Dan, harus disadari bahwa siswa yang membawakan karakter ini sudah belajar mengenai kehidupan masa mendatang, yang sangat mungkin kelak dihadapinya di alam nyata. Jadi, membawakan karakter ini seolah menyiapkan diri dalam menghadapi hidup nyata mendatang.
Mungkin tak sama persis persoalan yang ditemui. Tapi, setidaknya persoalan yang dihadapi dalam karakternya memberi kekayaan batin. Yang, harus diakui, tak pernah didapatkan dari mapel yang diajarkan oleh guru sesuai dengan bidang keahliannya di ruang-ruang belajar.
Itu sebabnya, teater, mungkin ada sekolah yang sudah menjadikannya sebagai mapel Seni Budaya, atau mungkin sekadar menjadikannya sebagai ekstrakurikuler, memiliki kekhasan. Yang, sangat berbeda jika dibandingkan dengan mapel yang secara normatif sudah ada di sekolah, seperti yang sudah disebut di atas.
Melalui teater, siswa diajak belajar dan menghayati kehidupan dengan berbagai problem yang bukan mustahil terjadi di dunia nyata. Teater, atau lebih tepatnya naskah teater berisi tiruan realitas kehidupan.
Karenanya, teater di sekolah kiranya boleh disebut sebagai mapel kehidupan. Sebab, teater menyiapkan pikiran dan batin siswa untuk menghadapi kehidupan nyata yang sudah, sedang, atau akan terjadi.
Teater, dengan demikian, mempraktikkan hidup yang sesungguhnya. Yang, di sekolah, siswa mempraktikkannya. Sehingga, sangat mungkin siswa yang terlibat di dalamnya lebih siap menghadapi kehidupan (nyata) ketimbang siswa yang tak terlibat di dalamnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H