Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Agar Kebijakan 7 Habitus Anak Tak Sia-sia, Perlu Kesiapan Keluarga

2 Januari 2025   11:53 Diperbarui: 2 Januari 2025   18:00 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Siswa di salah satu ruang kelas SMP 1 Jati, Kudus, Jawa Tengah, sedang mengikuti pembelajaran. (Dokumentasi pribadi)

Tetapi, hal ini tak mengartikan bahwa sekolah tak membangun karakter siswanya. Sekolah tetap memiliki tanggung jawab dalam membangun karakter siswa.

Tetapi, sekali lagi, bagian ini hanya sedikit yang dapat terinternalisasi ke dalam diri siswa. Sebab, pendidikan karakter bagi siswa sejak dahulu disisipkan ke dalam setiap mata pelajaran (mapel), bukan yang utama.

Sejak diberlakukan Kurikulum Merdeka, melalui pembelajaran proyek penguatan profil pelajar Pancasila (P5), pendidikan karakter dimantapkan. Itu pun belum memenuhi harapan dalam segi membangun karakter siswa. Sebab, selama ini, yang menjadi fokus dalam pembelajaran P5 adalah gelar karya.

Artinya, ketika gelar karya (produk) berhasil dianggaplah pembelajaran P5 berhasil. Padahal, sejatinya, bagian yang sangat penting dalam pembelajaran P5 adalah pencapaian karakter yang diharapkan sesuai dengan profil pelajar Pancasila.

Ada enam dimensi profil pelajar Pancasila, yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia; mandiri; bergotong-royong; berkebinekaan global; bernalar kritis; kreatif.

Keenam dimensi profil pelajar Pancasila ini sebetulnya serupa dengan gambaran yang harus dimiliki oleh SDM unggul. Seperti, yang ingin dicapai melalui Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat yang barusan diluncurkan oleh Kemendikdasmen.

Jadi, karena memandang ketujuh habitus ini lebih banyak berada di dalam lingkup keluarga, maka sudah sepatutnya kesiapan keluarga menjadi bagian yang sangat penting. Artinya, keluarga perlu dipersiapkan terlebih dahulu sebelum dilakukan penerapan tujuh kebiasaan positif bagi anak ini.

Jangan sampai kebijakan yang baik demi tumbuh kembang karakter anak tak dapat berjalan (baik) karena keluarga belum siap. Kebelumsiapan keluarga mengakibatkan penerapannya akan sia-sia saja.

Dan, agaknya kemiskinan (dalam keluarga) dapat dipandang sebagai salah satu faktor yang memiliki pengaruh dalam pembangunan karakter anak. Fakta dari akibat faktor seperti ini dapat dijumpai di sekolah.

Maka, membaca data mengenai kemiskinan di Indonesia per Maret 2024, yang ternyata ada 25, 22 juta orang (setkab.go.id) sangatlah penting.

Kepentingannya adalah memberi gambaran jelas terkait dengan sebuah pemikiran bahwa keluarga menjadi basis pertama dalam penerapan tujuh kebiasaan positif bagi anak. Yang, sudah digagas dan diluncurkan oleh Kemendikdasmen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun