Mohon tunggu...
Penyair Amatir
Penyair Amatir Mohon Tunggu... Buruh - Profil

Pengasuh sekaligus budak di Instagram @penyair_amatir, mengisi waktu luang dengan mengajar di sekolah menengah dan bermain bola virtual, serta menyukai fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta akan Tiba dan Jangan Kamu Coba Menolaknya

13 Juni 2019   12:19 Diperbarui: 13 Juni 2019   12:24 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ia menggeleng beberapa kali. Kemudian sekali lagi membaca berita itu. Berita tentang sepasang suami-istri muda yang membuat anaknya yang belum genap setahun meninggal.

"Di sini, bayi-bayi yang dibuang oleh orang tuanya karena alasan-alasan bodoh  tak sedikit. Baik yang masih beruntung karena ditemukan malaikat atau yang sudah membusuk." ucapnya dengan nada jengkel yang gagal ia tahan.

Ia adalah penulis novel yang beberapa karyanya dianggap sampah oleh pakar sastra di perguruan tinggi ternama. Beberapa lagi dipuji sedemikian rupa. Dan tentu saja bagi penggemarnya, semua karyanya adalah masterpiece.

Usianya kini sudah setengah abad.

Dan dengan bahagia lelaki itu memutuskan untuk hidup sendiri dengan kucing-kucing kesayangannya.

Di rumahnya yang jauh dari keramaian itu, ia memiliki dua puluh tiga kucing. Belum lagi beberapa kucing yang tidak bertuan. Kadang mampir. Tentu sambil menikmati hidangan yang sudah disiapkan novelis itu.

"Kamu dengar. Di berita pagi ini, bayi mungil itu ditinggal orang tuanya selama enam hari. Ditinggal di dalam rumah yang kosong. Bahkan, setelah enam hari itu kedua bangsat sialan itu menemukan bayinya tewas dengan cakaran. Jika di rumah itu pelihara anjing, ya jangan salahkan anjing bila memang yang mencakar itu anjing." sampai di situ ia berhenti. Ia menenggak kopi pahit yang selalu ia buat sendiri setiap pagi.

Novelis itu kali keempat membaca berita itu lagi. Sembari menatap foto orang tua bayi malang itu dengan penuh amarah.

"Pasangan muda. Laki-laki 23 tahun, si perempuan 19 tahun. Keduanya bertengkar. Lalu minggat bersamaan. Yang satu menghabiskan hari-harinya dengan main game online di suatu tempat. Satunya lagi pesta. Sang papi mikirnya istrinya pasti akan pulang dan merawat anaknya. Sebaliknya juga begitu. Klop."

Ia mengumpat beberapa kali. Kemudian meletakkan koran nasional itu di meja yang penuh buku-buku itu.

Setiap pagi begitulah rutinitasnya. Minum kopi sambil membaca koran. Mencari kasus-kasus menyedihkan. Kemudian mengomentarinya sendiri. Lalu jika kemudian itu sangat membekas di dalam jiwanya, ia akan menuliskan ke dalam sebuah puisi. Dari puisi itu ia biasanya akan menerjemahkan ke bentuk lainnya. Cerpen atau malah novel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun