Saya kaget saat ada teman guru bercerita sehabis mengajar di salah satu kelas. Sebab, tak bercerita tentang kondisi kelas yang ramai, siswa yang usil, atau daya pengetahuan siswa yang lemah, seperti biasanya.
Tetapi, teman guru ini bercerita tentang perbuatan baik siswa di sebuah kelas terhadap salah satu rekan di kelas mereka.
Perbuatan mereka menyentuh kebutuhan temannya, yaitu kebutuhan anak seusia mereka, yang kurang terpenuhi. Yang, kalau dibiarkan akan menghambat tumbuh kembangnya, baik sisi sosial, personal, maupun kepribadian.
Salah satu rekan mereka ini anak yang dibesarkan dalam keluarga ekonomi kurang mampu. Peralatan kebutuhan untuk sekolah, ada dalam ukuran yang minimal.
Karenanya, satu bulan yang lalu, sekolah melalui Kesiswaan memberikan beberapa buku tulis dalam jumlah yang cukup. Yang, sekurang-kurangnya dapat memenuhi kebutuhan buku dalam satu semester.
Dengan begitu, dalam satu semester yang berjalan tak perlu memikirkan kebutuhan buku. Sekalipun sangat mungkin masih memikirkan kebutuhan lain untuk sekolah.
Namun, ada hal yang mengejutkan kami, terutama saya. Yaitu, saat teman-teman satu kelasnya mengadakan "gerakan" sosial yang sangat bermakna baginya. Yang, tanpa setahunya, teman-temannya berinisiatif membelikan sepatu baru.
Sebab, sepatu yang dimilikinya tak sesuai dengan ketentuan yang ada dalam tata tertib sekolah. Sepatu harus hitam polos, miliknya hitam bersol putih. Ketentuan ini sudah berlaku bertahun-tahun dan baik-baik saja, tak ada resistensi.
Terkait dengan sepatu siswa ini, sekolah melalui Kesiswaan, sebetulnya sudah bermaksud menghitamkan sol sepatunya dengan pilox. Tetapi, belum terealisasi.
Bentuk perhatian sekolah dengan cara seperti ini sudah diberlakukan sejak lama di sekolah tempat saya mengajar. Tetapi, tak banyak siswa yang (harus) memperoleh perhatian seperti ini. Sebab, umumnya orangtua sudah mengetahui bahwa sepatu anaknya harus hitam polos.