Saya ingin berbagi pengalaman dengan rekan-rekan. Pengalaman ini saya bagi, setelah temanku membaginya kepadaku. Jadi, mengalir. Pembaca juga nanti boleh membagi-baginya kepada siapapun. Tentunya jika apa yang hendak saya katakan menarik untuk dibagi. Menurut saya pribadi tanpa paksaan dari pihak manapun, cerita temanku ini menarik. Hahaha, bingung??
Sebut saja nama temenku itu Jumadi (nama sebenarnya). Beberapa hari yang lalu, masih di bulan ini, dia diharuskan untuk mengurus rekening bank BCA. Ketentuan dari tempat kerjanya yang baru. Sebab selama ini gajinya langsung via amplop, dan memang dalam sejarah hidupnya belum pernah membuat rekening, maka dengan segala energinya Jumadi memburu informasi di Internet. Banyak artikel yang telah dilahapnya. Sebuah simpulan berhasil ia petakan. Salah satunya, masalah syarat KTP. KTP milenium atau lebih dikenal dengan E-KTP, bisa dan dapat (sama saja artinya) untuk membuka rekening dimanapun. Tanpa terbelenggu oleh kota yang tertera di KTP. Misal, E-KTP yang dibuat di Jombang bisa untuk sayarat buka rekening BCA di Jakarta. Banyak artikel yang merujuk demikian. Sementara untuk syarat lainnya, semua sudah tidak abu-abu lagi, jelas.
Berangkatlah Jumadi menuju kantor cabang BCA di daerah Krian, sebuah kecamatan di kabupaten Sidoarjo. Setelah memarkir motornya, segera saja masuk dengan sambutan ramah dari satpam. Ia langsung merangsek menuju pengambilan nomor, kemudian antre. Meskipun belum pernah buka rekening, dia sering ke bank untuk transfer-transfer gitu, jadi tidak begitu kampungan. Sembari menunggu, ekor mata Jumadi menikmati apa yang tersaji di sekelilingnya. Serba indah, serba wangi. Namun sejurus, ia ingat jika saat itu lagi berpuasa. Tak lama berselang, kira-kira 5 menitan, seorang entah apanamanya, mendekatinya sambil menanyakan keperluannya. Jumadi menjawab agak gugup. Segera E-KTP di saku Jumadi berpindah tangan.
"Maaf, Pak. Kalau KTP luar kota perlu surat domisili" ujar petugas perempuan ramah
"Oh, saya sudah baca beberapa infromasi di internet, katanya sih bisa mbak tanpa surat domisili" Jumadi memandang petugas tersebut dengan kikuk.
"Baiklah, saya tanyakan sebentar ya Pak" petugas tersebut menuju counter menemui bosnya.
Jumadi mulai harap-harap cemas.
"Maaf, Pak.. untuk luar kota harus disertai surat keterangan tinggal di kota ini. blablablabla"
Harapan tinggal harapan. Ia secepatnya meninggalkan kantor tersebut. Sebenarnya amat malas sekali kalau berurusan dengan kelurahan. Karena pastinya tidak seramah dan seadem bank.
*
Masih hari itu juga, namun agak siangan. Jumadi telah memegang surat domisili yang ia peroleh dengan perjuangan melawan malas. Karena masih memungkinkan untuk ke bank, maka ia kembali lagi. Namun, bukan ke kantor cabang tadi. Ada rasa malu jika harus ke sana lagi. Maka, dihari yang makin panas, Jumadi memacu motornya untuk mencari kantor cabang lainnya. Sialnya, tidak begitu mudah menemukan kantornya. Sampai sekitar pukul 13.30, setelah satu jam muter-muter, ia menemukan kantor pusat BCA di kota Sidoarjo. Kesalahan Jumadi, karena tidak memanfaatkan informasi untuk menemukan kantor cabang terdekat. Mungkin dalam pikirannya seperti BRI yang tersebar di mana-mana.
Alhasil, dengan keringat berleleran, Jumadi memasuki kantor BCA yang lebih megah lagi dari sebelumnya. Seperti biasa, disapa satpam, menuju pengambilan antre, lalu antre. Pikirannya nampak lebih tenang. Soalnya sudah pasti akan kelar masalah ini. Karena setelah kelar, ia akan mikir untuk lain-lain tentunya. :D
"Foto 4x6 nya mana pak?" lelaki dihadapnnya membuat Jumadi terkesiap. Pertanyaan macam apa itu.
"Lho, tidak bawa Mas. Katanya cuma domisili saja?" katanya mulai panik. TErbayang perjuangannya akan gagal.
"Oh, untuk luar kota perlu blabalabalab..."
Jumadi tahu, birokrasi tidak bisa dilawan. Mungkin seperti "Tuhan barangkali. kalaupun ada yang melawan, lihat saja pak Dahlan Iskan, mengenaskan. Dengan rasa yang bercampur-campur, ia segera meninggalkan kantor. Sepenuhnya sadar, jika dirinya tidak berhak sepenuhnya menyalahkan birokrasi di bank itu. Bisa jadi dirinya tidak siaga dengan menanya lebih dulu ke kantor cabang tersebut. Alih-alih lebih percaya pada share orang-orang di internet. Namun, ia marah sekali. Sekalipun di bulan puasa. Sekalipun marahnya tidak jelas kepada siapapun.
*
Hari kedua, setelah proses mendapatkan foto 4x6 dan surat domisili, Jumadi yang baru saja mandi, segera meluncur ke cabang BCA Krian. Tempat yang ia datangi pertama kemarin. Ritual segera dilakukan. Parkir, disambut satpam, ambil anteran, lalu antree. Bedanya, semua berlangsung cepat. Dalam hitungan beberapa detik, nomornya dipanggil. Langkah tegap Jumadi mengantarnya berhadapan dengan CS yang bernama Ruby. Senyumnya, intonasinya, membuat Jumadi kaku.
Sengaja ia menahan fotonya. KTP dan surat domisili diserahkan. Ajaib, di cabang ini tidak perlu foto. Proses langsung dikerjakan dengan cepat. blabalabalabala. Tanda tangan, setor, dan menunggu proses.
Saat pendaftaran M-Banking, Jumadi diminta nomer hapenya. Sialnya, ia tak hafal nomernya. Sehingga masih harus buka-buka hape terlebih dulu. Prosesi M-Banking dimulai. Mbak Ruby meminjam hapenya. Pendaftaran melalui simcard dilakukan. Setelah lama nunggu loading, akhirnya selesai. Catatan, pendaftaran tidak berhasil. Saldo pulsa tidak cukup. Jumadi malu. Begitulah, hari itu Jumadi pulang dengan perasaan lumayan lega. Buku rekening dan ATM telah bersemayam di tasnya.
*
Begitulah ceritanya teman-teman. Semoga bisa mengambil manfaat. Amiiin
(E-KTP dibuat agar tidak ada identitas ganda. Itu artinya, memudahkan pelacakan terhhadap orang terkait. Logikanya, untuk urusan macam di atas, cukuplah E-KTP....)
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H