Pilkada tahun 2024 memasuki babak akhir. Kurang dari sebulan, masyarakat akan memilih kepala daerahnya masing-masing, termasuk di Kota Depok, Jawa Barat.
Saat ini terdapat dua pasangan calon yang berkontestasi di Depok, yaitu Imam Budi Hartono (IBH) dan Ririn Farabi, serta Supian Suri (SS) dan Chandra Rakhmansyah.
Meski head to head, namun pertarungan politik di Depok ini kurang bergairah. Nuansa kontestasi terkesan menoton dengan minimnya diferensiasi program diantara keduanya, ditambah keduanya berasal dari kubu yang sama.
Minim Diferensiasi, Sama-Sama Orang Lama
Kalau kita buka dokumen visi-misi dan program dari dua calon kepala daerah di Depok ini hasilnya memang mirip-mirip. Hampir tak ada perbedaan yang signifikan diantara keduanya.
Dari segi visi, keduanya sama-sama ingin memajukan kota Depok, tentu dengan versi bahasanya masing-masing. Sehingga tidak ada bentuk visi yang ekstrem dari keduanya.
Dari segi misi, keduanya pun mirip-mirip. IBH memasukkan unsur infrastruktur, tata kelola pemerintahan, pelayanan publik, hingga budaya. Lalu, SS pun tak jauh berbeda, dia mengusung misi infrastruktur, pelayanan publik, ekonomi kreatif, dan produktivitas masyarakat.
Sementara dari program kerja, ada sedikit perbedaan tapi lebih banyak kesamaan diantara keduanya. Misalnya, IBH akan melanjutkan program beasiswa perguruan tinggi, SS pun juga punya program yang sama. IBH akan membangun sekolah baru, SS pun akan melakukan itu.
IBH akan melanjutkan program kesehatan gratis, SS juga sama. IBH ingin menangani sampah dan kemacetan, SS juga mencantumkan itu.
Ada sedikit perbedaan, misalnya IBH akan menaikkan insetif pada RT/RW (tanpa nominal), SS juga akan memberikan insentif serupa tapi dengan nominal yang lebih jelas, yaitu Rp 300 juta per tahun.
Perbedaan lain soal cara menangani kemacetan di Sawangan. IBH menawarkan pembangunan flyover, SS menjanjikan pelebaran jalan.
Jadi bisa disimpulkan, diantara kedua calon ini memiliki visi-misi-program yang tak jauh berbeda. Hampir mirip-mirip, meski ada sedikit perbedaan teknis.
Perbedaan yang mencolok itu hanya satu, IBH diusung PKS dan Golkar, SS diusung 12 parpol selain itu. Makanya 'narasi perubahan' digaungkan SS untuk melawan PKS yang sudah berkuasa selama 20 tahun.
Namun, narasi perubahan yang diusung SS itu harus dimaknai 'hanya' sekadar bertukar posisi siapa yang akan berkuasa saja. Bukan soal visi-misi dan programnya, karena keduanya hampir sama.
Hal penting lainnya, meski keduanya terlihat sedikit berbeda dari sisi per-kubu-an politik, namun sebenarnya antara IBH dan SS ini sama-sama orang lama.
Bagaimana tidak, IBH adalah politisi PKS tulen, dia pernah menjadi anggota DPRD Provinsi dan Wakil Walikota Depok saat ini. Karier politiknya merentang dari PKS berdiri hingga sekarang.
Sementara, SS adalah birokrat yang mengabdi di Pemkot Depok selama 25 tahun. Dia pernah menempati banyak jabatan, hingga akhirnya menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Depok.
Artinya, IBH dan SS ini sama-sama berasal dari pemerintahan Depok. Dari sisi politik, IBH dan SS juga sama-sama 'menyokong' kekuasaan PKS selama 20 tahun terakhir, tentu dengan porsinya masing-masing.
Selain itu, SS konon dikabarkan juga masih berkerabat dengan Walikota Depok sebelumnya, KH. Idris Somad. Ia disebut sebagai 'keponakan jauh' dari Pak Kiai--sebutan akrab KH. Idris Somad.
Bahkan ada selentingan bahwa Kiai Idris ini main dua kaki pada Pilkada Depok. Satu kaki mendukung IBH karena berasal dari partai yang sama, namun kaki satunya lagi berada di sisi Supian Suri karena masih keluarga.
Depok akan Begini-Begini Saja?
Dengan melihat komposisi seperti di atas sepertinya masih berat mengharapkan adanya perubahan yang sejati di Kota Depok. Karena kedua calon yang maju saat ini tak memiliki perbedaan yang signifikan, baik dari visi, misi, maupun program.
Terlebih program yang ditawarkan pun masih standar, sebagaimana terjadi di kota-kota lainnya. Hampir tak ada yang orisinal dan inovatif.
Karena itu, kayaknya Depok masih akan begini-begini saja selama 5 tahun ke depan, siapapun pemenang Pilkada. Inilah yang membuat Pilkada Depok kehilangan antusiasme publik.
Kalau begini, mending tidur saja saat coblosan. Toh, siapapun yang jadi akan sama aja. Ya, nggak?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H