Siswa yang bersepeda saat pergi-pulang sekolah hingga saat ini masih dapat kita jumpai. Yang paling banyak adalah siswa jenjang sekolah menengah pertama (SMP). Setidaknya ini yang bisa saya lihat di daerah saya bersama keluarga berdomisili.
Di SMP, tempat saya mengajar, misalnya, sebagian besar siswa masih menaiki sepeda. Hanya sebagian kecil yang berjalan kaki dan diantar-jemput oleh orangtua atau kerabat. Sisanya, yang lebih sedikit lagi, memaksakan diri mengendarai motor.
Disebut memaksakan diri karena sekolah sudah membuat kebijakan mengenai larangan bagi siswa mengendarai motor sendiri saat pergi-pulang sekolah. Karena memaksakan diri, maka di lokasi parkir sepeda tak dijumpai ada motor yang dikendarai oleh siswa.
Pernah satu waktu ada beberapa siswa kami yang mengendarai motor saat sekolah. Mereka memarkir motornya di tempat parkir sepeda. Kami langsung memintanya motor termaksud dipindah di halaman sekolah.
Saat itu juga kami meminta mereka untuk menghubungi orangtuanya. Agar, orangtua mereka mengambil motor tersebut. Momen ini sekaligus kami manfaatkan untuk membangun komunikasi dengan orangtua. Yaitu, mengingatkan mereka bahwa tata tertib sekolah perlu digunakan bersama untuk mengawal siswa.
Karenanya, sekolah patut bersyukur kalau sebagian besar siswanya masih menaiki sepeda ketika pergi-pulang sekolah. Apalagi jika dilakukan oleh semua siswa. Bertambah syukurlah sekolah. Sekalipun hal seperti ini, agaknya, sangat kecil kemungkinan bisa terjadi.
Karena, siswa yang lokasi rumahnya dekat dengan lokasi sekolah pasti berjalan kaki. Atau, siswa yang rumahnya agak jauh dari lokasi sekolah, yang tak menaiki sepeda, ada yang diantar-jemput oleh orangtua atau kerabat.
Namun, masih ada sebagian besar siswa menggunakan moda sepeda saat pergi-pulang sekolah, terlebih pada masa kini, merupakan anugerah bagi sekolah.
Sebab, pertama, sekolah masih memiliki siswa yang turut menjaga lingkungan agar sehat. Sepeda yang dinaikinya tak berdampak buruk terhadap lingkungan seperti pada umumnya kendaraan bermotor, baik mobil maupun motor, yang memproduksi karbon.
Memang harus diakui bahwa jumlahnya terlalu kecil jika dibandingkan dengan pengendara motor setiap harinya. Tetapi, seberapa pun, pilihan menggunakan moda sepeda untuk transportasi saat sekolah merupakan sumbangan baik bagi lingkungan alam.
Karenanya, bolehlah mereka disebut sebagai penjaga dan perawat lingkungan. Sekalipun barangkali di antara mereka ada yang belum menyadari bahwa cara yang mereka tempuh merupakan langkah positif menjaga dan merawat lingkungannya.
Lagian dalam perjalanan, ini setidak-tidaknya yang dialami oleh siswa kami, mereka perlu berjuang. Mereka perlu berhati-hati. Sebab, di sepanjang jalan beraspal yang menuju ke lokasi sekolah kami tak tersedia jalur pesepeda.
Mereka harus berjuang menghindar dari lalu-lalangnya pengendara, baik pengendara mobil maupun motor. Tak dapat mereka bersepeda dengan bersenda gurau. Mereka harus berjajar satu-satu, beriringan. Sebuah pemandangan yang setiap pagi saya dapat melihatnya.
Dan, ini bentuk menghargai pemakai jalan lain. Agar, mereka pun, baik pengendara mobil maupun motor, juga dapat lancar menempuh perjalanan di jalan milik umum ini.
Sekalipun dalam relasi sosial di masyarakat, pesepeda lebih mendapat kekhususan. Umumnya, pesepeda selalu didahulukan oleh pengguna kendaraan bermotor.
Saat pesepeda berada di traffic light bersama dengan pengendara lain, misalnya, umumnya pesepeda diberi kesempatan berlalu terlebih dahulu saat lampu hijau menyala.
Kelompok siswa yang memiliki ketahanan dalam gaya hidup bersepeda saat pergi-pulang sekolah, dengan demikian, bolehlah dikatakan sebagai penyumbang pelestarian alam sekitarnya.
Kedua, sekolah masih memiliki siswa yang memilih gaya hidup sederhana sekalipun berada pada masa kehidupan yang serba modern. Tentu pada masanya, sepeda pernah menjadi benda mewah. Tetapi, dalam konteks masa kini, secara umum, sepeda menjadi sarana transportasi yang sederhana.
Maka, ada sebagian orang, termasuk anak-anak, tak mau menaiki sepeda ketika bepergian. Buktinya, kini, mulai banyak dijumpai anak, termasuk anak sekolah, yang sekalipun belum memiliki surat izin mengemudi (SIM), sudah memilih mengendarai motor.
Siswa kami, juga siswa di sekolah lain, yang masih bertahan dalam gaya hidup bersepeda saat pergi-pulang sekolah adalah siswa yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Sebab, mereka tak terpengaruh oleh budaya modern.
