Sebuah novelnya yang cukup terkenal judulnya "Keluhan-Keluhan Sepanjang Malam".
Novel itu berkisah tentang suami istri. Sebulan setelah menikah, sang istri minta cerai. Suaminya menyetujui tanpa bertanya kenapa istrinya minta cerai.
Tapi suami itu punya satu permintaan. Istrinya dipersilakan mengeluh tentang apa saja sampai ia punya alasan yang tepat untuk mengakhiri rumah tangga mereka.
Tepat sepuluh tahun kemudian, ketika ia sudah punya dua anak, akhirnya suaminya bertemu dengan keluhan yang membuatnya setuju untuk mengakhiri rumah tangga.
Begitulah, mereka bercerai. Hak asuh anak jatuh ke tangan suaminya. Selesai.
Kritikus memuji novel itu sebagai novel jenius. Novelis itu langsung naik daun. Ia diundang kesana kemari untuk membual di kampus-kampus.
Ternyata ide novel yang juga menjadi sasaran bully banyak orang itu juga dari berita di koran. Dari kisah faktual. Suami istri yang menikah dan sehari setelahnya bercerai. Alasanya, tidak ada lagi rasa cinta. Selesai.
"Kamu harus tahu. Realitas lebih kejam dari fiksi." begitu ia kata-katanya yang sering dikutip oleh mahasiswa sastra.
Pagi itu, sepertinya kisah suami istri tersebut menarik minatnya. Memanggil jiwanya. Ia mengambil kertas. Ia menulis dan terus menulis hingga sepuluh lembar.
Kemudian bangkit mandi dan sarapan pagi. Ubi rebus dan pisang.
Lalu melangkah ke tempat kawan-kawannya, mengambil makanan dan menyerahkan dengan gembira pada puluhan kucingnya.