Sudah banyak orang di banyak tempat merasa kurang nyaman gegara sampah. Kadang di dalam perjalanan saja, bau busuk menyengat hidung.
Karena truk sampah mengangkut sampah ke arah tempat pembuangan sampah (TPS), yang sering beriringan dengan orang yang akan bekerja, sekolah, atau beraktivitas yang lain.
Bau tak sedap juga disebabkan oleh sampah yang biasanya dibungkus plastik, yang oleh orang tak bertanggung jawab dibuang semaunya di pinggir jalan. Umumnya lokasinya (agak) jauh dari perkampungan.
Kenyataan ini juga sering merusak pemandangan. Apalagi jika plastik pembungkus sampah termaksud sobek, berserakanlah sampah di dalamnya. Semakin hari terlihat semakin banyak, kumuh, dan lalat selalu setia berada di lokasi ini.
Dulu, saat saya pergi-pulang mengajar dengan menaiki pit dapat menghirup udara segar dan melihat pemandangan yang asri sepanjang jalan. Kini, semua itu sudah tak dapat ditemukan lagi.
Yakin tersebab ini, beberapa tahun terakhir ini mulai bermunculan gerakan peduli sampah. Di beberapa desa ada pengelolaan sampah yang mulai tertata baik. Melibatkan warga setempat. Sampah rumah tangga dikelola dalam keluarga. Lalu, dilanjutkan ke bank sampah tingkat desa.
Bahkan, beberapa desa, termasuk desa tempat saya dan keluarga berdomisili, menyediakan tong sampah organik dan nonorganik bagi warganya. Rumah tangga diarahkan untuk memilah sampah, yaitu sampah organik dan nonorganik.
Karenanya, melibatkan anak dalam pengelolaan sampah di dalam keluarga merupakan langkah yang sangat positif. Anak mulai diajak mengenal jenis sampah. Memilahnya dengan benar sesuai klasifikasinya. Atau, sesuai dengan permintaan pengelola sampah di desa (saja) sudah tergolong baik.
Karena hampir dapat dipastikan setiap hari ada sampah yang dihasilkan dalam rumah tangga sekalipun (mungkin) tak banyak. Pengelolaannya dapat secara rutin melibatkan anak.
Kebiasaan ini akan membentuk karakter anak peduli terhadap sampah. Efek pengelolaan yang benar terhadap lingkungan yang baik pun akan dapat dirasakan.