JAGORIKO DI MASA PANDEMI
Lebih dari satu  dasawarsa berlalu, perdagangan bebas ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) mengantarkan bangsa Indonesia sampai pada pasar bebas Asia Tenggara.Â
Pasar bebas tidak saja berdampak pada arus distribusi barang dan jasa tetapi juga pada pola perilaku masyarakat dalam memperoleh keduanya.Â
Sejak resmi diberlakukan pada 1 Januari 2016, pasar bebas bertajuk Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau ASEAN Economic Community menghadirkan suasana merdeka belanja.
Kemajuan teknologi berdampak pada internet of things. Warga dunia bebas belanja dan bertransaksi baik di pasar lokal mau pun internasional tanpa batas ruang dan waktu. Selain didukung oleh kenyamanan transaksi virtual, belanja di pasar global dinilai lebih murah dibanding produk lokal.Â
Pedagang besar lebih berani menawarkan produk serupa dengan harga lebih kompetitif. Beralihnya konsumen dari produk lokal ke produk global memberikan tekanan tersendiri pada tumbuh kembang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).Â
Beberapa produk UMKM/Warung mengalami penurunan Omzet, bahkan sampai gulung tikar dan harus alih usaha.
Tekanan terhadap UMKM makin bertambah ketika beberapa tahun kemudian muncul fenomena SHIFTING.Â
Rhenald Kasali, guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) mengatakan bahwa Fenomena shifting bukan sekadar perpindahan dari transaksi offline ke online. "Namun, berpindahnya produk ke platform. Misalnya perpindahan permainan anak-anak  ke platform dalam bentuk game online
Bukan hanya itu, ada pula fenomena cross shifting atau peralihan ke sektor lain. Misalnya, orang mengurangi konsumsi makanan minuman maupun produk retail seperti baju, lalu dialihkan untuk belanja traveling. Karena itu, semua pelaku usaha harus bisa melakukan scanning atas bisnisnya. Tujuannya, mengetahui apakah fenomena shifting telah menjalari bisnisnya agar bisa secepatnya menyusun strategi yang tepat.
Dan tekanan berat yang berdampak ke semua sektor adalah adanya Pandemi  COVID-19. Pengangguran terjadi dimana-mana karena skema bisnis menjadi terganggu dengan level yang berbeda-beda. Dan yang paling parah adalah sampai banyak yang gulung tikar.
JAGORIKO, yaitu JAJAN TONGGO NGLARISI KONCO telah di dengungkan sejak awal 2017. Sosialisasi dan internalisasi sudah banyak dilakukan, melalui berbagai media. Online maupun offline. Elektronik maupun cetak. Juga melalui publik figur, simbol-simbol dan lain sebagainya. Pada awal sebelum pandemi slogan ini cukup signifikan dalam mendorong konsumen untuk lebih mencintai produk lokal (konco dan tonggo) sehingga memicu UMKM untuk makin kreatif dan inovatif dalam meningkatkan kualitas produk. Dengan demikian omzet akan mengalami kenaikan.
Slogan Jagoriko  menekankan beberapa hal sebagai berikut :
Perubahan pola pikir masyarakat untuk lebih mencintai produk dalam negeri baik barang maupun jasa. Secara redaksional dipersonifikasikan dalam kata TONGGO berarti tetangga dan KONCO berarti teman. Hal ini karena adanya trend pada sebagian masyarakat yang latah, dimana mereka lebih menyukai produk-produk luar dengan alasan, seperti bergaya mewah, gengsi, dan lain-lain.
Melakukan transaksi jual beli dengan TONGGO/KONCO bukan semata mata masalah tukar menukar barang/jasa dengan uang. Tetapi ada NILAI-NILAI SOSIAL Â didalamnya antara lain adalah nilai-nilai kekeluargaan, kepercayaan, kejujuran, komitmen kebersamaan dan lain sebagainya. Ada beban moral terhadap kualitas pelayanan dan kualitas produk ketika konsumen adalah tetangga/teman. Demikian juga ada kepercayaan dari konsumen kepada produsen, sehingga transaksi bisa lebih mudah dan cepat dilaksanakan.
Penanaman nilai-nilai kesadaran dan kebanggaan dengan produk dalam negeri, karena produk dalam negeri tidak kalah berkualitas dengan produk luar negeri. Dalam skala luas hal ini juga peningkatan jiwa nasionalisme sebagai bangsa Indonesia.
