat di hadapannya.
"Apa aku bilang. Kualat-kualat," ujarnya penuh kemenangan.
Terseok-seok
15/2/2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H