Siswa yang berjalan kaki karena lokasi rumahnya tak jauh dari lokasi sekolah termasuk siswa yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi pula. Sebab, mereka tak merasa malu dengan teman-temannya yang diantar jemput oleh orangtua atau kerabatnya. Atau, dengan teman-temannya yang bersepeda. Sebab, berjalan kaki telah menjadi pilihan mereka.
Ini terkudung dengan adanya jalur zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB). Sebab, siswa yang berdomisili dekat dengan lokasi sekolah pasti diterima. Dan, siswa yang tempat tinggalnya dekat dengan lokasi sekolah, dapat dipastikan berjalan kaki pergi-pulang sekolah.
Sekalipun jumlah mereka lebih sedikit ketimbang yang menaiki sepeda, tetapi mereka pun turut memberi sumbangan positif terhadap pembentukan gaya hidup sederhana di kalangan siswa. Sekurang-kurangnya menjadi teladan terhadap siswa yang lain.
Selain itu, siswa akan mengalami pembelajaran hidup yang lebih nyata sebagai bagian dari masyarakat. Sebab, dengan berjalan kaki, mereka akan membangun komunikasi dengan orang-orang yang kebetulan bertemu atau berpapasan dengannya.
Dan, sangat mungkin sebagian besar orang ini adalah tetangga mereka (sendiri). Dengan begitu, secara lambat laun mereka akan menjadi pribadi yang semakin terbuka dan ramah. Sikap terbuka dan ramahnya dibentuk oleh masyarakat.
Ini berbeda dengan siswa yang lokasi rumahnya dekat dengan lokasi sekolah, tetapi diantar jemput oleh orangtua atau kerabatnya. Sebab, diantar jemput, apalagi dengan mengendarai motor, sangat kecil kemungkinannya untuk membangun keramahan dan keterbukaan dengan orang-orang yang bertemu atau berpapasan dengannya sekalipun mereka tetangga.
Dengan demikian, sebetulnya sangat dipahami bahwa adanya gejala keramahan dan keterbukaan yang semakin terkikis di kalangan masyarakat, di antaranya, tersebab oleh hal seperti di atas, yaitu gaya hidup berjalan kaki.
Sehingga, tinggal sedikit orang, termasuk siswa, yang dapat bertegur sapa langsung dengan masyarakat sekitarnya.
Ketiga, sekolah memiliki siswa yang sehat. Yaitu, sehat fisik. Sebab, siswa yang bersepeda, juga yang berjalan kaki, sudah melaksanakan olahraga fisik. Dan, sudah disepakati oleh sebagian besar orang bahwa bersepeda dan berjalan kaki menyehatkan.
Kenyataan ini yang barangkali pada masa sekarang bersepeda menjadi gaya hidup. Di mana-mana banyak orang bersepeda. Bahkan, di banyak tempat disediakan jalur sepeda. Sudah pasti ini untuk memberi rasa nyaman dan aman bagi pesepeda.
Andaikan di sepanjang jalan yang menuju ke sekolah, yang masih dilewati oleh banyak siswa yang menggunakan moda sepeda disediakan jalur sepeda, tentu sangat menolong. Rasa nyaman dan aman bagi siswa, juga masyarakat pengguna jalur termaksud, yang menaiki sepeda sangat terjamin.
Karenanya, jalur khusus sepeda tak hanya disediakan bagi pesepeda yang dewasa untuk olahraga, seperti yang sekarang sering kita jumpai. Tetapi, bagi siswa yang masih setia dengan menaiki sepeda saat pergi-pulang sekolah penting juga disediakan.
Khususnya jalur yang menuju ke sekolah, yang siswanya sebagian besar menaiki sepeda. Ini tak hanya memberi rasa nyaman dan aman bagi siswa yang bersepeda.
Tetapi, sangat mungkin menjadi daya tarik bagi siswa yang selama ini diantar jemput oleh orangtua atau kerabat dengan mengendarai motor. Atau, juga menjadi daya tarik bagi siswa yang lainnya.
Apalagi, seperti di atas sudah disebut, bersepeda menyehatkan fisik. Yang, oleh sebagian besar orang, termasuk saya, merasakan dan membuktikan bahwa kesehatan fisik berefek terhadap produktivitas hidup.
Itu sebabnya, sekolah perlu merasa bersyukur jika hingga saat sekarang masih memiliki banyak siswa yang bertahan menaiki sepeda saat pergi-pulang sekolah.
Bahkan kalau memungkinkan, sekolah, baik SMP dan yang sederajat maupun SMA/SMK dan yang sederajat, memang perlu memotivasi seluruh siswanya menaiki sepeda saat pergi-pulang sekolah. Tentu kecuali siswa yang sudah berhak memiliki SIM.
Sebab, siswa SMA/SMK dan yang sederajat ada yang sudah berhak memiliki SIM. Artinya, siswa dalam kategorial ini sudah diizinkan mengendarai motor. Tetapi, jumlah mereka belum banyak. Masih lebih banyak jumlah siswa yang belum diizinkan mengendarai motor.
Oleh karena itu, demi menjaga dan merawat, setidak-tidaknya, lingkungan sekolah dan sekitarnya tetap bersih dan segar, selain mengampanyekan siswa bersepeda, sekolah juga mengapresiasi siswa yang selama ini sudah dan masih bertahan menaiki sepeda dan berjalan kaki saat pergi-pulang sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H