Penekanan terhadap komitmen untuk kaya bersama-sama, bukan mengkayakan yang sudah kaya. Dengan komitmen ini akan menumbuhkan rasa senasib sepenanggungan, sehingga tumbuh jiwa tolong-menolong dan ikhlas berkorban bagi sesama warga.
Penerapan Slogan Jagoriko ini tidak berarti mendorong masyarakat anti dengan produk buatan luar negeri, karena bagaimanapun juga kita tidak bisa terlepas dari hal itu tetapi bagaimana membuat keseimbangan dan kondisi yang lebih menguntungkan masyarakat antara distribusi produk dalam negeri dengan produk luar negeri.Â
Adanya produk luar sebenarnya juga memberikan keuntungan bagi masyarakat seperti terjadinya transfer pengetahuan/teknologi dari luar, memicu motivasi dan kreatifitas masyarakat untuk membuat produk yang lebih unggul, sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang memang tidak bisa diproduk di dalam negeri, dan sebagainya.
Di saat pandemi Covid-19, slogan JAGORIKO sangat dirasakan pengaruhnya terhadap penguatan ekonomi masyarakat. Jagoriko membawa misi KAYA BERSAMA-SAMA, bukan MENGKAYAKAN yang sudah kaya.
Bupati Bantul, Â Abdul Halim Muslih, bahkan mengajak masyarakat membeli atau belanja dagangan yang dijajakan di warung tetangga maupun saudara selama masa penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Bupati mengatakan seluruh masyarakat Bantul, utamanya dalam masa PPKM Darurat ini, harus bahu membahu, bergotong-royong, dan saling bersinergi untuk kesejahteraan bersama.
"Karena itu, konsep "Jajan Tonggo Nglarisi Konco" (Jagoriko) yang dalam terjemahannya membeli atau belanja barang/produk yang dijajakan tetangga digerakkan, supaya dagangan milik teman atau saudara kita laris terjual dalam masa pandemi Covid-19," katanya.
Dengan demikian dia berharap masyarakat bisa meningkatkan kesejahteraan secara bersama-sama di tengah pandemi covid ini melalui gerakan belanja di warung tetangga tersebut.
JAGORIKO membawa misi edukasi tidak saja kepada konsumen, Â tetapi juga kepada produsen, baik barang atau pun jasa.
Beberapa hal  penting yang perlu diperhatikan  kepada para produsen (penyedia barang/jasa), antara lain :
Menjaga kualitas dan layanan produk secara konsisten dengan harga terjangkau. Jangan sampai konsumen komplain karena ketidaksesuaian antara kualitas/kuantitas barang yang dipesan dengan yang diterima.
Edukasi dalam hal promosi. Bagaimana memanfaatkan media sosial dan internet untuk memaksimalkan promosi. Seperti WA bisnis, akun FB, IG, twitter, Youtube dan Google Maps.
Meningkatkan kompetensi agar mampu meningkatkan kualitas produk baik melalui variasi produk, branding dan juga packaging (kemasan).
Membentuk komunitas UMKM tertentu maupun yang umum agar mempermudah informasi-informasi yang aktual baik berupa program dari Pemerintah maupun dari pegiat komunitas  UMKM  yang lain.
Adapun kepada konsumen, Pemerintah sejak dulu telah mencanangkan program MENCINTAI PRODUK DALAM NEGERI. Program ini  harus direalisasikan tidak sekedar berhenti dalam dokumen perencanaan. JAGORIKO menerjemahkan program Cinta Produk Dalam Negeri dalam bahasa yang lebih di mengerti khususnya masyarakat Jawa. Meskipun kita juga harus realistik tidak semua barang/jasa tersedia di sekitar kita.
Beberapa kendala masih ditemukan dalam program ini, antara lain :
Masih ada yang meragukan kualitas barang maupun layanan  produk-produk lokal. Hal ini tidak bisa dipungkiri karena memang masih ditemukan fenomena tersebut di masyarakat. Image seperti itu harus di hilangkan dengan penguatan kepada para penyedia barang/jasa.
Adanya anggapan bahwa belanja produk luar bisa menaikkan gengsi, sehingga merasa malu kalau memakai produk lokal.
Kurangnya publik figur baik personal maupun korporasi  yang mau memberikan contoh untuk lebih mencintai produk lokal.
Demikian catatatn ini dibuat untuk lebih membumikan JAGORIKO sehingga dimasa pandemi saat ini, perekonomian dan kesejahteraan masyarakat tetap dapat survive dan berkembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H